Semua Bab ISTRI 365 HARI: Bab 51 - Bab 60
110 Bab
Happy Anniversary!
Beberapa waktu belakangan Gavin semakin gencar mendekati Kara. Ia selalu datang ke butik dan mengajak Kara keluar untuk makan siang. Jika malam tiba, Gavin akan mengirimkan makan malam untuk Kara, itu semua berlangsung selama beberapa bulan hingga membuat Kara merasa tidak nyaman. Namun entah mengapa ia merasa agak takut bersikap kasar pada Gavin, ia takut Gavin akan membocorkan rahasia pernikahan kontraknya. Karena bagaimanapun Ia harus melindungi Bagas. Lima bulan sudah berlalu sejak butik By Kara diresmikan. Semakin hari By Kara semakin dikenal oleh masyarakat luas karena desainnya yang simpel tapi bagus dan harganya yang cukup terjangkau di kalangan menengah ke atas. Kara menjual produknya secara online dengan website dan media sosial yang dengan sangat cepat dapat menjaring masyarakat usia produktif. Tak terasa juga pernikahan Kara dan Bagas sudah berjalan selama satu tahun. Selama itu pula mereka menahan perasaan satu sama lain tanpa pernah saling mengungkapkan. Bagas masih sa
Baca selengkapnya
Awal Dari Segalanya
"Apaan sih Gas? Gak jelas banget main tuduh aja! Saya gak tau maksud Gavin itu apa!" tukas Kara kesal. Bagas mendengus, "Dia jelas-jelas tau tentang pernikahan kontrak kita! Gak mungkin kamu gak ngomong apa-apa! Kamu pikir saya gak tau kalau Gavin suka dateng ke butik kamu! Jadi kalian ada rencana di belakang saya!" bentak Bagas dengan menggebu-gebu. Kara menarik nafas panjang, mungkin sebaiknya ia beritahu Bagas saja. "Justru saya ngelindungin kamu! Kamu itu selalu aja mojokin saya! Sebel! Gavin udah tau tentang kita sejak awal! Dia bahkan ngikutin kita sejak pertama kita ketemu di Schiphol! Papa yang suruh," terang Kara dengan nafas memburu. Bagas terbelalak, "Yang bener kamu? Kenapa Gavin gak kasih tau Papa saya?!" tanya Bagas tak habis pikir. Kara menggigit bibir, "Ummm, dia bilang sih kasian sama saya, soalnya dia takut kamu gak bayar hutang papa saya," jawab Kara takut-takut. Bagas mendengus, merasa jijik dan marah karena Gavin mengkhawatirkan Kara. "Berarti dia gak tau kalau
Baca selengkapnya
Bercak Merah
Suara alarm yang menjerit di ponsel membangunkan Kara, tangannya menggapai nakas mencari-cari ponsel yang biasanya ia letakkan di sana, namun Kara tak mendapatkannya. Merasa sangat terganggu dengan suara alarm, Kara bangkit dari tidurnya dengan mata yang masih mengantuk. Saat kesadarannya mulai kembali, Kara menjerit tertahan karena mendapati tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi, di sebelahnya Bagas terlihat sedang tertidur pulas dengan selimut rapat sampai ke dada. Jantung Kara berdebar kencang, ia segera bangkit dari tempat tidur dan berlari untuk mengenakan jubah mandi yang tergeletak di dekat sana. Ia baru sadar jika ia berada di dalam kamar Bagas. Setelah mengenakan jubah handuk, Kara membangunkan Bagas dengan wajah panik. "Gas! Bagas! Bangun!" ujar Kara seraya menggerakkan badan Bagas. Setelah beberapa lama, akhirnya Bagas membuka matanya dengan malas. "Apaaaaa?" tanya Bagas sambil memejamkan matanya lagi. "Ih bangun Gas! Gawat nih!" tukas Kara dengan nada s
Baca selengkapnya
Mulai Terang-Terangan
Keesokan harinya Kara terbangun dengan perasaan tak karuan. Ia berjungkir balik di atas tempat tidurnya karena merasa mulas setiap kali teringat apa yang ia dan Bagas lakukan di malam tahun baru. Bayang-bayang wajah dan tubuh Bagas selalu saja melintas di pelupuk matanya. Saking groginya, Kara tak ingin berpapasan dengan Bagas. Sialnya libur tahun baru masih panjang, sehingga Kara mau tak mau harus bertemu Bagas setiap harinya. Dengan perasaan tak menentu Kara bangkit dari tempat tidur lalu beranjak menuju ke kamar mandi. Di kamar mandi Kara berdiri di depan cermin besar yang memantulkan bayangan tubuhnya dari kepala sampai kaki. Kara membuka bajunya, memandang tubuhnya dengan lekat, ia tak percaya ia bisa kehilangan keperawanannya dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar. Kara menjambak rambutnya dengan kencang, merasa kesal dengan dirinya sendiri. Seharusnya ia tak melakukan hal itu dengan Bagas, sekarang ia benar-benar tak akan bisa melupakan Bagas. Setelah mandi Kara yang mer
Baca selengkapnya
Let's End This Drama
Kara sedang duduk bersama beberapa orang lainnya di bangku penonton menunggu Bagas bermain basket saat ponsel Bagas yang dipegangnya berdering, panggilan dari Thalita. Tadinya Kara enggan mengangkat, tapi Thalita terus menerus menelepon. "Halo!" sapa Kara riang. Di seberang sana Thalita sempat terdiam, "Kara?" tanya Thalita dengan nada tak percaya. "Iya ini Kara, kenapa Ta? Bagas nya lagi main Basket!" tukas Kara memberitahu. "Main basket? Sejak kapan kamu bisa nemenin Bagas main basket?!" pekik Thalita dengan nada benar-benar kesal. Kara malah justru terpancing untuk pamer, "Sejak hari ini, mungkin seterusnya!" ledek Kara yang sengaja membuat Thalita kesal. "You better watch your words Kar!" ancam Thalita tajam. "Or what?" tantang Kara. "Oh, nantang ya sekarang! You'll see!" Thalita segera mematikan teleponnya dengan gusar. Kara sebenarnya setengah was-was juga, bagaimana jika Thalita benar-benar marah dan langsung mengadukan tentang segalanya kepada orang tua Bagas? Setelah mengg
Baca selengkapnya
Dua Garis Merah
Satu bulan sudah berlalu sejak Bagas memutuskan untuk mengikuti saran Kara untuk bercerai lebih cepat sebelum kontrak berakhir. Kara melampiaskan perasaannya pada pekerjaan, ia sibuk bekerja sampai larut malam. Ia juga menolak ajakan Gavin yang selalu mengajaknya makan siang bersama dengan alasan sibuk. Kara berharap Gavin mengerti jika sesungguhnya Kara sedang menolaknya dengan halus. Setiap harinya Kara selalu kembali ke Penthouse tengah malam agar ia tak bertemu Bagas, bahkan ia selalu berangkat lebih awal di pagi harinya agar tak berpapasan dengan Bagas. Namun pagi ini rasanya Kara tak bersemangat, ia merasa agak pusing dan lemas. "Nyuk, gue lemes banget, hari ini gue gak ke kantor ya," tukas Kara saat menelepon Nadine. "Mau gue temenin ke dokter?" tawar Nadine. "Gak usah, cuma lemes doang, nanti juga sembuh," sahut Kara sambil memijit-mijit kepalanya. Dengan malas Kara beranjak menuju dapur. Ia mencari-cari jahe namun tak menemukannya, tiba-tiba ia sangat ingin meminum susu ja
Baca selengkapnya
Keputusan Akhir
Keesokan harinya Kara terbangun dengan perasaan yang tak menentu. Ia merasa sangat amat bodoh karena merusak segala rencana Bagas. Seharusnya mereka tidak melakukan hal bodoh itu di malam tahun baru. Sekarang semuanya jadi berantakan dan Kara sama sekali tak tahu bagaimana ia bisa mengembalikan semua pada tempatnya. Saat sedang merasa gelisah ia teringat ada sesuatu di dalam perutnya, entah dalam bentuk apa sekarang, mungkin gumpalan darah? Atau apa? Kara mengelus perutnya pelan. Sebuah ketukan di pintu mengejutkan Kara yang masih merebah di atas tempat tidur. Belum sempat Kara bangkit, Bagas sudah menerobos masuk dengan sebuah nampan di tangannya. "Sarapan dulu, abis ini kita langsung ke dokter," tukas Bagas lalu meletakkan nampan di atas meja. Belum sempat Kara menyahut Bagas sudah bergegas keluar dari kamar. Dengan gamang Kara memakan sereal yang dibuatkan Bagas. Ia juga menghabiskan satu gelas penuh susu karena khawatir janinnya kekurangan nutrisi. Setelah itu ia bergegas mandi
Baca selengkapnya
Penyihir Yang Murka
"Kamu mau bilang ke Thalita hari ini?!" seru Kara agak terkejut dengan keputusan Bagas yang cepat. Ia pikir Bagas akan menunggu beberapa saat sebelum memberitahukan segalanya pada semua orang. Tapi ternyata Bagas tak ingin membuat Kara menunggu terlalu lama. "Kamu makan yang bergizi ya, nanti saya kirim makanan ke butik, gak usah mikirin apa-apa, serahin semua sama saya," tukas Bagas sambil mengenakan dasi. Kara tersenyum malu-malu belum terbiasa dengan perhatian Bagas. "Ready?" tanya Bagas pada Kara yang masih duduk di atas stool. "Hah?" tanya Kara tak mengerti. "Mulai sekarang saya yang akan antar kamu kerja," tukas Bagas sambil mengulurkan tangan kepada Kara. Dengan perasaan berbunga Kara menerima uluran tangan Bagas. Setelah itu mereka berjalan bergandengan sambil sama-sama tersenyum menuju ke area parkir Penthouse. "Loh kok tumben di anterin?!" tanya Nadine yang berpapasan dengan Kara dan Bagas yang baru saja sampai di depan butik. Bagas turun membukakan pintu untuk Kara, memb
Baca selengkapnya
Bocor Sebelum Waktunya
"Hai Nad!" sapa Bagas saat keluar dari mobil hendak menjemput Kara. Nadine langsung berkacak pinggang, sebelum Nadine sempat membuka mulut Kara menggeleng, mencegah Nadine untuk berbicara tentang kedatangan Thalita tadi siang. Namun Bagas yang melihat gelagat Kara dan Nadine malah penasaran. "Kenapa Nad?" tanya Bagas, kali ini dengan mata yang memicing tajam. Nadine tak mempedulikan larangan Kara karena ia merasa Thalita sudah sangat keterlaluan. "Si Mak Lampir dateng tadi siang, ngelabrak Kara! Lo tau apa? Dia ngedorong Kara sampe jatoh!" tukas Nadine kesal. Bagas langsung menatap Kara, "kamu gak pa pa?" tanya Bagas sambil memeriksa tubuh Kara. Dengan wajah penuh amarah, Bagas mengambil ponsel di saku celananya. "JANGAN MELEWATI BATAS THA! SAYA BISA MELAKUKAN YANG LEBIH BURUK KALAU KAMU BERANI SENTUH KARA DAN JANIN DALAM KANDUNGANNYA SEKALI LAGI!" bentak Bagas pada Thalita lewat telepon. Kara sampai gemetar saking terkejutnya ia melihat amarah Bagas yang berapi-api. Sementara Nadi
Baca selengkapnya
Kehilangan Semuanya
"Bisa-bisanya kamu menipu saya! Kamu bikin Bagas kehilangan apa yang seharusnya jadi miliknya! Satu-satunya yang selalu saya perjuangkan! Harga diri dia di mata Papa nya! Kamu pikir kamu siapa?!" teriak Mama Bagas histeris, kali ini ia sudah berhenti memukuli Kara. Bagas masih menutupi Kara, menjadi tameng kalau-kalau Mama nya mendadak murka lagi. "Ma, aku udah bilang, aku yang menginisiasi pernikahan kontrak ini, bukan Kara! Dan sekarang dia hamil Ma, hamil cucu Mama! Udahlah Ma, mungkin emang udah saatnya aku lepas dari bayang-bayang Papa, Mama gak usah khawatir, I'll be fine," tukas Bagas dengan tenang, ia tak beranjak sedikitpun dari sisi Kara. Di balik tubuh Bagas, Kara menangis tersedu-sedu. "Omong kosong! Ini bukan hanya tentang kamu! Ini tentang harga diri kita Bagas! Gimana bisa kamu ngebiarin Gavin duduk di kursi kamu! Berlagak seperti anak sah Papa kamu! Kamu gak mikirin gimana perasaan Mama?! Gimana bisa kamu ngelakuin ini sama Mama! Seumur hidup Mama gak akan pernah bis
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status