All Chapters of Asisten Kesayangan CEO Angkuh: Chapter 21 - Chapter 30
104 Chapters
21. Meminta Ijin
"Tidak akan pernah. Dia dari awal untukku, maka selamanya akan seperti itu," jawab Raka dingin. Ia mulai kembali menatap Rara yang sejak tadi hanya diam, dan memperhatikan kubikelnya yang baru saja jadi. Benar kata wakil direkturnya. Ruangan itu terlalu sederhana. Bagaimana ia akan bergerak melakukan investigasi di perusahaan ini? Miris memang, tapi mau bagaimana lagi. Mungkin ia harus memikirkan sendiri, bagaimana nanti dirinya dapat bekerja dengan nyaman. "Jika tidak bersedia memberikan Rara padaku, maka berikan dia ruangan yang layak untuknya bekerja. Bukankah ada ruangan kosong di samping ruanganmu? Di belakang meja sekretarismu itu. Kau pindahkan saja meja sekretaris kemari dan biarkan Rara menggunakan ruangan itu. Paling tidak, Rara juga bisa mengawasi kinerja sekretarismu itu, biar tidak sibuk dandan melulu," usul Wisnu, yang langsung menyindir Susan yang saat itu juga tengah memperhatikan mereka. Raka memikirkan usulan Wisnu, lalu memberi kode agar ketiga pria yang masih me
Read more
22. Igauan Rara
Sepanjang perjalanan Raka memikirkan alasan yang dikemukakan oleh Rara. Benarkah perusahaannya saat ini benar-benar sedang kacau? Ia masih menyangsikan itu. Di matanya, perusahaan yang ia pimpin masih baik-baik saja. Laporan yang ia terima setiap akhir bulan juga selalu menunjukkan perkembangan. Perkembangan? Ini yang sejak tadi diributkan oleh Wisnu. Menurut wakil direkturnya itu. Perusahaan mereka tidak menunjukkan kemajuan sesuai yang diharapkan. Dan jika diteliti lebih jauh, ada banyak data yang tidak sesuai dengan yang ada di lapangan. Wisnu sering kali mengecek bagian produksi. Barang mentah begitu banyak tapi laporan barang jadi yang terjual tidak sepadan dengan hasil produksi yang dihasilkan. Dan ia sudah berulang kali membicarakan hal ini pada Raka tapi jawabannya selalu saja sama, tidak mungkin terjadi kecurangan. Mobil Raka akhirnya terparkir dengan sempurna di parkir lantai dasar gedung apartemennya. Rasa kantuk yang semula menggelayui kedua matanya sirna sudah. Resep ko
Read more
23. Peringatan Rara
Pikiran Raka yang dipenuhi dengan igauan Rara yang beberapa menit lalu ia dengar, membuat Raka tidak sadar jika khasiat susu sebagai mood stabilizer mulai bekerja. Gelombang rasa kantuk mulai datang menyerangnya. Berulang kali dirinya menguap dan rasa berat mulai menggantung di dua kelopak matanya. Matanya mulai berair, dan lama kelamaan ia tidak dapat menahan lagi kantuknya. Raka berjalan masuk ke dalam kamarnya dengan sempoyongan, dan sambil terus menguap. Saat dirinya melihat kasur, bantal dan gulingnya, Raka mempercepat jalannya dan segera merebahkan dirinya dengan posisi serampangan, hingga akhirnya, ia tidak mengigat apapun. Raka sudah berpindah alam. -0- Rara seketika terjaga. Sebagian tubuhnya terasa sakit. Kedua matanya masih setengah terbuka, kesadarannya-pun belum genap seratus persen. Ada dimana dirinya sekarang? Rara melihat sekelilingnya. Ini jelas bukan kamarnya. Kamarnya tidak mungkin ada kursi dan meja makan sekaligus. Perhatiannya berhenti pada kresek putih da
Read more
24. Menjadi Orang Lain
Rara kembali ke ruangannya, dan ia mendapati Wisnu masih setia menunggu di sana. Wisnu terus menatap Rara hingga gadis itu duduk di kursinya. "Ada apa? Kalian bertengkar? Mengapa aku merasa kalian berdua seperti sepasang kekasih?" "Kekasih dilihat darimana, Pak? Jangan bercanda yang aneh-aneh deh," sungut Rara. Ia masih merasa kesal dengan Raka. Mengapa ada orang yang begitu keras kepala. Tangannya sudah sangat gatal untuk menarik orang-orang yang ia curigai sejak kedatangannya di kantor ini. "Kamu ingin melakukan sesuatu?" Wisnu tampaknya mengerti jika Rara sedang merasa kesal. "Bolehkah saya mengambil datanya sekarang?" "Biarkan mereka mengantarkannya kemari. Aku tidak akan membiarkanmu menjadi seperti karyawan biasa. Ingat, Ra. Kamu adalah tangan kanan pemilik perusahaan ini, maka jagalah wibawa Om Wid. Kamu mengerti maksuduku?" "Tapi mereka akan tahu jika saya sedang menyelidiki mereka," jawab Rara. Ini adalah ketakutan terbesarnya. Jika mereka mengetahui dirinya sedang me
Read more
25. Rapat Dadakan
Wisnu tidak langsung menyetujui permintaan Rara yang tidak pernah terlintas dalam benaknya sekalipun. Ini terlalu berbahaya. Bagaimana jika sampai Raka tahu? Pria berkacamata itu terus menatap Rara yang juga terus menatap dirinya, menanti jawaban atas permintaannya. "Tidak ada ide lain? Mengapa ide itu yang kamu pilih?" "Tidak ada, Pak. Saya pikir itu adalah ide terbaik." Wisnu menggelengkan kepalanya sekali lagi. Ia masih tidak percaya jika gadis di depannya itu memiliki ide sangat aneh dan sangat beresiko. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? "Menjadi dua orang dalam waktu yang bersamaan?" ulang Wisnu memutar-mutar pena di tangan kanannya. "Bukan di waktu yang sama, tapi di tempat yang sama," ralat Rara. "Hanya berbeda sedikit tapi kamu tahu? Itu sangat berbahaya. Di divisi mana aku harus menempatkanmu?" "Tidak akan berbahaya, jika saya melakukannya dengan benar," ucap Rara bersikukuh. "Boleh ya, Pak?" rayu Rara. "Aku tidak dapat membantumu jika terjadi sesuatu nanti."
Read more
26. Rencana Raka 1
"Jangan pernah mengira aku akan diam saja. Apapun yang kamu lakukan tidak akan luput dari pengawasanku!" ujar Raka penuh ancaman. "Bukan begitu, Pak. Saya belum bisa memberitahukan semua pada Bapak...." "Apa lagi? Kamu harus melakukan penyelidikan lagi?? Sudahlah, Rara. Hentikan semua omong kosongmu itu! Tidak ada pengkhianat di sini. Mereka semua adalah pegawai lama Papa. Loyalitas mereka tidak perlu diragukan lagi. Justru yang baru seperti dirimu itu yang perlu dikhawatirkan, dan mendapatkan perhatian lebih." 'Aaah! Mengapa jadi seperti ini??' keluh Rara dalam hati. 'Tidak mungkinkan ia membuka semua rencananya pada orang yang jelas-jelas tidak menyukai kedatangan dan keberadaanya di perusahaan ini. Ingin rasanya Rara mengatakan jika dirinya bukan satu dua tahun mengikuti Widjanarko. Bahwa dirinya mungkin lebih lama mengenal Widjanarko dibandingkan beberapa pegawai yang dimaksudkan Raka. Tapi Rara mengurungkan keinginannya. Raka tidak akan pernah mendengarkan perkataannya. Diriny
Read more
27. Dia Asistenku
"Tenang, Pak. Saya sama sekali tidak tertarik dengan semua urusan Bapak, tapi..." jawab Rara, dan masih menatap kertas di tangannya, lalu menatap langit di luar sana. Cuaca masih begitu cerah. "Yang namanya meeting tidak ada kaitannya dengan waktu. Jika itu akan membawa banyak keuntungan bagi perusahaan, tidak masalah. Tengah malampun tidak masalah." Rara menelan salivanya dengan kasar dan penuh emosi. Cara bisnis macam apa itu. Bekerja tanpa mengenal waktu. Seseorang tidak akan bisa membuat keputusan yang tepat dan bijaksana, bila keadaaan tubuh dan pikirannya tidak dalam kondisi yang baik. Selain akan membawa kerugian di masa datang, juga tidak akan mendatangkan manfaat yang besar bagi perusahaan. Tapi, Rara tidak mau ambil pusing. Ia tidak akan memberi masukan apapun. Ia hanya akan melakukan tugas yang diberikan Widjanarko padanya. "Baik, Pak. Silakan menunggu di lobi." Rara segera meninggalkan ruangan Raka, mengabaikan tatapan atasannya yang sama sekali tidak ia mengerti mak
Read more
28. Suara Berisik
Rara terpaksa menyimak pembicaraan yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan pekerjaannya. Proyek yang tidak menarik menurutnya. Tidak sesuai dengan kiblat perusahaan mereka, kecuali atasannya itu memiliki bisnis lain selain fashion. Begitu pembicaraan itu membahas soal pendanaan, Raka langsung terdiam. Ia tidak lagi banyak bicara, membuat Evan meliriknya. "Kenapa?" Raka hanya menatap sekilas pria itu lalu menyandarkan punggungnya dengan malas. Dari mana ia mendapatkan dana? Perusahaannya saja sedang membutuhkan begitu banyak dana. Rara sendiri sudah tidak tertarik dari awal. Karena kalaupun ada suntikan dana, maka dana itu akan ia gunakan untuk membenahi perusahaan milik mereka sendiri, bukan usaha baru yang belum jelas keberhasilannya. "Aku tidak bisa bergabung kali ini. Perusahaanku sendiri sedang membutuhkan banyak dana." Evan melirik ke arah Rara. "Apakah karena itu dia ada di sini?" Dengan sangat terpaksa, Raka menganggukkan kepalanya. Ia mulai menceritakan awal mengapa
Read more
29. Aku Butuh Dia
Rara tidak bersemangat untuk datang ke kantor hari ini. Perseteruannya dengan atasannya semalam, membuatnya merasa sakit hati. Perkataan Raka yang begitu kasar sudah menyinggung perasaannya. Memang ada masalah apa dengan diri atasannya itu, jika dirinya tidak pernah dekat dengan pria manapun selama hidupnya? Mengapa pria itu menjadi semakin jahat jika sudah membicarakan soal hubungan antara pria dan wanita? Rara menendang satu kerikil dengan kerasnya. Dia tidak peduli kemana arah kerikil itu jatuh. Yang penting saat ini, ia dapat menyalurkan kekesalannya. Semakin dipikir, semakin ia merasa kesal. Semakin merasa kesal, semakin dirinya ingin menganiaya pria itu. Langkahnya semakin dekat dengan kantor, membuat Rar semakin memperlambat kecepatan melangkahnya. Hari ini, ia berencana untuk menemui Wisnu, untuk membicarakan rencana yang pernah ia utarakan beberapa waktu lalu, akan tetapi kejadian semalam membuatnya malas. Dengan penuh perjuangan, akhirnya Rara berhasil sampai di depan rua
Read more
30. Untouchable
Raka terjatuh dari sofa tempatnya duduk. Ia menatap sebal ke arah Wisnu yang berdiri di depannya, masih dengan mengangkat kedua tangannya, bersiap untuk kembali melayangkan tinjunya ke arah Raka. "Apa yang kau lakukan?!!"serunya, setengah berteriak. Ia tidak terima diperlakukan tidak manusiawi oleh Wisnu. Rahangnya terasa panas. Luka itu mulai terlihat memar dan membiru. "Kau yang seharusnya menjawab pertanyaanku! Apa yang sudah kalian lakukan, hah??!!! Mengapa kalian ini seperti sepasang kekasih? Bertengkar, rukun lalu bertengkar kembali. Aku sungguh bingung. Jelaskan padaku, ada hubungan apa diantara kalian? Tidak usah berbelit-belit!" "Tidak ada hubungan apa-apa. Dilihat dari mana aku dan dia seperti sepasang kekasih? Aku tidak menyukainya. Aku hanya membutuhkan dia untuk mengurangi rasa stres-ku," jelas Raka. Ia menolak mentah-mentah semua tuduhan Wisnu. Wisnu kembali mendengar kata-kata yang membuat pikirannya kacau. Rasa tidak terima kembali merudungnya. Ia tidak suka mende
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status