All Chapters of Asisten Kesayangan CEO Angkuh: Chapter 41 - Chapter 50
104 Chapters
41. Temuan Wisnu, Kecurigaan Rara
Widjanarko masih duduk termenung di kursi ruang kerjanya, sepeninggal Raka dan Rara. Jika bukan karena Ratih, diskusi antara suaminya dan asistennya akan terus berlanjut hingga pagi. Laporan dari Rara menggelitik rasa ingin tahunya lebih jauh. Tiba-tiba ia ingin datang berkunjung ke perusahaan Raka besok pagi, dan ia tidak akan memberitahu Raka maupun Rara. Ia akan datang memberi kejutan kepada semua orang di sana. Ketukan di pintu ruang kerjanya, membuyarkan angan Widjanarko. Pria paruh baya itu bergegas membukakan pintu dan melangkah keluar, berjalan beriringan dengan Ratih. Rasa lelah baru dirasakan oleh Widjanarko begitu melihat jam dinding di ruang tengah. "Hampir Subuh, Pa." Ratih melirik sekilas Widjanarko sebelum membuka pintu kamar mereka. Sindiran halus karena pembicaraan Widjanarko dan Rara begitu lama, membuat wanita itu menahan kantuknya. "Mereka berdua sudah pulang?" Widjanarko masuk ke dalam kamar besar itu. "Sudah. Dua puluh menit yang lalu." "Oooh." Hanya itu yang
Read more
42. Ijin Berbatas Waktu
"Itu perkiraan saya saja, Pak. Saya orangnya curigaan sih, Pak. Jadi ya begitu. Susah untuk berpikir baik kalau kasusnya sudah seperti ini. Makanya Pak Raka uring-uringan terus sama saya. Beliau tidak terima dengan tuduhan saya jika ada oknum karyawannya yang sudah bermain curang di sini." Wisnu tidak melepaskan tatapannya dari Rara. Ia suka melihat Rara berbicara panjang seperti ini. Gadis itu memang berbeda. Andai saja mereka bertemu lebih awal, mungkin ia akan melamar Rara. Wisnu tidak fokus dengan semua yang dijelaskan Rara. Ia asyik menikmati gaya lugas Rara yang menceritakan semua pasal yang menjadi pertengkaran dirinya dengan Raka. "Jadi, apakah Bapak sependapat dengan saya? tanya Rara mengamati wajah Wisnu yang sejak tadi menatap ke arahnya. "Aku merasa kalian ini seperti sepasang kekasih. Terkadang pertengkaran kalian terjadi hanya karena hal-hal sepele. Malah tidak ada kaitannya sama sekali dengan pekerjaan." Jawaban Wisnu melenceng jauh dari pertanyaan Rara. Rara terte
Read more
43. Sidak 1
"Berbatas waktu?" Rara tidak paham. "Aku akan menelponmu nanti." Raka meninggalkan Rara sendiri. Tanpa banyak berpikir, Rara langsung berlari mengejar Wisnu. Ia berharap Wisnu belum melaju meninggalkan perusahaan ini. Ia belum tahu letak bagian produksi. Ia hanya tahu daerahnya saja. Rara mencari sosok Wisnu, namun ia gagal menemukan pria itu. Ponselnya tiba-tiba berdering. Dengan terburu-buru ia mengangkat panggilan itu. *Apakah ia mengijinkanmu pergi? Pak Wisnu. Batin Rara bersorak gembira. "Boleh, Pak. Pak Raka mengijinkan saya untuk ikut dengan Bapak." Nada bicara Rara begitu riang, membuat Wisnu terkekeh karenanya. *Benarkah? Raka membiarkanmu pergi bersamaku? Tidak cemburu? "Mengapa harus cemburu sama Bapak? Saya kan tidak ada hubungan apa-apa sama bapak berdua," jawab Rara begitu polos. *Lihat ke arah jam 9. Waktu kita tinggal sedikit. Rara memutar tubuhnya mengikuti petunjuk Wisnu dan ia menemukan tangan Wisnu melambai ke arahnya. Dengan setengah berlari, Rara mendek
Read more
44. Teman Tidur
Rara tidak menemukan sesuatu yang ganjil dalam dokumen persediaan bahan baku. Ia menata kembali tumpukan dokumen yang sebelumnya ia baca. Netranya menerawang, menembus awan. Joni mendekat ketika Rara menanyakan perihal pembelian bahan baku. "Siapa yang bertanggungjawab soal pembelian bahan baku? Apakah dilakukan dari sini atau langsung kantor cabang?" "Kantor cabang, Mbak, berdasarkan laporan persediaan bahan baku yang ada di sini. Jika persediaan tinggal tiga puluh persen, maka wajib mengajukan permintaan penambahan bahan baku ke kantor pusat, hmm, maksud saya kantor cabang." "Tidak salah. Perusahaan ini berkantor pusat di jalan Merdeka, sedangkan semua anak perusahaan memiliki induk perusahaan yang berpusat di ibu kota," jelas Rara panjang lebar. "Tidak pernahkah orang cabang datang kemari, untuk mengecek secara langsung persediaan di sini?" lanjut Rara. "Tidak pernah, Mbak," jawab Joni jujur. Selama ia bekerja di perusahaan ini, tidak pernah ada inspeksi mengenai keadaan di
Read more
45. Menolak Kenyataan
Raka semakin mengikis jarak antara dirinya dengan Rara, mengabaikan pertanyaan bodoh gadis itu. Pertanyaan yang bagi Raka adalah pertanyaan sok polos dari seorang gadis yang sudah hidup bertahun-tahun di luar negeri. Bodoh karena tidak mungkin gadis itu tidak mengerti dengan sinyal yang sudah ia kirimkan. "Pak, Saya ijin ke kamar kecil." Rara mencari cara untuk menjauh dari atasannya yang kini tampak begitu mengerikan baginya. Ia tidak suka terjebak dalam suasana yang seperti ini. Tidak baik bagi dirinya, bagi jantung maupun pikirannya. "Ada apa? Aku tidak melakukan apapun padamu. Belum. Aku bahkan belum memulainya." Raka semakin mendesak Rara hingga tubuh Rara menabrak dinding di belakangnya. "Lebih baik, Bapak tidak usah memulainya," potong Rara dengan cepat. Ia harus menghentikan semuanya sebelum terlambat. "Memulai apa?" Raka mulai memainkan kata-katanya untuk terus mempermainkan perasaan Rara. Ada kesenangan tersendiri baginya saat melihat wajah Rara yang panik, setiap menden
Read more
46. Sinyal Bahaya
Netra Rara membesar sejenak. Perasaan aneh mulai menyelimuti dirinya. Terasa meremang, membuatnya panas-dingin, tidak karuan. Mengapa mencarinya lagi? Belum cukupkah membuatnya tersiksa? Rara menundukkan kepalanya, saat Rudy melewati dirinya, keluar mencari asisten Raka yang tidak lain adalah dirinya. Untung ia menggunakan wajah lain saat ini, setidaknya ia bisa terhindar dari situasi yang sama sekali tidak nyaman bagi dirinya. Rara memilih untuk datang ke ruangan divisi desain. Ia mengatur ponselnya tanpa suara. Khawatir jika Raka akan menghubunginya. Rara berjalan sambil membuka galeri fotonya, memperhatikan foto-foto dokumen yang kemarin ia foto dan belum sempat ia periksa. "Selamat siang, Difa." Sebuah sapaan mengejutkan Rara. Ia yang terlalu fokus dengan ponselnya tidak menyadari jika ia sudah tiba di depan ruangan divisi desain. "Oh-Eh. Iya. Selamat Siang Pak Dewa." Rara membungkukkan sedikit tubuhnya. "Aku mengejutkanmu?" Dewa melangkah masuk menuju mejanya di pojok ruan
Read more
47. Sinyal Bahaya 2
Rara secepat kilat pergi ke ruangan personalia, memberitahu jika ia sedang disuruh menemani asisten pribadi Raka."Apakah ia sudah kembali?" Rudi justru balik bertanya pada Rara."Kurang tahu, Pak. Tapi saya disuruh untuk menemaninya bertemu dengan Pak Raka."Rudi tertegun mendengar jawaban Rara. Mengapa asisten pribadi Pak Raka justru meminta anak baru untuk menemaninya menemui atasannya sendiri?Bukannya terbalik? Difa yang seharusnya meminta bantuan Rara untuk menemaninya bertemu dengan Raka."Aku merasa aneh dengan jawabanmu." Rudi masih mencoba memahami kalimat yang diucapkan Rara, namun ia langsung memblok pikirannya untuk menghentikan aksinya. Toh itu bukan urusannya. Ada yang harus ia dahulukan daripada mencari tahu sesuatu yang bukan urusannya."Sudahlah. Pergilah. Nanti langsung saja kamu pulang. Ingat DIfa, Jangan terlalu malam pulangnya. Bahaya!""Baik, Pak." Rara segera meninggalkan ruangan personalia.-0-"Kemana saja tadi? Urusan kita belum selesai." Raka ingin mendengar
Read more
48. Hanya Kamu Yang Bisa
Rara tidak menjawab. Ia harus menemukan cara bagaimana keluar dari kamar ini. Sinyal bahaya semakin kuat dan itu membuatnya semakin panik. Raka terkekeh. "Ayolah, Rara. Mustahil kamu tidak tahu olah raga apa yang aku maksud. Bukankah lawan main olah ragaku sudah ada dan kini berdiri tepat di hadapanku?" Rara merasa panas dingin. Ia tidak menampik ucapan Raka tapi ia tidak setuju jika yang dimaksud Raka lawan main atasannya itu adalah dirinya. Ia bukan wanita seperti itu. Ia punya harga diri yang akan ia pertahankan sampai mati. "Saya paham dengan maksud, Bapak tapi saya tidak setuju dengan kalimat terakhir. Saya bukan lawan main yang tepat untuk olah raga yang dimaksudkan Bapak." Suara Rara terdengar sedikit bergetar. Nada ketakutan, panik dan tidak terima, berkumpul menjadi satu, dan itu membuat Rara setengah mati mengutarakan pendapatnya. Raka mengedikkan bahunya. Ia tidak mau tahu, dan ia tidak mau mendengar alasan apapun dari Rara. Ekspresi penolakan gadis itu semakin membua
Read more
49. Sumpah Rara
"Sekarang?" Doni panik begitu mendengar perintah dadakan Raka. Sepagi ini menelpon minta dijemput dan diantar ke kantor? Apa yang sudah terjadi? "Baik, Pak. Mohon tunggu sebentar. Saya akan bersiap dulu." Doni langsung mematikan ponsel dan bergegas mengenakan pakaian kerja lengkap dengan jas hitamnya. Ia segera meraih kunci mobil yang terletak di atas nakas di samping tempat tidurnya. Tidak sampai lima belas menit, Doni sudah berdiri tepat di depan pintu apartemen Raka. Doni membuka pintu itu setelah menghadapkan kedua matanya di alat pemindai. Ia celingukan mencari sosok Raka. Tidak menemukan sosok yang ia cari, justru ia mendengar erang kesakitan Raka. Pria itu tidak pernah merasakan sakit sebelumnya. Ini adalah pertama kalinya ia terluka. Itupun karena sukses diinjak oleh Rara dengan sepatu pantofelnya. "Booos!!" seru Doni panik. Ia panik melihat Raka yang sedang kesakitan, memegangi lututnya. Sekejap, Doni lupa jika Raka lebih sering bersikap hiperbolis setiap ia terkena m
Read more
50. Percayalah Padaku
"Ada apa dengan penglihatanmu?" Doni dengan intens menatap wajah Rara. Netra yang ada di balik kacamata hitam itu menarik perhatiannya. 'Sakit apa gadis ini?' "I-Itu, Pak. Mata saya sejak kemarin malam sakit, terus mengeluarkan kotoran dan berwarna merah. Kalau orang jawa bilang, belek-an, Pak." "Ooh, itu. Bawa saja ke klinik, agar segera ditangani dan cepat sembuh." "Baik, Pak. Terima kasih." "Ya." Doni kembali pada ponselnya, menjauh dari gadis berkacamata hitam., yang tidak lain adalah Rara dengan identitasnya sebagai Mutiara Difa. Rara menghembuskan napas lega. Setidaknya ia selamat untuk hari ini, tanpa harus melewati banyak interogasi. Yang lebih membahagiakan dirinya, ia tidak perlu bertemu dengan pria jahat semalam, Raka. Setidaknya untuk hari ini. Di ruangan lain di waktu yang sama, Wisnu duduk termangu sambil menggenggam erat ponselnya. Pikirannya dipenuhi nama satu gadis, yang sejak kemarin sore tidak bisa ia hubungi sama sekali. Ia masih khawatir dengan keberadaan gad
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status