All Chapters of Adikmu Bukan Adikku Mas: Chapter 21 - Chapter 30
46 Chapters
Bab 21
"Halah! Kalian berdua itu, sama aja! Yang satu janda gatel, yang satu perawan tua! Uppss, gadis tua bukan perawan maksudnya!" ucapnya sambil menutup mulutnya dengan tangan. Aku yakin dia sengaja mengatakannya. "Apa kau bilang?" teriak Karin marah lalu maju kedepan menghadap wanita itu dan langsung menjambak rambutnya kasar."Awwwww. Sakittt!" teriak wanita itu kesakitan. Tangannya mencoba melepaskan cengkraman di kepalanya.Tidak hanya tangan yang bermain, kaki Karin juga menendang-nendang kaki lawannya tersebut.Aku masih berdiri menonton mereka, tanpa berusaha melerainya.Biar tahu rasa wanita itu dibuat Karin. Para tetangga yang mendengar keributan, langsung datang berbondong-bondong. Mereka juga tidak ada yang mau melerainya.Jarang-jarang dapat tontonan gratis seperti ini."Hajar ...!""Jambak!""Cakar!""Sikat!""Ramas itu, muncungnya!" teriak para tetangga menyoraki bergantian."Huhuhuhuuu... Sakit! Lepaskan, sial4n!" teriak wanita tersebut meronta-ronta."Rasakan! Kau bilang
Read more
Bab 22
"Aku, tahu, kau cemburu melihatku menikah lagi, dengan wanita cantik seperti Ratna. Makanya kau buat dia babak belur begitu. Iya, 'kan?" tuduhnya.What? Aku cemburu melihat dia sudah menikah lagi? dan sengaja menganiaya istrinya itu?Darimana jalannya? Kege-eran banget, jadi manusia. Narsisnya nggak ketulungan."Kenapa kau diam saja! Makanya, jadi wanita nggak usah sok hebat. Giliran sudah kucerailan dan aku sudah menikah lagi, baru menyesal, kau! Sampai ingin mencelakai istriku." Matanya menatapku dengan tatapan mengejek.Menyesal? Kenapa harus menyesal sudah melepaskan benalu. Kenapa sih, ada lelaki modelan begini. Ingin rasanya kusiram dia dengan air comberan. Agar sadar dirinya seperti apa.Sedikitpun tak ada penyesalanku berpisah dengannya. Yang ada, malah rasa syukur, telah lepas dari jerat lelaki parasit."Udah siap narsisnya?" tanyaku, dengan nada mengejek."Siapa yang Narsis? Nggak usah mengalihkan pembicaraan, Kau! Bilang aja kalau kau itu, iri dengan kebahagiaanku!" Dengan
Read more
Bab 23
"Jangan kelantaman kali, mulutmu itu! Kelompok pelangi, Kepala ot*k kau itu! Belum pernah kau rasakan bibir pecah kena hantam!" Aku sudah tak bisa lagi mengontrol emosiku. Segala umpatan keluar dari bibir ini.Siapa yang tak emosi, bila difitnah demikian. "Lepaskan!" ujarnya meronta.Tak kupedulikan ocehannya. Aku menarik rambutnya, hingga dia mengikutiku. Lalu kudorong dengan kuat sampai dia tersungkur di tanah."Aaaaaaa. Sakit, sial*n! Wanita tak tau diri! Wanita jal*ng! Janda gatal! Tunggu pembalasanku," jeritnya. Ratna kembali berdiri dan membersihkan kaki dan tangan yang kotor terkena tanah."Oh, muncung! kutepuk beserak, Kau!" Aku kembali mendekatinya. Tanganku sudah melayang di udara.Andai kewarasanku sudah hilang, mungkin tangan ini akan mendarat di pipinya dengan mulus. Sayangnya, aku tak setega itu pada sesama wanita.Huuufffftt. Sabar, Melia! Ucap malaikat di hatiku.Ratna sudah menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Mungkin takut jika aku sungguhan menamp*rnya
Read more
Bab 24
Jika sudah begini, maka jurus andalan harus dikeluarkan."AAAWWW!" Penjahat itu mengaduh kesakitan. Dia tertunduk mengelus kakinya yang terkena tendanganku.Sama sepertinya, aku juga kesakitan. Tulang miskin beradu, pasti tau sendiri rasanya.Lelaki itu lengah, sapu yang sempat direbutnya terlepas dari tangan. Tak kusia siakan kesempatan. Langsung kuambil sapu tersebut, dan kembali menghajarnya.Bagh!Bugh! Bagh! Bugh!Tanpa ampun, aku terus menghajarnya."Karin! Cepat ke sini bantu aku!" teriakku meminta bantuan.Kudengar suara langkah berlari dari dalam rumah."Ada apa?" tanyanya panik.Melihatku, memukul seseorang, Karin pun tak tinggal diam. Dia ikutan memukulnya."AAaaaa. Sakit!" teriaknya."Stop! Mel." Karin berhenti memukulinya dan meminta menghentikan aksiku."Ada apa, Rin?" tanyaku bingung. Kalau sampai kami lengah, penjahat ini nanti akan menyerang balik kami. Kenapa pula harus berhenti?"Aku seperti kenal suaranya," ujarnya seraya memandangi lelaki tersebut."Adik durhaka
Read more
Bab 25
"Seperti yang kubilang kemarin. Aku datang ke sini, untuk menuntut kamu atas pencemaran nama baik," ujar Karin langsung ke pokok permasalahan.Ratna tampak sangat kaget. Apalagi dia juga bisa melihat dengan jelas, kedua lelaki berseragam polisi berada di antara kami.Dengan cepat wanita siluman itu mengendalikan diri dari keterkejuttannya."Eh, Karin. Ayo, masuk dulu," ujar Ratna sok lembut.Saat melihat lelaki di samping Karin, Ratna langsung membulatkan mata, seperti melihat mangsa.Tanpa pikir panjang, dia langsung menyambar tangan Bang Ilyas. Padahal orang yang dekat dari jangkauannya adalah Karin.Huuhh, dasar ulat bulu!Pantang lihat yang bening dikit, main sikat!Ratna langsung membawa Bang Ilyas duduk di sampinya.Ada, ya, wanita sudah bersuami berkelakuan seperti itu! Hiiihhhh, bagaimana kalau sampai ketahuan suaminya?Karin melotot tak suka ke arah abangnya dan ulat bulu itu."Silahkan duduk!" ujar Ratna mempersilahkan kami duduk mengikutinya di sofa.Aku dan Karin duduk ber
Read more
Bab 26
"Rin, aku mau tanya. Emangnya video itu beneran ada samamu? 'kan kemarin, nggak ada yang ngerekam, kita?" tanyaku dipenuhi rasa penasaran. Aneh aja gitu. Kemarin, nggak ada orang pegang HP. kenapa pula, bisa ngerekam kami. Apa Kak Butet yang merekam diam-diam."Ya, enggaklah!" jawabnya enteng."Jadi, kau bohong?" tanyaku heran."Iya, hehehehe," jawabnya cengengesan."Gil4! Pantas aja, kau, mau berdamai dengan uang lima belas juta, dari tuntutan tiga puluh juta.""Heheheheh, udah nggak usah berisik. Nanti mereka dengar. Uangnya bisa kita sumbangin selebihnya buat jalan-jalan ke danau toba," ujarnya tanpa rasa bersalah."Wahhh, iya juga, ya. Boleh jugalah, biar mereka tahu rasa. Lagian udah lama kali aku nggak liburan. Eh, abangmu tau, kalau nggak ada video di hape?" tanyaku lagi."Enggak, dia memang beneran mau nuntut mereka. Tapi, kalau mereka masuk penjara, aku rugi dong. Lebih baik kuduitkan aja." Karin sangat santai menanggapi semua ini. Apa dia tak takut ketahuan."Huuuhhh, dasar
Read more
Bab 27
"Iya. Aku juga awalnya nggak tau kalau suamiku mantannya dia. Kok bisa sih, Mel. Kau buang batu berlian seperti Mas Dendi?" tanyanya beralih padaku."Karena aku udah nggak level sama berlian," jawabku malas."Jadi, levelnya sama batu akik? Atau batu kali gitu?" cemoohnya."Yang penting, seleraku, bukan seperti seleramu!" ketusku."Oh, ya jelas dong!" sahutnya cepat."Jelas, kau seleranya barang bekas dan aku barang yang masih segelan, kan? Hahahah," ejekku.Ratna melengos tak suka. Dia kembali melanjutkan aktivitasnya.Cring! Cring! Lagi-lagi dia memainkan tangannya."Gelang baru, Rat?" tanya Kak Leha tetangga samping rumah Kak Butet.Dia baru saja datang. Mungkin juga mau berbelanja."Iya," jawabnya fokus menimbang ayam."Tiga puluh juta itu, dibelinya," ucap Kak Butet memberi tahu."Apa yang tiga puluh juta?" tanya Kak Leha bingung."Gelang si Ratna," jawab Kak Butet."Mana ada. Aku tadi lihat dia beli di pajak UKA. Tempat orang jualan emas KW itu. Harganya cuma 30ribu pergelang. M
Read more
Bab 28
"Kenapa?" tanya Rama ketus, saat aku terus menatapnya."Nggak ada," jawabku singkat.Apakah memang dia, yang menerorku beberapa hari ini?Aku tidak bisa langsung menuduhnya, karena tak memiliki bukti. Bisa saja nanti malah aku yang dikatakan memfitnah.Bagaimana caranya aku mencari informasi tentang kejadian semalam. Selama ini, aku baik-baik saja tinggal di rumah tanpa ada pengganggu. Namun setelah Karin pergi dan Rama datang, teror bermunculan."Halo!" seru Rama, pada sambungan telpon. "....""Besok malam saja. Aku capek, baru pulang kerja," ujar Rama lagi.Pulang kerja?Apakah dia sudah bekerja?Jika memang dia bekerja, lalu siapa yang menerorku?"Oke, ya sudah." Sambungan telpon langsung dimatikannya."Sudah bekerja, kau rupanya?" tanyaku berbasa basi. Mungkin dengan jalan ini, aku bisa mengorek sedikit informasi. "Kau, nguping! Dasar!" umpatnya.Aku tidak begitu ingat, saat memukuli lelaki yang berusaha menerobos masuk ke rumahku, entah bagian mananya yang terkena pukulan. Jadi
Read more
Bab 29
"Kalau saya, sebagai orang tua, menyerahkan semua keputusan di tangan Melia. Nak Ilyas, tahu sendiri. Anak saya ini, sudah pernah gagal dalam rumah tangga. Jadi, kami sebagai orang tua, tidak ingin putri satu-satunya mengalami kegagalan lagi. Cukup yang lalu menjali pelajaran. Jangan sampai terulang kembali." Bapak berbicara dengan wajah sendu.Ya, aku juga merasa gagal jadi putri bapak. pernikahan yang kuimpikan sekali seumur hidup, bersama dari muda hingga ajal menjemput. Tapi siapa sangka akan berakhir.Dulu aku berpikir, dengan menikah maka semuanya akan selesai. Tak perlu bersusah payah bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Skincare, pakaiaan, segala kebutuhan pasti terpenuhi oleh suami. Pagi memasak, mencuci, membersihkan rumah dan sore hanya duduk manis menunggu suami pulang bekerja.Segitu simplenya pemikiranku saat itu. Tapi nyatanya, pernikahan adalah awal dari kehidupan yang lain. Bukan hanya untuk sehari atau dua hari, sebulan atau dua bulan, setahun atau dua tahun, tapi
Read more
Bab 30
"Bangun! Melia! Susah kali bangunkan, ini orang. Kalau tidur udah kayak sapi mati!" Samar-samar aku mendengar suara omelan Karina.Biarkan aja. Malas kali buka mata."Melia! Cepetan bangun. Kusiram pake air baru tau, kau!" ancamnya. Dapat kurasakam sisi kasur bergerak. Itu tandanya Karin sudah bangakit. Kadang ini anak ada sedengnya. Pula-pula aku beneran disiram air sama dia."Ha, udah diancam baru bangun, kau! Nggak lihat itu jam. Udah siang ini." Omel Karin seperti mamak tiri."Apaan sih? Orang lagi mimpi indah pun!" ketusku."Mimpi nikah sama Bang Ilyas?" tanyanya antusias.Aku heran sama Karin. Kenapa dia semangat kali, bila bahas tentang menikah dengan abangnya. Padahal semalam aku udah katakan padanya, jika masih butuh waktu."Hei, kepiting laut! Itu ajalah pikiran, kau! Udah nggak sabar rupanya pengen nikah?" cibirku."Ya, iya lah. Aku takut Mas Sutejo diambil orang!""Huuu. Pegangan tangan sama lelaki nggak mau. Tapi pacaran juga!" sindirku."Kami bukan pacaran kayak anak zam
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status