All Chapters of JADI TETANGGA MANTAN: Chapter 11 - Chapter 20
47 Chapters
DIA MEMBUATKU TAK NYAMAN
"Mana Ibu tahu? Ibu cuma tahunya kamu teriak aja," kata Ibu.Syukurlah, pikirku. Ibu tak perlu tahu apa yang terjadi dalam rumah tanggaku. Segera kuturuti permintaan Ibu, agar dia tetap nyaman berada disini.***Dengan berat hati, kuturuti permintaan Ibu agar aku bisa menyelesaikan masalah dengan Mas Pras malam ini juga.Tentu saja, dia cukup terkejut melihatku kembali. Karena selama ini, kalau aku marah bisa lama dan mendiami-nya sampai berhari-hari."Maafkan Papa ya Ma ... Papa kan cuma mau—""Udah enggak usah ngomong yang bikin aku tambah kesal. Lain kali saja bahasnya. Aku mau tidur, jangan lupa besok uang dilebihin!"Sengaja kusela ucapan suamiku. Biasanya dia hanya minta maaf dan tetap tidak mau menerima kalau dia memang salah. Karena itulah, lebih baik kusela pembicaraannya daripada aku tambah kesal.Menjelang siang, kuantarkan beberapa bungkus pepes ikan mas ke rumah Teh Lina sebagai ucapan terima kasih atas bantuan dia dan suaminya.Menurut Teh Lina, suaminya pasti senang sek
Read more
KONDANGAN
Kesal rasanya ketika permintaanku ditolak. Padahal kan, aku hanya mencoba menghindar dari godaan mantan. Rasanya gemas melihat sikap suamiku ini. Nanti kalau aku benar-benar tergoda, awas saja menyesal, gerutuku dalam hati. Aku lalu beranjak ke tempat tidur dan berbaring di samping anak-anakku. Percuma saja kalau pembicaraan ini masih dilanjutkan, yang ada malah kami akan bertengkar lagi. Sedangkan, ada hati yang harus aku pikirkan di sini, ada Ibu.***Keesokan harinya, Bapak dan Anjeli adikku datang untuk menghadiri hajatan saudara, sekaligus menjemput Ibu. Mas Pras sengaja berangkat lebih siang, agar bisa menyambut mereka.Jauh hari, sudah kukirimkan pesan pada Anjeli mengenai Aa Hadi, agar dia ikut mewanti-wanti Bapak. Tapi sepertinya, Bapak juga rindu dengan Aa Hadi. Kulihat beberapa kali dia berpura-pura membuang abu rokok ke depan meski telah disediakan asbak."Bolak-balik terus Pak? Anjel pusing nih, mana lagi ngerjain tugas!" sungut adikku yang sibuk dengan laptopnya."Bapak
Read more
PERHATIAN YANG MENAKUTKAN
Ibu itu juga suka nyanyi dan naik ke panggung kalau ada yang hajatan. Karena itulah, Aa Hadi sering menyematkan nama Elvy di depan nama Ibu.Perjalanan yang kami lalui, sekitar dua jam dari rumah sampai ke tempat hajatan. Sampai disana, akad nikah baru saja akan dilaksanakan.Setelah akad nikah berlangsung, kami sempat jeda sebentar untuk berfoto bersama.Usai jam makan siang dan azan dzuhur, panggung segera dimulai.Ibu, Bapak dan Teh Lina asyik naik ke atas panggung sambil bernyanyi dengan para biduan. Mataku sempat mencari keberadaan Aa Hadi, tapi tidak ketemu. Mungkin, dia mencari angin segar dan merokok, pikirku.Sedangkan Anjeli, dia asyik bersama para pagar ayu yang juga sepupu-sepupu kami.Ku dudukan Hamdi dan Nindy di kursi, agar aku bisa mengambil es krim dan dimsum untuk mereka. Harapanku, mereka anteng dan aku bisa makan siang. Aku tak khawatir meninggalkan mereka sebentar, karena kursinya dekat dengan meja pagar ayu. Setelah mendapat es krim dan dimsum, aku kembali ke ana
Read more
PERMINTAAN TEH LINA
Setibanya di rumah, Mas Pras ternyata sudah pulang dan sedang menonton televisi.Begitu kami datang, dia langsung mengambil Nindy yang tertidur di gendongan Bapak.Tanpa sepatah kata pun, dia meletakan Nindy di dalam, lalu tidur di sampingnya. Segera kuletakan juga Hamdi di tengah-tengah.Setelah seharian lelah, aku semakin kesal karena Mas Pras tidak ada basa-basi sama sekali terhadap Bapak dan Ibu. Bisa kulihat raut wajah berbeda yang kentara jelas di wajah keduanya. Padahal saat bersama Aa Hadi dan Teh Lina tadi, Bapak dan Ibu terlihat bahagia."Sekali-kali ajak ngobrol Bapak sama Ibu, Pa!" pintaku sambil membersihkan wajah dari make-up."Apa yang mau di obrolin Ma? Mereka juga kelihatannya lelah!" katanya beralasan."Nggak usah ngobrol, setidaknya basa-basi kan bisa? Bapak masih di depan, jangan tidur dulu!" pintaku lagi."Kamu kenapa sih, Ma? Enggak biasanya menuntut seperti ini? Kamu kan tahu aku begini sejak dulu!" protesnya.Aku tidak ingin memperpanjang untuk menghindari pert
Read more
KELEWAT GROGI
Malam harinya, kuceritakan semuanya pada Mas Pras. Biar bagaimanapun, aku harus tetap meminta izin darinya."Berarti, Papa bisa kurangin uang belanja, dong, Ma? Kan waktu ada Ibu dan Bapak, pengeluaran Papa nambah dua kali lipat!" katanya mulai perhitungan.Tiba-tiba saja dadaku terasa panas. Kesal mendengar tanggapannya barusan. Ingin marah lagi, tapi tidak bisa. Hanya air mata yang tiba-tiba saja keluar dari pelupuk mata tanpa bisa kucegah.Melihatku menangis, Mas Pras terlihat kaget. Tidak biasanya aku begini tanpa marah-marah dulu. Aku lelah Mas, lelah!"Papa salah lagi ya?" tanyanya berlagak polos.Makin ke sini, aku semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran suamiku. Kenapa pelit dan perhitungannya semakin menjadi-jadi?Padahal, sebelum menikah, aku mengenal Mas Pras cukup lama. Dulu, dia tidak se-pelit ini. Kalau kata Anjeli sih, itu hanya tak-tik supaya bisa mendapatkan hatiku. Apapun akan dia bawakan untuk Ibu jika kami berkunjung ke kampung. Begitu juga dengan pesanan Anje
Read more
KEBOHONGAN MAS PRAS
"Dasar semprul!" gerutuku sambil menutup pintu dengan keras. Saking kerasnya, Nindy mencengkeram tanganku karena ketakutan.Ish, mau ditaro di mana muka ini? Malunya masih aja kebayang-bayang.Kuusap-usap wajah, jika kejadian tadi kembali berseliweran di kepala. Daripada tambah malu, lebih baik mengurung diri saja di rumah.Tapi hari ini, hari ulang tahunku bukan?Aa Hadi sendiri yang mengingatkan, padahal tadinya, aku benar-benar lupa.Jadi, bagaimana kalau hari ini aku pergi menyenangkan diri?Sudah lama sekali rasanya kaki ini tidak menginjak lantai mall. Lagipula, bukankah Ibu sudah memberiku uang untuk menyenangkan diri? Ah Ibu, terima kasih. Karena Ibu, Jani bisa menghirup kembali suasana segar di pusat perbelanjaan.Tapi bagaimana dengan kedua anakku?"Assalamualaikum ...!" suara Ranti membuyarkan lamunanku."Wa'alaikumusalam!""Tan, ini Hamdi udah bosan kayaknya!" Ranti menyerahkan Hamdi yang terlihat mulai gelisah. Lalu terlintas di pikiranku, bagaimana kalau mengajak Ranti
Read more
PULANG KAMPUNG
"Berapa Papa kirim uang untuk Prita setiap bulannya?" Aku terus mengulangi pertanyaan yang sama karena Mas Pras tidak kunjung menjawab.Wajahnya terlihat sangat terkejut dan pucat mendengar pertanyaanku."Berapa?" sentakku lagi. Ini sudah lewat tengah malam, tapi aku tidak peduli kalau suaraku akan terdengar oleh tetangga."Itu ... itu biaya kuliah Prita Ma, adik kandungku!" jelasnya. Dengan penegasan 'adik kandungku', aku yakin dia tidak punya rasa bersalah.Kuusap wajah dan mencoba menghentikan air mata yang mengalir begitu saja tanpa bisa kuhentikan. Hatiku benar-benar hancur saat ini. Bukan karena aku hitung-hitungan terhadap adik Mas Pras. Tapi aku merasa tertipu selama ini.Uang yang sejatinya dia bilang akan ditabung untuk membeli rumah setiap bulannya, nyatanya dia pakai untuk biaya kuliah dan biaya hidup adiknya selama tinggal di tempat kost.Mungkin ceritanya akan lain, kalau saja dia mengatakan semuanya dan tidak dzalim pada keluarganya sendiri. Tapi yang kulihat, kehidupa
Read more
DIJEMPUT MAS PRAS
Dasar mantan semprul!Bukankah itu mobil Aa Hadi?Kenapa malah dia yang menyusulku ke sini?Kulihat Ibu tergopoh-gopoh menyambutnya.Untung saja Bapak belum pulang, karena jam segini masih di kebun. Kalau tidak bisa tambah riweuh, ada dia di sini.Sedangkan aku, aku tidak beranjak sedikitpun dari tempat duduk. Dua belas tahun berlalu, ternyata dia masih hapal saja jalan menuju ke rumah ini.Dulu, beberapa kali aku sempat mengajaknya ke sini. Karena itulah, Bapak, Ibu dan Anjeli sangat dekat dengannya.***Setelah bicara sebentar dan membuatkan teh manis, Ibu meninggalkan kami berdua. Dan aku masih saja diam seribu bahasa. Bau khas parfum yang sejak dulu dia pakai, cukup mengganggu perasaan dan hidung minimalis milikku. Terlebih, Aa Hadi, malah mengambil tempat, tepat di sampingku.Aku bergeming, meski jantungku terasa jedag-jedug tidak keruan."Kamu bertengkar sama suami, ya?" tebaknya sambil menatapku.Bagaimana dia bisa tahu kalau aku bertengkar dengan Mas Pras? Apa suaraku terla
Read more
SAKIT BENERAN
"Kenapa Papa enggak marah sama Mama soal Pak Hadi?" tanyaku penuh selidik. Sejak tadi, pertanyaan itu terus menggangguku."Papa sadar kok Ma, selama ini belum bisa jadi suami yang baik. Karena itu, Papa malah malu, saat mengingat mantan Mama lebih perhatian sama Mama ...," jelasnya lirih.Sepertinya, dia memang benar-benar telah berubah. Karena aku tidak pernah melihatnya seperti ini sebelumnya. Akhirnya, kuturuti juga permintaan Mas Pras untuk pulang ke rumah, hari itu juga. Sebagai gantinya, aku mewanti-wanti dia supaya diam dan Teh Lina tidak perlu tahu masa laluku dengan Aa Hadi.Dia setuju dan mengerti hubunganku yang sudah terjalin baik dengan Teh Lina.Heummm, rasanya Mas Pras jadi terlihat lebih ganteng dua kali lipat kalau menuruti keinginan Jani. Uhuk!Sesampainya di rumah, mataku dibuat terbelalak oleh pemandangan yang ada. Sedangkan Mas Pras hanya senyum-senyum saja melihatku yang mulai kembali emosi.Baju kotor, piring kotor dan rumah yang berantakan. Semakin menambah le
Read more
KEDATANGAN SARAH
"Assalamualaikum Tante ...!" Suara Ranti dari luar, cukup mengagetkan dan membuat kami saling bepandangan.Mas Pras lalu berjalan membukakan pintu."Waalaikumusalam, masuk, Ran!" perintahku tanpa beranjak. Maklum, masih lemas."Nindy sama Hamdi mana Tan? Kangen juga aku sama dua bocah itu, udah lama enggak gendong!" kata Ranti sembari masuk menghampiriku .Ranti ini kebiasaan. Kalau manggil Tante suka nggak selesai. Setengah-setengah begitu, kan jadi enggak enak didengernya!"Tidur di kamar tuh, habis makan," sahutku."Ehm, muka Tante pucat banget, sakit ya, Tan?" tanyanya terlihat khawatir."Iya Ran, sepertinya Tante kecapek-an di jalan waktu pulang kampung itu," kataku menerka.Mas Pras yang ada di hadapanku, memandang dengan khawatir."Belum enakan ya, Ma?" "Belum, Pa!""Ranti, Bagaimana kalau Om titip Nindy sama Hamdi? Om mau bawa Tante Jani ke dokter ...."Hah? Apa enggak salah denger ini? Tumben peka! Biasanya kalau belum berhari-hari, nggak bakal dibawa ke dokter."Iya Om, sa
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status