Sanad tertawa ketika melihat bintik merah di wajah putranya akibat gigitan nyamuk. Ditambah dengan garukannya, akibat gatal. “Jangan digaruk!” Sanad mengambil tangannya yang hendak kembali menggaruk. “Kulitnya putih sekali, jadi merahnya nampak sekali. Di sini banyak nyamuk, Cu. Apalagi kalau malam,” ucap Bastiah. Tak lama terdengar bunyi mesin ketinting dari kejauhan. “Nah itu mungkin Tera,” seru Bastiah, lalu berdiri. Evan langsung berdiri, hendak mengikuti, tetapi ditahan Sanad. “Di sini saja!”“Tak apa. Masuk saja. Barangkali mau melihat Bangkau lebih luas lagi."Evan bergerak-gerak, menarik ayahnya. “Ayo, Nak.”Akhirnya Sanad berdiri, masih dengan memegang tangan putranya mengikuti Bastiah. Di tengah rumah, tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari kamar dengan wajah kucel. Arbain terkejut ketika melihatnya.“Pak Sanad? Iya kan, Pak Sanad?” tanya Arbain.“Kamu mengenalnya?” tanya Bastiah. “Dia kan putra Bu Fatima, pemilik minimarket tempat saya bekerja.”“Benar, Nak?!” tanya
Read more