All Chapters of ISTRI 365 HARI: Chapter 71 - Chapter 80
110 Chapters
Teror
Kara membuka mata perlahan, yang pertama dilihatnya adalah Bagas yang menunduk di atasnya dengan wajah khawatir, lalu ia menoleh dan mendapati Nadine dan Arga yang juga sedang menanti Kara siuman. "Kar, ada yang sakit?" tanya Bagas memeriksa tubuh Kara. Kara menatap Bagas lalu tangisnya pecah. Arga memilih untuk menjauh setelah menepuk bahu Bagas pelan. "Gas, ini serius banget, lo mesti ngelakuin sesuatu," tukas Nadine lalu berjongkok di sisi Kara. "Lo gak pa pa kan Nyuk?" tanya Nadine sambil mengusap lengan Kara pelan. Kara mengangguk, dengan dibantu Bagas ia bangkit duduk bersandar pada sofa. "Saya juga dapet kiriman pesan aneh Kar, tapi sebaliknya dari yang kamu terima, dia ngancem akan nyakitin kamu bukan saya," ujar Bagas seraya duduk di sebelah Kara. "Siapa yang kira-kira ngelakuin ini Gas? Kamu ada gambaran?" tanya Kara menoleh menatap Bagas masih dengan matanya yang basah. Hidungnya mencium aroma amis yang ternyata berasal dari t-shirt putihnya yang belum diganti. "Saya ga
Read more
Di Antara Dua Tersangka
"Lo istirahat Nyuk, kalo lo gak mau tidur juga gue panggil dokter juga nih biar lo dikasih obat tidur!" omel Nadine karena Kara masih saja terjaga padahal jam sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi. "Bagas gimana Nyuk, dia belum juga bales pesan gue, telepon gue juga gak nyambung, HP nya mati, gimana kalo ada apa-apa sama dia!" oceh Kara dengan wajah ketakutan. Nadine memejamkan mata, sesungguhnya ia juga berpikiran sama dengan Kara. Tapi menimpali Kara hanyalah akan membuat Kara bertambah khawatir dan akan mengganggu kesehatannya. "Kar, lo percaya aja sama Bagas, dia akan baik-baik aja, dia gak akan ngebiarin dirinya terluka karena ada lo dan janin lo yang mesti dia jaga, trust me!" tukas Nadine berusaha keras membuat Kara tenang. Kata-kata Nadine cukup meyakinkan Kara, benar kata Nadine, Bagas tidak akan membiarkan dirinya terluka, karena Kara dan janin dalam perut Kara membutuhkannya! Setelah berkali-kali berdoa untuk keselamatan Bagas, akhirnya Kara mencoba untuk memejamkan mata w
Read more
Ternyata Dia!
"Gila kalian ya! Mana mungkin Ibu saya ngelakuin hal semacam itu? Bahkan seumur hidupnya dia gak pernah terobsesi dengan uang! Hubungan dengan Papa murni karena Ibu saya mencintai Papa!" seru Gavin pada Kara, Bagas dan Nadine. Wajah Bagas mengeras, "Jangan berbicara seolah mencintai laki-laki beristri adalah hal yang membanggakan!" bentak Bagas yang kesal mendengar kata-kata Gavin. Kara menyentuh lengan Bagas seolah mengatakan bahwa ini bukan waktunya untuk meributkan hal semacam itu. Kara yang hari ini sudah merasa lebih baik duduk tegak di atas tempat tidur rumah sakit. Ia menatap Gavin tajam, "kamu bisa buktikan?" tanya Kara. Gavin menghela nafas panjang, ia mengambil ponsel di saku celananya. "Liat! Ibu saya selama satu bulan belakangan berada di Magelang menjaga Eyang saya yang sedang sakit keras! Kalian bisa liat rekaman CCTV day by day, karena selama sebulan penuh Ibu saya tidak pergi kemana-mana!" jelas Gavin panjang lebar dengan nada gusar. "Kirim ke saya data CCTV-nya!
Read more
Rainbow After The Storm
Hari ini untuk pertama kalinya setelah beberapa hari belakangan, Kara merasakan kelegaan yang luar biasa. Ia tidak lagi merasa takut karena orang yang selama ini berniat mencelakai janinnya sudah mendekam di balik jeruji besi. Setelah melalui proses interogasi selama berjam-jam lamanya akhirnya Thalita mengakui semua perbuatannya. Motifnya seperti yang sudah Kara dan Bagas duga adalah untuk membuat Kara keguguran sehingga Bagas akan kembali lagi padanya. Kesehatan Kara sudah pulih seperti sedia kala, ia sudah kembali ke rumah dan Bagas juga sudah kembali sibuk dengan aktivitas kerjanya. Di kandungan Kara yang sudah menginjak usia tiga bulan, Kara masih tetap produktif dengan menghasilkan berlembar-lembar naskah skenario yang siap ia kirim ke production house terkemuka di Indonesia. Kara tahu jalannya tidak akan mudah, tapi demi bisa menambah penghasilannya dan Bagas, Kara tak akan menyerah. "Hari ini kamu kemana Gas?" tanya Kara sambil menyodorkan kopi yang baru dibuatnya pada Ba
Read more
Leaving On A Jet Plane
"Kita udah dipesankan kursi bisnis Gas, tapi cuma buat kita ber-lima, mereka pesankan sesuai data perusahaan," ujar Arga sambil menunjukkan sebuah email kepada Bagas. Bagas terdiam, "Nanti Kara saya pesankan pesawat terpisah aja," sahut Bagas bimbang. Kara yang menguping pembicaraan Bagas dan Arga menerobos masuk ke dalam, "Gas, saya gak ikut gak pa pa kok! Lagian kan ada Nadine, nanti saya bisa minta tolong dia buat sesekali nginep nemenin saya," tukas Kara yang tidak ingin membuat urusan bisnis Bagas dan perusahaan rintisan-nya yang diberi nama BAGGG menjadi ruwet karena Kara. "Kamu yakin?" tanya Bagas ragu. Kara mengangguk sambil tersenyum meyakinkan Bagas, "Yakin!" sahut Kara riang, ia tak ingin Bagas merasa bahwa Kara akan merasa sedih jika nanti ditinggalkan. Bagas terdiam, tampak berpikir. Lalu ia menatap Kara lagi, "Untuk Presentasi Program satu minggu, Kalau mereka tertarik, mungkin bisa molor sampai dua minggu, atau lebih," tukas Bagas yang merasa sangat berat meninggalkan
Read more
Kabar Baik!
Baru sehari setelah keberangkatan Bagas, Kara dikejutkan oleh sebuah panggilan telepon dari Mama Mertuanya. Dengan perasaan campur aduk, Kara menekan tombol hijau. "Ya Ma?" sapa Kara pelan. Di seberang sana Mama Bagas sempat terdiam selama beberapa lama. "Ma?" tanya Kara lagi. "Saya mau ketemu kamu, nanti sore bisa?" ujar Mama Bagas dengan suara datar dan serak. Kara mengigit bibirnya, haruskah ia menemui mertuanya? Ia takut jika hal buruk akan terjadi, tapi bagaimanapun beliau adalah mertua Kara. "Dimana Ma?" tanya Kara akhirnya setelah mengumpulkan keberanian. "Di Carol & Lewiss, jam empat sore," jawab Mama Bagas singkat. "Okay Ma," jawab Kara tak kalah singkatnya. Tak ada kata-kata 'see you there' atau apapun karena Mama Bagas langsung memutuskan sambungan telepon. [Gas, Mama kamu ngajak saya untuk ketemu di Carol & Lewiss sore ini, saya udah mengiyakan, gak pa pa kan?] [Gak pa pa Kar, she's my Mum, dia gak akan pernah melukai kamu, jangan khawatir, malah mungkin Mama mau memper
Read more
Ancaman Kedua
"Kar! PIMCO tertarik dengan produk kita, tapi..." suara Bagas terdengar menggantung di udara. Kara mengernyitkan keningnya, "Tapi apa?!" desak Kara dengan penasaran. Bagas menghela nafas panjang, "Tapi, kita harus pindah ke California Amerika!" seru Bagas dengan semangat. Kara tahu, harusnya ia bersemangat, tapi ia baru saja memulai kariernya di dunia kepenulisan naskah. "Kar?" tanya Bagas yang tak mendengar reaksi Kara sama sekali. "Eh iya Gas sorry sinyalnya jelek banget! Wahhhh So happy! Jadi kalian akan jadi bagian dari perusahaan mereka?" tanya Kara berpura-pura semangat, padahal otaknya melayang ke rencana project besar yang akan dikerjakannya dengan Andromeda. "Iya! Tebak kita dapat suntikan dana berapa?" goda Bagas yang sama sekali tak mendengar nada suara Kara yang berbeda. "Berapa?!" tanya Kara sambil menahan nafas. "Tiga Ratus Milyar Dollar! Kita bisa bayar Papa Kar! Kita BEBAS!" Kara tak pernah mendengar Bagas sesemangat ini sebelumnya. Mungkin sebaiknya Kara melupakan s
Read more
Bermuka Dua
Gavin membawa Kara ke sebuah penginapan milik temannya di kawasan puncak Jawa Barat. Yang jelas penginapan tersebut tidak diketahui lokasinya oleh Papa Bagas, sehingga cukup aman. Kara menghubungi Bagas, lalu ia dan Gavin berdiskusi dengan Bagas melalui sambungan video call. "Sepertinya Papa udah dengar tentang kabar BAGGG yang akan dapat suntikan dana dari PIMCO," tukas Bagas dengan wajah mengeras. Alis Kara beradu, "Terus kalau Papa tau kenapa? Bukannya malah bagus, bukannya Papa maunya kamu bayar semua uang yang udah kamu keluarin selama pernikahan dengan saya?" tanya Kara bingung. "Papa bohong Kar, saya pernah dengar Papa bilang kalau itu cuma akal-akalan Papa aja, karena Papa pikir Bagas gak akan mampu mengembalikan uang itu, inti sebenarnya adalah Papa gak mau kamu dan Bagas bersatu," jelas Gavin sambil menundukkan kepalanya. "Sejak Papa tau tentang siapa Kara sebenarnya, dia selalu bilang kalau anak dalam kandungan kamu akan menjadi masalah, makanya waktu kemarin Thalita men
Read more
Kembali Ke Giethoorn
Bandara Schiphol, Amsterdam tampak sama, namun perasaan Kara saat menginjakkan kaki di sana, sama sekali berbeda. Bulan ini, bulan Maret adalah awal dari pergantian dari musim dingin ke musim semi. Kara melihat langit yang berbeda dari terakhir kali ia melihatnya. Kara melangkah menyeret koper kecil yang di packing sembarang oleh Nadine menuju Coffee Shop tempat pertama ia dan Bagas bertemu. Ia berdiri di depan bar memesan es caramel machiato extra whipped cream kesukaannya. "Decaf please," tukas Kara yang baru tahu jika ia bisa mengkonsumsi kopi decaf alih-alih menghilangkan kebiasaan mengopi nya. Ia menatap ke arah sofa tempat yang pernah diduduki oleh Bagas. Senyum lebar menghiasi bibirnya saat teringat pertama kali Bagas menegurnya dan meminta Kara untuk memberikan hotelnya pada Bagas dengan imbalan bayaran 10 kali lipat yang akhirnya berakhir di angka 50 kali lipat karena Kara yang terlalu matre saat itu. Ia tidak pernah menyangka jika hal konyol itu dapat membawanya menjadi is
Read more
Pertemuan Terakhir
"Rasanya dulu kalian persis sekali seperti Tom & Jerry, tapi sekarang? Astaga bahkan saya dan Eline kalah mesra!" seru Curtis sambil menuang wine ke gelas Eline dan Bagas, ia melewatkan gelas Kara karena tahu Kara sedang hamil. Bagas dan Kara saling tatap sambil tersenyum kecil, "Saya juga tidak pernah menyangka kalau kami akan berakhir seperti ini," tukas Bagas sambil menatap Kara dalam."Wah Wah bahasa Belanda kamu sudah jauh lebih baik sekarang!" puji Eline yang sebelumnya tahu jika Bagas tidak terlalu pandai berbahasa Belanda. Dulu kali pertama mereka bertemu, Bagas selalu menjawab semua pertanyaan Eline dan Curtis dengan bahasa prancis. "Hahaa iya saya belajar banyak dari Kara!" jawab Bagas riang. Selanjutnya mereka menikmati makan malam sambil mengobrol hangat dan tertawa. Rasanya sudah lama sekali sejak mereka bisa tertawa selepas ini. Bagas seringkali menyentuh tangan Kara, seolah untuk menyadarkan Kara bahwa semua ini bukan mimpi belaka. Malam datang menyapa, Bagas mengajak
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status