Alina, adalah seorang istri yang mandiri, setia dan penyayang. Seorang menantu yang menyayangi mertuanya. Mendadak berubah menjadi wanita yang serba tega. Perempuan yang penuh cinta itu berubah menjadi mati rasa gara-gara suaminya. Apa yang menyebabkan Alina mati rasa? Temukan jawabannya di sini.
View MoreKetika Istri Mati Rasa
Bab 1"Rencananya kapan kalian akan menikah secara resmi?" Samar, aku mendengar obrolan di ruang tamu. Jelas sekali itu suara ibu mertua. Siapa yang akan menikah secara resmi? Tangan yang sudah siap mengetuk pintu aku urungkan. Mematung di depan pintu adalah pilihanku saat ini. Mencuri dengar obrolan mereka dengan tangan membopong Wildan yang sedang tidur."Radit belum tahu, Bu." Aku terperanjat , kaget mendengar jawaban mas Radit. Jantungku memompa darah lebih cepat dari biasanya. Ya Allah, apa maksud semua ini?Tidak, tidak mungkin suamiku menikah lagi. Aku pasti salah dengar. Hatiku menolak tapi pikiranku menyimpulkan sesuatu."Apa memang harus diresmikan pernikahan kalian, Dit? Apa tidak sebaiknya kamu ceraikan saja wanita itu. Ibu memikirkan perasaan Alina. Dia begitu baik selama ini, Nak. Ibu tak tega melihat dia terluka." Innalillahi … berarti pradugaku tadi benar.Detik ini rasanya duniaku runtuh. Apa yang aku dengar bukan lagi halusinasi atau sebuah mimpi. Dadaku sesak bagai kena hantaman bogem besar. Air mata luruh begitu saja beriringan dengan hancurnya hatiku. Kenapa kamu tega melakukan ini semua, Mas? Kenapa? Apa kurangku? Aku punya anak. Aku mengurus ibu dengan penuh kasih sayang. Apa salahku sampai hati kamu menduakan aku? Ingin rasanya aku mendobrak pintu dan mengumpat langsung di depan mas Radit. Namun, bukan itu yang aku butuhkan saat ini. Aku harus tenang untuk menghadapi mereka."Bu, tidak mungkin aku menceraikannya. Dia sama pentingnya dengan Alina. Sama-sama bermakna untuk Radit, Bu. Sebentar lagi Ralia masuk sekolah. Kami butuh status yang jelas di mata negara, Bu." Ya Allah … mereka sudah memiliki anak? Sudah mau sekolah? Artinya mereka menyembunyikan ini bertahun-tahun lamanya.Aku tak sanggup lagi mendengar pembicaraan ibu dan anak itu. Segera, aku mengetuk pintu setelah menyusut air mata dan mengatur napas. Seolah tidak terjadi apa-apa."Sayang, kok sudah pulang? Sama siapa? Sejak kapan sudah di sini?" Rentetan pertanyaan mas Radit ajukan padaku. Celingak-celinguk dia menatap ke arah jalan."Ya, Mas, kebetulan tadi aku nebeng Kang Dika, dia mau ada urusan di daerah sini. Sebentar, ya, aku menaruh Wildan dulu di kamar sekalian bersih-bersih." Aku tersenyum tipis ke arah mas Radit yang wajahnya terlihat kaget dan ke arah ibu yang memucat. Mungkin mereka takut aku mendengar semuanya. Terlambat!Segera, aku tidurkan Wildan ke ranjangnya dengan penuh hati-hati. Kutatap wajah polos yang tertidur dengan damai itu.Wildan bukan tipe orang yang mudah terganggu tidurnya dengan hal-hal kecil. Persis seperti bapaknya. Tidurnya selalu pulas dan tidak mudah bangun.Ah, mengingat bapaknya membuat dadaku semakin sesak saja. Apa yang membuat lelaki itu begitu tega mengkhianati pernikahan ini?Mereka yang terlalu pintar dan aku yang terlalu oon. Tak pernah curiga sedikitpun saat suami berminggu-minggu tak pulang ke sini. Aku terlalu percaya pada lelaki yang terlihat setia itu. Bagaimana tidak setia di mataku? Ia tak pernah sibuk dengan handphonenya. Selalu memanjakan dan menyayangi aku sebagai istrinya. Tak pernah menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Selalu dekat dengan anak meski jarang pulang.Tak pernah terlintas sedikitpun bahwa suamiku memiliki istri baru. Aku mengerjap berulang kali agar embun di mata ini tak menjadi anak sungai. Lekas, langkah kaki kubawa ke arah kamar. Sudah tak ada ibu ataupun mas Radit di ruang tamu. Ke mana mereka? Sudah selesaikah pembicaraan mereka?"Surprise untuk istri tercinta." Mas Radit memberikan buket bunga padaku ketika pintu kamar kubuka. Senyum terbaik dia suguhkan padaku. Manis sekali bukan? Dulu aku akan berbunga-bunga diberikan surprise seperti ini. Sekarang tersentuh pun tidak. Semua terasa basi."Terima kasih, Mas." Senyum tipis kuberikan pada lelaki yang terlihat sok romantis itu. Buket kuambil dari tangannya. Lekas, kutaruh di atas nakas tanpa ingin mencium aroma bunganya seperti dulu-dulu lagi."Sayang, Mas kangen." Mas Radit m merentangkan kedua tangannya ke arahku. Dulu dengan segera aku akan merangsek ke dada bidang itu. Sekarang semua terasa menjijikkan."Maaf, Mas. Aku mandi dulu, ya, sudah gerah banget ini." Lagi senyum tipis yang aku berikan padanya seraya masuk ke dalam kamar mandi. Gurat kecewa tercetak jelas di wajahnya. Kecewa yang kamu rasakan tak seberapa dibanding kecewa yang aku dapatkan, Mas!Kran air di bawah aku buka, begitu pun dengan kran shower. berharap menyamarkan suara isakan ku nantinya.Tumpah sudah pertahananku yang sempat kutahan. Air mataku luruh bersamaan dengan merosotnya tubuh ini ke lantai. Aku memeluk lutut di bawah shower yang mengucur. Percakapan ibu dan anak itu kembali terngiang di telingaku. Apa salahku sampai kamu tega melakukan ini semua, Mas? Apa alasan kamu menikah lagi, Mas? Aku rela jauh-jauh ke luar negeri untuk bisa merubah taraf hidup kamu, Mas. Hingga sekarang bisa terpandang karena memiliki lahan berhektar-hektar. Aku rela menjadi perawat ibumu agar kamu tenang dalam bekerja. Semua itu aku lakukan dengan tulus. Tapi apa yang aku berikan padaku, Mas? Sebuah pengkhianatan!Aku berjanji, Mas. Tidak akan tinggal diam atas semua perlakuanmu ini! Aku yakin sampai kapan pun kamu tidak akan pernah jujur padaku. Biarlah aku akan pura-pura tidak tahu, tapi akan banyak sekali perubahan sikapmu terhadapmu, Mas!"Mak … apa ini anak pertamamu, Mak?" Pak Sardi mengelus-elus punggung ibunya.Desti terkejut mendengar dirinya dianggap anak pertama Mak Teti."Apa maksudnya?" Desti berusaha melepaskan pelukannya wanita asing itu."Nduk, akulah ibumu kandungmu," jelas Mak Surti di sela isak tangisnya. Desti mematung mendengar penjelasan orang tua asing itu. Hati yang semula penuh sukacita karena ketemu Ralia, kini perasaan itu tidak lagi bisa dinarasikan."Ka — kamu perempuan perebut bapakku?" Ratmi yang sedari tadi dalam mode kalem kali ini meninggikan suaranya.Mak Teti menangis meraung di hadapan Ratmi. " Kamu anaknya Dalilah? Maafkan semua kesalahan ku di masa lalu, Nduk." Drama pertemuan ibu dan anak itu cukup lama berlangsung. Desti tidak bisa menerima begitu saja pengakuan wanita tua itu. Memang, Desti pernah mempertanyakan keberadaannya. Tapi, mantan istri Radit itu masih butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan ini. "Kenapa, Mak tega meninggalkan aku demi laki-laki lain? Kenapa?" cecar D
POV Author"Namamu siapa, Cah ayu?" tanya perempuan bernama Bu Timah — yang telah membantu memandikan dan meminjami baju ganti Ralia. Di sampingnya duduk seorang nenek."Ralia, Bude," jawab Ralia setelah meneguk segelas air putih pemberian tuan rumah."Kamu ingat di mana rumahmu, Nduk?" tanya Pak Sardi— suami dari Bu Timah.Ralia pun menyebutkan nama desa tempat tinggal ibunya selama ini. "Waduh … itu jauh sekali, Bu. Apa bisa kita ke sana?" Pak Sardi menatap istrinya.Sepasang suami istri yang tidak memiliki anak itu saling bersitatap. "Pak, sebaiknya orang tuanya saja yang suruh datang ke sini." Usulan Bu Timah diterima oleh suami dan ibu mertuanya."Ingat nggak nomor telepon ibumu, Nduk?" Pak Sardi menatap wajah bocah perempuan tersebut."Hanya ingat nomor Ayah." Ya, Ralia hanya mengingat nomor bapaknya. Karena memang sering menelpon bapaknya.Dengan segera Pak Sardi menghubungi nomor Radit. Bapaknya Ralia itu kaget mendengar kabar tentang Ralia. Setelah mengucapkan banyak terima
Ralia membekap mulutnya sendiri saat ada belatung yang loncat ke arah pipinya. Rasa jijik dan geli membelenggunya saat ini. Bergerak dan menimbulkan suara sedikit saja, membuat nasibnya terancam. Dia tahu di luar drum ada seseorang yang sedang berjalan mendekatinya.Mata Ralia membeliak sempurna saat tutup drum dibuka dari luar. Degup jantungnya bertalu lebih keras dari biasanya. Ralia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Di dalam hati, Ralia merapalkan doa pada Allah. Gadis cilik itu memohon perlindungan. Anak itu menahan rindu pada ibunya."Ya Allah … kalau Ralia ketangkap tolong pertemuan dengan Ibu terlebih dahulu. Ralia mau bilang, kalau Ralia sayang Ibu banyak-banyak. Ralia kangen Ibu Ya Allah …." Salah satu doa yang dipanjatkan Ralia di dalam hati saat melihat tangan laki-laki yang membuka drum tersebut. Ralia sudah pasrah bila pada akhirnya tertangkap. Tangan laki-laki yang penuh tato itu membuka tutup drum. Bau busuk yang menguar dari dalam drum menyelamatkan Ralia. Sebab akh
POV AuthorSuara kursi jatuh membuat nyali Ralia menciut seketika. Takut ditangkap mendominasi pikiran gadis kecil itu. Ralia merutuki kecerobohannya sendiri sebab secara tak sengaja kaki jenjangnya telah menyenggol kursi itu hingga membuat benda mati itu terjatuh. Walaupun, bocah perempuan yang memiliki badan lebih tinggi dari anak seusianya, itu sudah ada di atas jendela. Sesekali ia menoleh ke arah perempuan yang sedang tertidur itu. Untungnya, wanita yang bertugas menjaganya, tertidur seperti kerbau. Sehingga membuat gadis kecil itu sedikit bisa bergerak bebas.Ralia yang sudah terbiasa memanjat pohon tidak merasa takut saat menatap ke arah bawah jendela. Dengan sekali lompatan anak kecil itu sudah berhasil ke luar dari ruangan pengap tersebut. Ralia tersenyum sembari menepuk-nepuk tangannya yang terkena tanah. Anak Perempuan Radit itu merasa sedikit lega telah berhasil meloloskan diri. Namun, rasa bangga itu tidak begitu lama ia rasakan, sebab detik berikutnya terdengar suara te
POV Author"Maka apa?" Tidak sabar Desti menanti ucapan orang di seberang sana yang sengaja digantung. "Maka serahkan uang seratus juta. Atau kamu anakmu mati secara perlahan? Semua keputusan ada di tanganmu, Sayang." Perempuan yang memakai masker itu mendekati Ralia yang sedang duduk di kursi. "Ha ha ha. Seratus juta? Kamu pikir gampang cari uang sebanyak itu? Kalau mau uang itu kerja jangan malakin orang bisanya! Kamu pikir aku bodoh yang bisa dimanfaatkan manusia macam kalian! Ha ha ha." Tawa Desti meremehkan lawan bicaranya. Perempuan itu tidak yakin Ralia diculik orang tersebut. Desti pikir ini hanyalah akal-akalannya orang yang sedang mencari kesempatan dalam kesempitan. Sebab, beberapa jam lalu saka mengumumkan berita kehilangan Ralia di media sosial miliknya."Kamu pikir kami bercanda? Salah besar! Anakmu benar-benar dalam genggaman kami. Dengar suara anakmu kalau tidak percaya! Bocah cilik, kamu mau ngomong sama ibumu, kan? Nih ngomong! Cepetan!" Perempuan yang rambutnya d
Ketika Istri Mati RasaTubuhku membeku di tempat berdiri. Rasanya, aku tidak sanggup lagi melangkahkan kaki setelah mendengar obrolan orang yang tidak aku kenal itu. Bagaimana kalau perkiraan ku tidak meleset? Bagaimana kalau yang mereka bicarakan adalah Ralia? Apa aku masih sanggup untuk hidup di dunia ini? Dalam diam air mataku terus membanjiri pipi. Deras dan menganak sungai. Ketakutanku terlalu besar terhadap kondisi Ralia. Bayangan buruk tentang anakku sudah membayang dalam benak ini."Tan, ada apa? Kenapa menangis?" Saka bingung melihat air mataku yang terus berderai. Dia pun ikut mematung di belakangku. Aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan anaknya Mbak Ratmi. Otakku memerintahkan untuk berbicara, tapi lidahku kelu untuk berucap. Kata-kataku tercekat di tenggorokan."Yuk, kita ke sana." Saka menuntunku ke arah rumah seseorang yang ada di pojokan rumah lelaki yang menelpon tadi. Tepatnya Saka membawaku ke warung yang sedang ditutup. Di depannya ada kursi panjang. Kujatu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments