Semua Bab GARA-GARA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL: Bab 51 - Bab 60
101 Bab
lima puluh satu
"Mbak, ke masjid yuk, biar Alif sama Abang. Keburu siang," ujar Vina yang menyadari kekakuan diantara Ambar dan Kakaknya."Iya, nggak pa-pa pergi aja, Bundanya Alif," sahut Iyan tanpa menoleh. Ada sedikit lengkung di bibirnya ketika berucap. Gemas."Hais! Abang ini apa-apa sih. Kenapa manggil Mbak Ambar seperti itu?" Vina menatap kakaknya dengan tatapan menghujam. "Oh, aku lupa, kalian belum kenalan ya?" imbuhnya, kali ini mau tak mau Iyan pun menoleh tak mengerti apa maksud adiknya berkata seperti itu. "Baiklah, Alif ... sekarang kenalkan bundamu sama Om Baik," titah Vina pada bocah bermata bulat itu.Alif menelengkan kepalanya, bocah itu tak mengerti apa sedang terjadi diantara tiga orang dewasa yang tengah mengelilinginya. Tanpa diduga, Iyan mengulurkan tangannya pada Ambar. Seolah membeku, wanita bersio kerbau itu tak merespon melihat tangan besar Iyan yang siap menerima tangannya yang mungil."Bunda kok diem aja, Om Baik mau kenalan sama, Bunda," ujar Alif dengan polos. Mendengar
Baca selengkapnya
lima puluh dua
"Ibu!" teriak Siti memekakkan telinga. Siti yang lebih senang dipanggil Titi itu segera mendekati ibunya yang terkapar tak berdaya di lantai kamarnya. Namun, dia sama sekali tak menyentuh tubuh ibunya yang tak berdaya.Siti keluar dari kamar sambil mengibas-ngibaskan tangannya menghalau bau yang menusuk hidungnya, wanita bertubuh sintal itu berdiri di depan pintu. "Tolong! Mbak Santi, Mimi, Suji, Mas Rudi, Bik Mina. Tolong!" teriaknya bergema ke setiap ruangan. Namun, tak terlihat satu orang pun yang datang. Setelah Siti mengulang teriakannya, terlihat Mina datang dengan langkah tergopoh-gopoh."Cepetan, Bik!" serunya. "Lekas masuk, bantu ibu," titah Siti setelah Mina sampai di depannya.Wanita yang masih memegang lap itu tertegun ketika sampai di depan kamar sang majikan. Bau menyengat langsung menyambut kedatangannya."Ibu kenapa, Mbak?" tanyanya dengan suara lirih, hidungnya bergerak-gerak menghalau bau yang tercium dan membuat perutnya mual seketika."Aku juga nggak tahu, Bik. Kem
Baca selengkapnya
lima puluh tiga
Sepanjang jalan Alif tak henti-hentinya bercerita pada Iyan yang duduk di samping kemudi taksi online yang mereka pesan. Sementara di bangku belakang ada Vina dan Ambar yang menyimak celotehan bocah berambut ikal tersebut. Sambil memainkan ponsel.Kedua alis bundanya Alif itu bertaut ketika mengetahui ada beberapa panggilan tak terjawab dari Fitri. Ambar pun segera menekan ikon ganggang telepon. Tersambung, tetapi tidak diangkat. Ambar mengulang untuk ketiga kalinya. Namun, tetap tak diangkat. Ambar pun tak mengulangnya lagi. Mungkin, Fitri sibuk, pikir Ambar."Om, kapan kita naik pesawatnya?" tanya Alif tiba-tiba, membuat lelaki berpenampilan santai itu berpikir sejenak."Alif maunya kapan?" tanya Iyan akhirnya sambil mengelus rambut bocah yang duduk di pangkuannya itu."Besok," sahut Alif cepat dengan senyum merekah menghiasi bibir mungilnya."Kak, jangan begitu. Kakak kan baru sembuh," sela Ambar. Sebagai ibu, dia merasa tak enak hati, selain itu Ambar juga khawatir jika suatu saat
Baca selengkapnya
lima puluh empat
Empat orang dewasa dalam kendaraan itu tak ada yang membuka suara. Semua diam termasuk Alif. Bocah itu memang belum mengerti apa yang telah terjadi. Namun, dia seolah bisa merasakan apa yang dirasakan oleh bundanya. Semuanya diam, memikirkan beberapa kemungkinan menurut versi masing-masing."Sabar ya, Mbak. Setiap musibah pasti ada hikmahnya," hibur Vina, gadis berlesung pipi itu tak bisa menahan diri ketika melihat Ambar berkali-kali mengusap sudut matanya. Ambar mengangguk kecil. "Iya, Vin. Terima kasih," sahut Ambar. Setelah itu wanita berbintang Capricorn itu kembali mengusap sudut matanya yang basah."Aku bersyukur, Fitri dan Ibu ndak ada di sana. Aku ndak bisa membayangkan jika mereka sampai ...." Ambar tak bisa melanjutkan kata-katanya, butir bening asin itu meluncur deras di pipinya. Vina mengulurkan tisu, bibirnya tertutup rapat dengan mata berkaca-kaca.Ponsel milik Ambar berdering, memecah keheningan dalam kendaraan yang tengah melaju itu. Mendengar nada panggilan itu memb
Baca selengkapnya
lima puluh lima
"Bagaimana ini, Bu. Apa kita tetap meminta ganti rugi? Alamatnya kayaknya gak terlalu jauh." Lelaki pemilik kontrakan yang terbakar itu meminta persetujuan pada istrinya."Ya harus lah, Pak. Sama seperti yang dulu-dulu. Minta yang banyak sekalian biar kita gak rugi," sahut istri pemilik kontrakan."Jangan lupa bagian kami, Bos," ucap seseorang yang terlihat sangar."Bukannya kamu sudah mengambil barang-barang milik Ambar?""Gak ada barang berharga, Bos. Hanya perabotan masak. Istriku juga sudah punya.""Kamu jual, kan bisa jadi uang. Go blok!" Lelaki berbadan besar itu terlihat kurang suka dengan ide pemilik kontrakan."Alah, ya udah besok temani aku ke rumah laki-laki tersebut."**Vina mengajak Ambar masuk ke sebuah kamar yang letaknya paling ujung. Kamar yang memang diperuntukkan untuk tamu. Dalam kamar tersebut sudah ada kamar mandinya, jadi memudahkan para tamu yang tengah menginap.Rumah mereka memang tidak terlalu besar, sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan rumah Rudi y
Baca selengkapnya
lima puluh enam
Rudi memperhatikan ruangan yang minim hiasan itu dengan seksama. Lelaki itu hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Tempat tinggalnya bahkan lebih mewah dan megah dari rumah orang yang menggajinya. Dia juga tak melihat ada kendaraan yang terparkir di depan rumah. "Apa aku salah alamat ya," gumamnya merasa tak yakin.Iyan berjalan sambil menggandeng Alif. Namun, baru beberapa langkah Alif melepaskan pegangannya. "Perut Alif sakit, Om. Mau ke kamar mandi," ujar bocah bermata bulat itu, kedua tangannya memegang perut sambil meringis menahan sakit."Ya udah, sana. Nggak usah lari-lari," pesan Iyan yang tak dihiraukan oleh bocah berambut ikal tersebut karena ingin segera sampai di kamar mandi."Alif kenapa?" tanya Ambar saat putranya itu melintas di depannya yang sedang membereskan meja makan."Mau pup, Bunda," sahutnya tanpa berhenti berlari. Ambar yang belum selesai dengan kegiatannya memilih menghentikan dan menyusul Alif ke kamar tempatnya menginap."Alif kenapa, Mbak
Baca selengkapnya
lima puluh tujuh
Setelah beberapa saat menunggu akhirnya petugas rumah sakit pun datang. Bik Mina diutus menemani Samina dalam mobil ambulans. Sementara Santi dan Sumi mengendarai kendaraannya sendiri.Sampai di rumah sakit Samina langsung dibawa ke ruang ICU untuk mendapatkan pertolongan medis. Santi mendengkus, dia menggerutu karena harus berurusan dengan rumah sakit lagi. Seorang perawat menghampirinya untuk segera mengurus administrasi. Setelah selesai dengan urusan administrasi, Santi kembali menemui Sumi dan Mina yang masih menunggu di depan ruangan ICU. "Mi, aku pergi dulu. Kamu di sini sama Bik Mina. Ini untuk jaga-jaga." Santi menyerahkan sejumlah uang pada adiknya. "Jaga baik-baik dan gunakan seperlunya saja," imbuhnya sebelum berlalu meninggalkan Sumi dan pembantunya.Santi mengendarai mobil kesayangan menuju rumah Haris. Dia ingin membicarakan ancaman pengacara sekaligus teman dan entah apa hubungan mereka itu.Petugas yang berjaga di gerbang sebuah perumahan itu sudah hapal dengan kenda
Baca selengkapnya
lima puluh delapan
"Assalamualaikum," sapa Alif."Wa'alaikumussalam," balas Rudi dengan suara bergetar. Akhir-akhir ini lelaki itu memang sering mengeluarkan air matanya."Ayah?" tanya Alif setelah mendengar seseorang menyebut namanya di sebrang sana."Kok sekarang fotonya beda, Yah? Ayah ndak boleh gitu, nanti bunda sedih, Yah. Siapa dia, Yah? Kenapa dia mencium Ayah?" Protes Alif penuh tanya. Di ujung telepon Rudi membeku, dia tidak bisa menjawab pertanyaan putranya yang di luar dugaan."Halo? Ayah," panggil Alif karena tidak ada jawaban dari seberang. "I-iya, Kak. Ini Ayah, Sayang. Itu foto saudara ayah, Kak. Jagoan ayah apa kabar?" tanya Rudi mencoba mengalihkan pembicaraan. Saat ini netranya tak lagi memanas. Namun, sudah siap menumpahkan air mata. Rudi merasa dihantam godam yang sangat besar dan tepat mengenai hatinya."Aku udah sehat, Yah. Kenapa kemarin pas pulang ayah ndak nunggu Alif bangun? Alif kan masih ingin bermain bersama ayah, tapi sekarang Alif ndak sedih lagi, Yah. Karena ada Om Baik
Baca selengkapnya
lima puluh sembilan
Malam semakin merangkak naik, tetapi Rudi masih belum ingin kembali pulang. Lelaki berbadan tegap itu ingin menikmati kebebasannya yang tinggal sebentar. Kali ini dia menuju kampung halamannya, tempat di mana dia dilahirkan dan dibesarkan. Penyesalan semakin menggerogoti dirinya ketika mengingat jika tempat yang dulu paling dirindukan sudah tak ada lagi.Lewat tengah malam pajero sports miliknya memasuki gerbang kampung, kenangan masa lampau tergambar jelas di ingatannya. Bibirnya mengulas senyum ketika bayang tentang kedua orang tuanya melintas di ingatan. Netranya memanas ketika dia mengingat betapa telah berbuat dzalim pada ibunya, lelaki itu kembali terisak hingga dadanya terasa sesak.Rudi menyipitkan matanya ketika melihat masih ada kegiatan di salah satu rumah warga. Kedua alisnya berkerut saat menyadari jika keramaian itu berada di rumah Fitri. "Ada apa di sana?" Rudi berbicara sendiri. Lelaki itu melajukan kendaraannya dengan perlahan ketika melewati beberapa orang lelaki ya
Baca selengkapnya
enam puluh
KETAHUAN SELINGKUH KARENA LUPA MEMATIKAN VIDEO CALL (tiga puluh tiga)Rahayu menelan ludahnya dengan susah payah ketika mendengar ucapan anak menantunya tersebut. Netranya langsung memanas, lantaran hati yang terluka. Sebagai orang yang telah mengandung, melahirkan dan mengasuh Rudi, ada rasa sakit dan tak rela putarnya diperlakukan seperti itu. Setelah semua hartanya dikuasai, Rudi dibuang seperti sampah.Melihat ibunya bersedih, semakin membuat Rudi merasa tak enak hati, dia merutuki jarinya yang tak sengaja menekan tombol loud speaker, hingga wanita yang sangat dihormatinya itu harus mendengar semuanya, betapa dia tak dihargai oleh sang istri yang dulu sangat dibanggakan olehnya. Sepersekian detik ibu dan anak itu sama-sama terdiam, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ambar ingin sekali mendatangi Santi, sekedar bertanya mengapa? Mengapa dia tega menghancurkan putranya. Sementara Rudi semakin merasa malu karena telah gagal menjadi seorang suami dan laki-laki."Kirim su
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status