Semua Bab Ketika Istri Mati Rasa : Bab 51 - Bab 60
149 Bab
Isi Hati Bu Wiwin 1
POV Bu WiwinKini aku tahu mengapa akhir-akhir ini hatiku sedih. Sepertinya Tuhan telah memberikan firasat padaku. Sebuah pertanda bahwa inilah hari-hari terakhirku bersama Alina. Menantu yang sangat sayang padaku. Aku yang telah membuat dia berubah seperti ini. Hatiku hancur saat ini. Ada penyesalan yang tak terbantah di dalam sini. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tidak mungkin bubur dijadikan makanan lainnya. Satu-satunya caranya hanya tinggal dinikmati. Toh, disesali juga tidak ada gunanya. Begitu pun dengan nasibku kini.Dadaku sesak saat diam-diam aku mendengar talak yang dijatuhkan Radit pada Alina. Ya, aku tahu itu pun permintaan menantuku. Mungkin, dia sudah sangat sakit hati oleh pengkhianatan kami. Aku pun ikut serta dalam mengkhianatinya. Setelah itu hari-hariku selalu murung. Alina yang dulu sibuk menghibur diri ini di saat sedih, kini tak lagi. Perempuan itu banyak diamnya. Tak lagi hangat seperti dulu walaupun masih mengurus segala keperluan dan juga melayaniku dengan b
Baca selengkapnya
Kekhawatiran Bu Wiwin
Ada rasa takut di dalam sini saat melihat Alina dan rombongannya naik ke atas panggungAku tahu Alina tidak mungkin membuat onar di tempat ramai ini. Dia yang selalu tenang tak mungkin mempermalukan diri dengan marah-marah di depan orang lain. Dia sangat tahu menjaga nama baiknya. Aku tahu marah-marah atau ngamuk-ngamuk dengan wanita lain hanya untuk merebutkan lelaki itu bukan tipenya. Alina terlalu baik untuk melakukan hal itu. Alina tampak sedang berbicara dengan Radit. Namun, anakku malah mematung dan terlihat tak berdaya di depan mantan istrinya itu. Aku yakin Alina baru saja menumpahkan semua unek-unek di hatinya dengan cara sopan tapi justru menusuk untuk Radit.Aku semakin tak tenang saat Alina berbicara dengan Desti. Bukan Alina yang akan berbuat onar melainkan Desti. Tapi, aku lega saat Alina turun dari panggung pelaminan. Dia tersenyum. Itu artinya tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Aku kaget saat melihat Radit pingsan di atas pelaminan setelah berfoto bersama keluar
Baca selengkapnya
Menyandang Status Baru
Aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan pelan saat keluar dari gedung pengadilan. Ada rasa sesak di dada saat mengingat sidang putusan tadi. Tak pernah kubayangkan sebelumnya, pernikahan yang kami bina selama dua puluh tahun ini akan berakhir di pengadilan agama. Rasanya seperti terbangun dari mimpi buruk walaupun aku yang menggugatnya.Dengan langkah pasti, aku segera meninggalkan gedung pengadilan agama. Sejalan dengan keputusanku untuk mengubur semua kenangan yang menyakitkan di masa lalu. Hari ini aku resmi menyandang status janda. Status yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sebelum tahu pengkhianatan Mas Radit tentunya. Bohong kalau aku tidak merasakan sakit di dalam sini atas perceraian yang terjadi. Bukan perpisahannya yang membuatku sakit, tapi pengkhianatan yang ia lakukan masih membekas di sini. Namun, di sisi lain aku pun lega sudah bebas dari laki-laki parasit yang menghisap hartaku selama ini. Mungkinkah cintaku hilang begitu saja dari lelaki yang telah me
Baca selengkapnya
Mau Apa, Risma?
"Nggak, Mbak. Aku belum ke sana lagi sejak kunjungan yang terakhir itu. Aku hanya ingin tahu kabar, Mbak?" "Mas, mi ayam bakso dua ya. Di makan di sini." Aku menarik salah satu kursi di depan meja makan pelanggan. Bokong ini kuhempaskan di sana. Aku kembali melanjutkan obrolan dengan Ririn. Jari-jari kumainkan di atas meja."Alhamdulillah, aku lega, Rin. Sudah bebas dari mas Radit. Ohya, aku transfer uang ya tolong kasihkan pada Ibu. Dan …." "Seperti biasa jangan bilang kalau itu uang dari mbak Alina. Aku sudah hapal banget Mbak." Ririn menyerobot kalimatku yang belum selesai. Tak lama kemudian kami terbahak bersama. Entah apa yang sebenarnya aku tertawakan.Ya, melalui Ririn aku bisa memberikan uang untuk Ibu. Aku tahu beliau tidak pernah diberikan uang pegangan oleh anak dan menantunya meskipun, tanahnya telah dijual oleh mereka. Dulu, selain menanggung biaya hidup Ibu, aku pun memberikan uang pegangan sendiri untuk beliau. Orang tua akan merasa tentram bila memegang uang sendir
Baca selengkapnya
Permintaan Wildan
Wulan sudah pergi menjauh dari kami. Aku memintanya membeli kue basah kesukaan Wildan, cenil. Entah mengapa tiba-tiba tadi kelupaan. Biasanya makanan itu tak pernah absen dari daftar belanjaku di pasar tradisional."Mau bertanya apa, Mbak?" Rasa penasaran sudah di pucuk ubun-ubun. Kuperhatikan wajah perempuan itu dengan seksama. Tatapanku dibalas dengan nanar. "Mbak, sejauh mana sih kedekatan kalian?" Suara Risma terdengar berat. Seolah ada emosi di dalamnya sebelum akhirnya wanita itu menghela napas berat."Kedekatanku dengan siapa?" Aku mengernyitkan dahi. Sengaja. Sebenarnya aku paham arah pembicaraan wanita itu. Akan tetapi otak ini tidak mengerti mengapa ia harus bertanya demikian? Apa tujuannya? Tidak mungkin mau menjodohkan aku dengan Abang iparnya kalau dilihat dari gelagatnya."Nggak usah sok polos lah, Mbak. Jelas aku di sini bertanya tentang Bang Randu." Raut yang tadi ramah kini berubah menjadi masam dan ketus."Kenapa bertanya demikian?" tanyaku dengan pelan-pelan. Tida
Baca selengkapnya
Beradu Mulut dengan Desti
Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati saat menatap Wildan. Anak itu sedang asyik makan ayam bakar tanpa nasi. Masih ada dua belas potong ayam bakar sisa. Aku berikan untuk Mbak Wati enam potong. Selebihnya untuk makan Wildan dan Wulan. Aku sendiri memilih makan dengan ikan asin, sambel terasi serta lalapan. Entah mengapa, rasanya jauh lebih nikmat dibanding makan dengan daging ayam. Mungkin, karena aku sendiri yang masak segitu banyaknya. Hingga tak lagi selera makan daging tersebut. "Bu. Nanti jadikan telepon, Ayah?" Dengan wajah belepotan, Wildan memandangku penuh harap.Inilah yang tadi menjadi ganjalan hatiku. Dengan berat, aku terpaksa mengangguk."Sekarang Wildan habiskan dulu, ya, makannya" Seulas senyum kuberikan untuknya. Dia mengangguk. Kembali melanjutkan makan dengan penuh semangat.Usai makan malam bersama, aku, Wildan dan Wulan tentunya, kucoba menghubungi nomor Mas Radit. Biar bagaimanapun aku harus menghadapi, tidak boleh lari dari masalah ini."Sabar, ya, Nak.
Baca selengkapnya
Bapak Gila!
Dasar janda gatel. Nggak usah nyumpahin orang lain segala. Bang Radit itu tidak mungkin kepincut dengan wanita lain. Cintanya hanya untukku seorang! Kamu tahu, apa sebabnya dia memilih aku … ah, sudahlah. Tidak perlu aku bongkar di sini. Takut kamu tambah sakit hati kalau tahu. Ha ha ha ha ha .Memangnya kenapa dengan anakmu? Jangan pernah dijadikan alasan anak kalian. Aku tidak akan membangunkan mas Radit. Dia baru saja tertidur pulas setelah aku servis luar dalam. Kalau mau ngomong, ngomong aja sekarang!" Desti masih berbicara dengan nada tinggi dan sombong. Dia merasa di atas angin karena berhasil mendapatkan Mas Radit."Anaknya sedang sakit. Dia ingin berbicara pada bapaknya saat ini. Tolong bangunkan mas Radit sekarang, Desti! Aku mohon! Sebagai seorang Ibu, apa yang akan kamu lakukan di saat anaknya panas tinggi dan menyebut-nyebut nama bapaknya? Tolong gunakan hati nuranimu. Kali ini saja." Suaraku melunak agar dia mau membangunkan suaminya. Tak lama kemudian terdengar suara D
Baca selengkapnya
Setelah Satu Tahun
"Terima kasih banyak, Bu. Saya Terima uangnya. Semoga acaranya berjalan dengan lancar. Semoga Ibu dan keluarga selalu diberikan keberkahan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala," ucapku setelah menerima uang pemberian Bu Ratih."Aamiin. Doa yang sama untuk Mbak Alina sekeluarga. Semoga Mbak Alina juga segera mendapatkan jodoh kembali. Monggo dihitung dulu uangnya, Mbak. Siapa tahu kurang." Senyum ramah Bu Ratih berikan padaku.Sebenarnya tanpa disuruh pun aku tetap menghitung jumlah uang yang Bu Ratih berikan. Uang kekurangan dari pembayaran brownies kering. DP sudah masuk dari beberapa hari sebelumnya sebagai tanda jadi. Bu Ratih salah satu langganan kue di tempatku. Kali ini dia memesan kue brownies sebanyak lima kilo untuk acara pernikahan adiknya, katanya. "Pas, Mbak? Atau kurang?" Bu Ratih memastikan setelah mencicipi kue yang aku antarkan. "Sudah pas, Bu. Semoga Ibu puas dengan rasa kuenya. Kalau begitu kami pamit dulu, Bu." "Saya selalu puas dengan citarasa kue produksi Mbak Alina.
Baca selengkapnya
Tuduhan Tanpa Dasar
[Wahai nyonya Radit yang terhormat! Kerasukan setan mana sehinga kamu ngomel-ngomel nggak jelas begitu? Ada masalah apa kamu menuduh aku begitu? Aku belum bisa move on dari Mas Radit? Salah besar. Bahkan untuk mengenang namanya juga aku enggan. Aku amat sangat bahagia tanpa kehadiran lelaki parasit itu. Bagaimana mungkin aku belum bisa move on darinya? Sejak aku tahu kalian telah menikah secara diam-diam, hati ini pun sudah mati untuknya. Oh ya, apa maksudmu susah melihatmu senang?][Sok polos! Bibirmu ngomong lupa di diam-diam masih kau sebut nama suamiku. Dasar munafik! Merasa nggak tahu apa-apa. Puas kamu sudah menghancurkan usaha kami. Puas kamu sudah membuat kami terpuruk! Sekarang kamu boleh menang, tapi ingat kemenanganmu itu tidak akan lama. Seumur hidup kamu tidak akan bahagia, Alina!] Astaghfirullah ….[Desti. Aku tidak mengerti apa pun yang kamu maksud. Aku bukan cenayang yang bisa tahu isi kepalamu. Katakan terus terang jangan terus menuduh dan memfitnah aku demikian. Ing
Baca selengkapnya
Siapa Dia?
Aku penasaran siapa lelaki yang menayangkan diri ini? Apa mungkin Bang Randu? Rasanya itu mustahil. Secara, dia sudah memiliki istri yang sedang hamil. Dan Bang Randu itu tipe lelaki setia. Mana mungkin menanyakan aku untuk dijadikan istrinya? Nggak lucu. Barangkali ada lelaki lain yang bertanya pada orang tuaku. Aku benar-benar dibuat penasaran oleh Bunda. Meskipun begitu, aku tak mungkin bertanya kepada Bapak secara langsung. Ah, biarlah beliau cerita sendiri. Toh, Bapak juga tidak mungkin mengambil keputusan sepihak tanpa bertanya padaku. Cepat atau lambat aku akan diberi tahu. Otak berhentilah penasaran. Aku hanya sekedar penasaran. Bukan berarti sudah siap untuk menikah kembali. Saat ini aku sudah bahagia dengan kehidupan kami. Aku dan Wildan. Anak lelaki itu sudah paham kalau bapaknya tidak akan pernah bisa hadir lagi dalam kehidupan kami. Dia pun sudah bahagia tanpa kehadiran bapaknya. Sepertinya untuk menikah lagi harus aku pikirkan puluhan kali. Rasanya tidak mudah untu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
15
DMCA.com Protection Status