All Chapters of Adikmu Bukan Adikku Mas: Chapter 31 - Chapter 40
46 Chapters
Bab 31
"Kenapa, kau, melamun?" tanya Karin melihatku menatap kosong langit malam.Aku sedang duduk di bangku yang berada tepat di bawah pohon mangga. Meskipun tidak baik berada di bawah pohon jika malam hari, tetapi rasanya aku ingin berlama-lama menatap bulan purnama itu."Nggak ada," jawabku singkat, masih fokus pada indahnya sinar yang terpancar."Aku tau, kau mikirin lamaran abangku, kan?" tebaknya.Yah, sedikit banyaknya, pasti aku juga memikirkannya. Harus bagaimana, terima atau tidak."Hmmmm ....""Apa kau, nggak suka sama abangku?" tanyanya, seraya duduk di sampingku.Entahlah. Aku juga bingung dengan perasaanku sendiri. Terkadang sangat suka melihatnya dekat dengan keluargaku. Tapi hati kecil masih ragu dengan segalanya.Kegagalan membuatku harus lebih berhati-hati dalam memilih pasangan lagi."Dia laki-laki baik. Bukan karena aku, adiknya. Tapi memang begitulah kenyataannya. Dari dulu, tak pernah menyakiti hati wanita manapun. Kau, percayalah sama, aku!" katanya mempromosikan abang
Read more
Bab 32
"Sah!" Satu kata yang membuat stasusku berubah.Kini aku sudah menjadi istri Bang Ilyas. Hari ini, tepat seminggu setelah lamaran. Sesuai tanggal yang sudah ditentukan kami menikah dengan sederhana di KUA.Aku sengaja tak menyelenggarakan pesta. Karena malas ribet. Keluarga Bang Ilyas juga nantinya akan membuat acara di kediamannya. Mengadati sesuai tradisi suku batak simalungun. Jadi, kuputuskan untuk di sana sajalah diadakan pestanya.Tangan Bang Ilyas disodorkan padaku, dan kusambut lalu mencium punggung tangannya. Lelaki yang sudah sah menjadi suamiku saat ini, juga mengecup sekilas keningku.Lelaki yang dulu sangat kuhindari, ternyata sekarang menjadi yang setiap hari dijumpai.Jodoh, terkadang memang aneh. Ada orang yang dulunya dibenci, malah sekarang menjadi dinikahi. Seperti aku saat ini, contohnya."Selamat, ya. Akhirnya resmi jadi kakak ipar," ujar Karin memelukku hangat, saat aku sudah terlebih dahulu menyalami keluarga yang lain."Bersiap kau, jadi adik ipar teraniaya," b
Read more
Bab 33
Udah seperti maling, aja aku, diteriaki. Sebenarnya, mereka semua kenapa sih?Sudah cukup ramai manusia berkumpul di luar pagar. Ada beberapa ibu-ibu juga. Termasuk si mulut berbisa. Hanya dia wanita yang berdiri dibarisan terdepan bersama para lelaki."Ada apa ini, Pak?" tanyaku pada seseorang di belakang Mas Dendi.Aku sudah mendekat ke pagar. Tapi tidak membukakan pintu. Takut mereka berbuat rusuh."Kami, dapat laporan dari Pak Dendi dan Bu Ratna. Katanya, Bu Melia memasukkan lelaki ke dalam rumah. Dari siang hingga kini, tamu tersebut belum keluar, dan mobilnya masih terpakir," tunjuknya pada mobil Bang Ilyas.Ya, ampun. Ternyata, gara-gara aku seharian di rumah bersama suamiku.Tapi mengapa sampai mengumpulkan masa? Kan bisa ditanya baik-baik.Apalagi, yang melaporkan adalah tetangga samping rumah. Mungkin mereka sengaja ingin mempermalukanku di depan warga."Udah, kita, rusak aja pagar ini. Usir mereka dari desa kita. Jangan sampai semua warga terkena musibah akibat perzinahan
Read more
Bab 34
"Ini semua, gara-gara kalian!" teriak Ratna dari luar pagar sambil menunjuk ke arah kami.Kok jadi menyalahkan kami? Bukankah dia yang memulai ini semua?Dengan lancang dan sok tau, langsung memanggil masa. Padahal kami tetanggaan, kan bisa ditanya baik-baik dulu. Memang merekanya aja yang mau cari ribut. "Ehhh, bagudung! Udah kau yang salah. Pake menyalahkan orang lain pula, muncungmu itu!" bentak Kak Butet sengit. Dia dan Bu Saidah, masih setia berdiri di dekat para perusuh itu."Kenapa jadi salahku? Aku hanya ingin, desa kita ini terhindar dari musibah karena zinah. Aku hanya antisipasi. Seharusnya kalian bersyukur karena aku cepat tanggap. Bukan menyalahkan kami seperti ini!" gerutu Ratna."Tapi, tak seharusnya kau, memanggil masa. Masih bisa ditanyakan baik-baik. Apalagi, kalian bertetangga tepat di samping rumah. Jika sudah dibicarakan baik-baik tapi mereka tidak mendengarnya barulah bisa memanggil masa. Ini, belum tau apa yang sebenarnya terjadi, main panggil warga aja. Mana
Read more
Bab 35
"Kalau lagi nyayur, jangan sambil cemberut gitu dong!" tegur lelaki bertubuh bak model majalah, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, sepertinya dia habis keramas. Padahal tadi malam kami kan, nggak ngapa-ngalain.Aku tidak menjawab perkataannya. Malas, masih jengkel dengan kejadian semalam. Kepalaku masih dipenuhi dengan bayangan Bang Ilyas sedang bermesraan dengan lelaki lain.Jika biasanya saingan istri adalah wanita lain. Kali ini aku beda. Sainganku lelaki juga. Hadeuuhh, parah ini. Pasti susah menyadarkannya.Hiihhh, serem juga sih. Kalau selama ini dia GGB (ganteng ganteng belok)."Senyum dong! Nanti yang dimasak rasanya nggak enak, kalau bibirnya mencucu gitu!" ucapnya sambil memelukku dari belakang. Hidungnya yang mancung seperti pinokio menempel pada tengkukku. Dia terus menendus seperti kucing. Isssshhhh!"Adek, kenapa sih? Kok dari tadi diam aja?" tanyanya, semakin erat memeluk.Kecupan-kecupan kecil terus ia hujani di tengkuk hingga pundak yang kebet
Read more
Bab 36
"Sepertinya, Abang, pengen kita pindah rumah, Dek. Di sini udah merasa tak nyaman dengan tetangga sebelah." Bang Ilyas membuka obrolan setelah Ratna pergi dari kediaman kami.Ya, wanita itu, pergi dengan mulut mengomel disepanjang jalan. Dia terus memaki tak jelas dan menghentak-hentakan kaki."Mmmm. Gimana, ya Bang! Rumah ini, masih panjang kreditannya. Kalau dilepas, sayang juga." Aku bersusah payah membelinya. Bahkan harus memperjuangkannya saat berpisah dengan Mas Dendi. Masa sekarang harus dilepas begitu saja. Rasanya tidak rela."Dek, kamu oper kredit aja sama yang mau, atau dikontrakan. Nanti, kita beli rumah jauh dari sini, biar sekalian jauh dari mereka. Abang sudah bosan terus-terusan diganggu. Dulu, sebelum kita menikah, kamu dan Karin juga diganggu kan?" tanyanya.Memang benar yang dikatakannya. Aku selalu diganggu dengan tetangga samping rumah. Dari semenjak mereka pindah ke samping, selalu aja ada masalah yang menimpaku dan merekalah biang keroknya. Entah apa maunya.Ak
Read more
Bab 37
"Oh, hai, Rin!" Dia menyapa adik iparku ini. Berarti mereka semua sudah saling kenal. Ternyata, wanita itu terlebih dahulu yang menyadari kami datang. Sedangkan suamiku dia tidak menyadarinya karena asyik mengobrol."Haiii. Kau pakai pakaian, nggak bisa bener sedikit apa? Masa baju keponakanmu pun dipake!" ketus Karin. Nih orang, mulutnya kenapa nggak bisa direm. Sama siapa saja selalu asal ceplos. "Apalah, kau ini! Kudet banget sih! Ini tuh pakaian kekinian. Sudah biasalah dipakai orang kenapa norak banget sih kamu?" cibir wanita itu kecentilan."Biar norak, yang penting tidak mengumbar aurat!" seru adik iparku."Halah! Nggak usah sok suci. Belum tentu juga masuk surga!""Ya, memang belum tentu masuk surga. Tapi setidaknya nggak nambahi dosa.""Nggak usah ngomongin dosa. Banyak yang lebih berdosa dari pada aku.""Terserah kau, lah! Minggir dari situ! Istri Bang Ilyas mau duduk di sampingnya." Karin terang-terangan mengusirnya. Bukannya mendengarkan, wanita itu tetap duduk dan sedik
Read more
Bab 38
"Maaf tante, saya tidak tertarik untuk menikah lebih dari satu. Cukup, Melia saja yang menemani hingga nanti ajal menjemput." Good, man! Jawaban dari lelakiku ini, mampu mengukir senyum di bibir ini.Sedikit legah mendendarnya berkata seperti itu aku pikir, dia hanya akan diam aja saat didesak menikah dengan paribannya."Kalau bisa dua kenapa harus satu?" tanya Tante Yulia lagi, tersenyum miring.Wahhhh, belum pernah beserak ginjalnya kubuat?Belum lihat dia gimana kalau aku marah, bisa patah-patah kubuat tulang keringnya, baru tahu rasa!"Kalau bisa setia, kenapa harus mendua?" sahut suamiku membalikkan ucapannya.Duhhh, abang sayang, pengen meluk deh... Sweet banget sih, suamiku ini..."Sekarang, bisa kau bilang begitu. Tapi nanti, setelah orang tuamu semakin ingin memiliki cucu, pasti lah kau mencari cara untuk menikah lagi. Lagian Saras ini masih perawan kok. Coba kalau istrimu, sudah pernah menikah kan? Selama tiga tahun lagi. Tapi, belum memiliki keturunan. Dari situ kita bisa
Read more
Bab 39
"Abang, pikir aku, set*n?" tanyaku ketus langsung membalikkan badan menghadapnya.Bang Ilyas tersenyum salah tingkah. Dia sampai menggaruk-garuk kepalanya yang kurasa tak gatal."Bukan begitu, Dek. Siapa coba yang bilang, kalau adek, set*n?" tanyanya sambil tersenyum manis, semanis gula jawa."Itu, tadi. Omongan Abang, nggak tahan godaan. Emang, aku set*n penggoda manusia?" tanyaku mulai tersulut emosi. Mata sengaja kubesarkan agar dia tau kalau istrinya yang cantik ini lagi marah."Enggak sayang, bahkan kamu seperti bidadari yang cantiknya tiada tara," ungkapnya lembut.Mau melayang karena pujian, tapi gengsi dong. Kan masih ngambek!"Bilang cantik kayak bidadari, tapi selalu menghindari. Sebenarnya, Abang normal atau nggak sih?" tanyaku to the point.Mata Bang Ilyas melotot, mulutnya mengaga lebar. Ekspresi ini, bisa dikatakan sangat terkejut bukan?"Nggak usah akting sok terkejut gitu deh!" ucapku ketus karena dia tak kunjung mengeluarkan suara."Adek, kok sampai berpikiran kalau A
Read more
Bab 40
Seketika, raut wajahnya berberubah garang. Saras yang berada di sampingnya juga terlihat semakin sinis.Hahahah, mereka pikir aku takut? Ya, jelas enggaklah. Selama masih sama-sama memijak bumi. Tak akan pernah aku takuti. Kecuali udah jadi kunti, barulah aku bacakan ayat kursi."Eeehh, perempuan kampung! Nggak ada lah ot*kmu itu! Kau suruh pula aku jadi babu!" makinya sambil menunjuk mukaku.Semakin dia emosi, semakin suka aku melawannya."Lah, kan kalau aku udah pernah jadi babu. Kalau tante kan belum. Apa salahnya sekarang kita bergantian," sahutku enteng dan menepis tangannya tak lupa kuberikan senyuman sinis."Berani kali kau, melawanku!" sungutnya.Kalau di pilem kartun yang sering kutonton, pasti lah tante Yulia udah keluar asap dari telinga saking emosinya. "Kenapa harus nggak berani?" sahutku."Memang, lah. Salah kali si Ilyas udah menikahimu. Berani kau menjawab orang tua. Lebih bagus lagi Saras. Sopan santunnya ada. Nggak macam kau! Kampungan!" Wanita itu terus saja berbic
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status