All Chapters of Asisten Kesayangan CEO Angkuh: Chapter 31 - Chapter 40
104 Chapters
31. Mutiara Defa
Suara ketukan mengganggu Dewa yang sedang memilah setoran desain yang dikumpulkan oleh anak buahnya. Saking seriusnya, ia tidak menyadari jika Bowo sudah mengomel di balik pintu ruangan yang di kunci dari dalam. Telepon di ruangan itu akhirnya berdering, memaksa Dewa untuk menghentikan kegiatannya sejenak. "Ada apa?!" jawab Dewa ketus. Ia merasa sangat terganggu. *Katakan padaku jika kau ingin membatalkan permintaanmu kemarin, maka aku dengan senang hati akan memberikannya pada divisi umum, hanya di divisi umum saja. "Apa kau bilang? Jangan macam-macam. Aku sangat membutuhkannya sekarang!" *Jika memang benar kau membutuhkannya, mengapa kau biarkan kami berdiri di depan pintu ruanganmu sejak sepuluh menit yang lalu? "Apa???!" *Cepat buka pintunya!" Bowo semakin tidak sabaran. Pria berambut setengah kuning itu bergegas membukakan pintu. Wajah galak Bowo menyambutnya, dan seorang gadis dengan senyum mengembang tipis menatap lekat matanya. 'Hmm, siapa dia?' gumam Dewa sambil ter
Read more
32. Tolong Temukan Asistenku
Raka menerima berkas dari kepala divisi personalia yang dititipkan pada Susan, saat dirinya sedang tidak ada di tempat. Ia membuka berkas itu dan terpaku pada foto yang terselip di sana. Satu pas foto yang dijepit dengan paper clip di pojok kanan atas lembar pertama, menarik perhatiannya. Perempuan? Mengapa bukan laki-laki yang diterima untuk pekerjaan ini? Bertugas di dua divisi sekaligus. Apakah gadis itu bisa melakukan pekerjaannya dengan baik? "Mengapa perempuan? Tidak adakah kandidat laki-laki yang melamar untuk posisi ini?" tanya Raka kepada Bowo, kepala divisi personalia, lewat telpon, "Ada tapi hanya satu, Pak. Sayangnya, hasil tesnya tidak sebaik Mutiara." "Mutiara?" ulang Raka, lalu menatap biodata yang tertera. "Mutiara Defa nama lengkapnya, Pak." "Suruh dia menemuiku sebelum jam makan siang," perintah Raka pada Bowo, sebelum mengakhiri percakapan itu. Bowo mengumpat dalam hati. Ia lupa untuk membawa Mutiara menemui direktur mereka. Ia hanya membawa Mutiara bertemu de
Read more
33. Dokumen Penting
Rara merasakan tubuhnya menjadi kaku mendengar permintaan atasannya. Jantungnya berdetak kencang seperti layaknya seseorang yang baru saja selesai ikut lari marathon 5k, Bibirnya seketika menganga. Ia tidak dapat berpikir jernih. Satu yang ada dalam benaknya saat ini, yaitu lari. Ia harus segera meninggalkan tempat ini agar kecemasannya tidak terbaca oleh Raka. Ia masih berharap Raka tidak mengetahui jika gadis yang bernama Mutiara Defa, adalah asisten pribadi yang sedang dicarinya, dan sekarang sedang berbicara dengannya. "Mengapa diam saja? Apakah kamu tidak sanggup menerima tugasku?" Raka menatap tidak suka ke arah Rara. Bagaimana mungkin seseorang yang baru saja diterima bekerja, sudah mengaku kalah sebelum melakukan tugas yang diberikan kepadanya? "Maksud saya begini, Pak. Saya khawatir saya tidak bisa melaksanakan tugas dari Bapak, karena saya sudah diberi tugas dan tanggung jawab di dua divisi. Saya tidak berani menyanggupi permintaan Bapak, karena tenaga saya terbatas." Ra
Read more
34. Karena Aku Mulai Membutuhkanmu
Rara memulai pekerjaannya. Ia harus bersikap hati-hati. Sangat hati-hati. Saat ini ia sedang berada di pusat pe-manipulatif-an data. Ia tidak bisa bersikap sembarangan. Ada banyak mata di tempat itu, dan ia harus ekstra waspada. Tatapan matanya tidak bisa jauh dari jam dinding yang berada tepat di depannya. Ia mengerjakan pekerjaannya hari itu dengan kewaspadaan tingkat tinggi, khawatir, jangan-jangan orang-orang divisi keuangan mulai menyadari nilai dokumen yang sedang ia gandakan sekarang. Rara menghabiskan waktu sekitar setengah jam untuk menyelesaikan pekerjaannya. Gadis itu lupa jika kedatangannya sedang dinanti oleh bos kecilnya. Karena terlalu fokus pada dokumen-dokumen yang baru saja selesai ia gandakan, Rara tidak mengetahui jika Raka sudah mengirimkannya pesan singkat berulang kali. Saat ia mengeluarkan ponselnya untuk mengambil foto dokumen-dokumen itu, panggilan Raka masuk, membuat Rara gugup. Gadis itu berjalan dengan cepat, meninggalkan ruang penggandaan, mencari kama
Read more
35. Senjata Makan Tuan
Entah apa yang ada di pikiran Raka. Ia sendiri tidak sadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Karena tidak menyadari ucapannya, Raka menatap heran ekspresi Rara yang begitu terkejut mendengar perkataannya barusan. Satu menit kemudian, Rara justru terkekeh, membuat Raka merasa tidak percaya diri. "Apakah ada sesuatu yang aneh di wajahku hingga dirimu tertawa dan menatapku seperti itu?" tanya Raka menatap Rara. Ia merasa sedikit tersinggung. "Eh-Anu. Tidak, Pak. Tidak apa-apa. Hanya saja ... Apakah Bapak serius dengan ucapan Bapak barusan?" Akhirnya Rara memberanikan diri menanyakan hal yang membuatnya tidak dapat menahan tawa, akibat ucapan atasannya itu. "Memangnya aku tadi mengatakan apa?" tanya pria itu. Ia tidak ingat sama sekali apa yang telah ia ucapkan tadi. Rara kembali terkekeh. Perkiraannya benar. Raka hanya bergurau untuk membuat dirinya merasa tersanjung dan mulai mengucapkan kata-kata yang tidak jelas. "Bapak ini lucu. Siang-siang begini melawak. Bagus juga sih.
Read more
36. Akibat Ide Gila
Rara hanya bisa melihat sebal atasannya. Hari itu, dirinya gagal total menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Raka padanya. Waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk mengerjakan dokumen-dokumen yang menumpuk di meja Raka, terbuang percuma hanya karena secangkir kopi. "Pokoknya, aku tidak mau tahu, Semua berkas ini harus kamu selesaikan malam ini juga! Bila perlu kamu bawa pulang sekalian atau kamu kerjakan di sini. Terserah." Raka menatap Rara penuh dendam. Bagaimana tidak dendam. Rencana awal yang ia buat sedemikian rapi untuk menjebak gadis itu, meski berhasil tapi justru membuat dirinya menderita. Rara menghela napas panjang. Mimpi apa dia semalam, harus mengalami hari buruk seperti sekarang ini. Tidak bisa berkelit dan menghindar, selain menyelesaikan semua dokumen itu malam ini. Raka melangkah keluar meninggalkan Rara sendiri. Pria itu terlihat tidak peduli dengan tumpukan dokumen di meja kerjanya. Yang ada dibenaknya adalah amarah karena merasa termakan jebakannya sendiri
Read more
37. Aku Menunggumu
Raka tanpa sadar mendesah hebat. Baru ini ia merasakan sensasi seperti ini. Kedua matanya masih terpejam. Ia takut khilaf lebih jauh. Ia tidak tahu jika suara desahannya terdengar oleh Rara sehingga gadis itu bingung sendiri. Permainan kedua wanita itu begitu hebat. Jika permainan itu diteruskan, maka Raka tidak akan pernah mengenal kata berhenti. Sayangnya, desahan Raka berhenti dengan tiba-tiba. Pikirannya seperti baru saja disiram dengan air es, hingga membuatnya tersadar. "Keluar kalian semua!!!" Suara Raka menggelegar. Ada amarah terdengar di sana. Ada kecewa dan sedih yang mengiringinya. Kedua wanita itu dengan terpaksa menghentikan semua gerakan dan permainan mereka, dan segera mengenakan kembali pakaian mereka, pergi meninggalkan ruangan itu melalui pintu rahasia. Raka berjalan cepat ke toilet dan langsung mengguyur tubuhnya dengan air pancuran. Untungnya, ia masih mengenakan separuh pakaiannya. Hanya kemeja yang terlepas dari tubuhnya. Ia bergumam, mengutuk dirinya sendir
Read more
38. Hari Yang Aneh
Rara tidak mampu mengucap sepatah kata pun. Ia teringat pada foto-foto dokumen yang ia dapat hari ini, dan tersimpan rapi di ponselnya. Ponsel? Aaargggh! Rara menjadi gugup. Dimana ponselnya? Mengapa ia lupa? Bagaimana jika atasannya yang super menyebalkan ini sampai menemukan ponselnya? Apa yang akan ia katakan? Apa yang harus ia jadikan alasan? "Hei!!" tegur Raka kesal. Ia semakin kesal karena dibiarkan berdiri begitu lama di depan pintu, tanpa sepatah kata sambutan dari Rara. Meski ia benar-benar tamu tidak diundang, seharusnya Rara tetap memberikan sambutan padanya, meski hanya sebuah sambutan kecil sekalipun. Kalimat sapaan misalnya. Tsk. CEO ini mulai menuntut yang tidak-tidak. Rara tetap bergeming. Pikirannya sedang tidak berada di sini sekarang. Ia memang menatap Raka tapi pikirannya terbang ke dalam rumah, berusaha mencari ponselnya yang tiba-tiba raib. "Hei! Beginikah caramu menyambut atasanmu?" Raka tidak lagi mempedulikan Rara. Usai pertanyaannya itu, ia, tanpa menunggu
Read more
39. Intuisi Widjanarko
Rara mengangsurkan bungkusan yang masih panas itu kepada Raka. Namun pria itu bergeming. Sambutan Raka tidak seperti sebelumnya. Wajah pria itu kini tegang dan dingin. Rara menjadi tidak nyaman. 'Apakah telah terjadi sesuatu saat aku pergi tadi?' gumam Rara pada dirinya sendiri. Ia mencuri-curi pandang ke arah Raka, yang kini meletakkan siku tangan kanannya di jendela, dengan tangan menutupi separuh wajahnya. 'Sebaiknya aku mencari jalan aman. Kabur,' bisik Rara pada dirinya sendiri. Ia tidak ingin menjadi tong sampah yang menampung kemarahan sang atasan. Kepalanya sudah cukup pusing dengan target yang sudah ia buat untuk dirinya sendiri, yang hingga saat ini belum ada progres yang berarti. "Apa yang membuatmu begitu dipuja oleh papa?" Tiba-tiba Raka bersuara dan mengajukan pertanyaan yang sama sekali tidak bisa dijawab oleh Rara. Gadis itu terdiam. Ia tidak bisa berkata apa pun. "Mengapa dirimu begitu bernilai di mata mereka daripada aku?" Raka mulai berkeluh kesah, dan Rara m
Read more
40. Laporan Rara
"Maaf, Pak. Mak-Maksuud Bapak ... Hee, Saya tidak paham." Jangan ditanya bagaimana gugupnya Rara, begitu mendengar usulan Widjanarko. Menikahkan dirinya dengan Raka? Atasannya sendiri yang masih labil itu? Rara kembali bertanya dalam hati tentang semua kejadian akhir-akhir ini. Apakah Tuhan sedang bercanda dengannya hari ini? Mengapa semua begitu aneh? "Apakah kamu bersedia menikah dengan Raka?" Widjanarko mengulangi usulnya. "Tidak." Jawaban Rara begitu tegas hingga Widjanarko terkejut. Tidak biasanya asisten kepercayaannya ini menolak usulannya. Apakah Raka tidak masuk kriteria gadis ini? "Mengapa? Apakah dia kurang tampan?" Widjanarko mengira Raka tidak sesuai dengan standar Rara. "Eh?! Bukan begitu, Pak. Pak Raka sangat tampan dan beliau pantas untuk mendapatkan pendamping yang sepadan, bukan yang seperti saya. Saya tidak pantas untuk Pak Raka." "Raraaa ..." Widjanarko tidak suka mendengar jawaban Rara yang seperti ini. Di matanya dan Ratih, Rara adalah sosok gadis cantik
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status