Semua Bab Ketika Perjaka Terpikat Janda: Bab 21 - Bab 30
59 Bab
Bab 21.  Bukan Rasa Sesaat
"A-aku sayang kepadamu," ucapnya dengan menggeser kursinya ke arahku.Hatiku yang sejak tadi berdebar semakin bedegup kencang. Ini anugrah atau cobaan?Cangkir Capucino yang sedari tadi aku pegang, aku letakkan di atas meja.Aku tersenyum kemudian tertawa terkekeh, bersamaan usahaku menekan desiran yang menyelusup begitu dalam. Memenangkan logika yang ada untuk menyingkirkan rasa yang mulai mencandui hati ini. Aku tidak mau terjebak dengan rasa picisan ini."Mas Ilham, sadar tidak ucapan yang baru saja. Jangan terkecoh dengan rasa sesaat. Itu hanya perasaanmu karena kebetulan sekarang hanya aku temanmu. Kita belum lama kenal, bahkan kita belum saling tahu. Iya, kan?" kataku berusaha meyakinkannya.Dia menggeleng tanpa menyurutkan tatapan yang meneduhkan ini. Aku menghela napas, berusaha menguatkan diri dan tidak terhanyut dengan romansa yang dia ciptakan."Maaf, saya wanita dewasa yang tidak mau terjebak dengan perasaan seperti itu. Atau bermain-main dengan perasaan hati seperti an
Baca selengkapnya
Bab 22. Membersamainya
Hari mulai beranjak siang, kami meneruskan perjalanan ke percetakan. Seperti rencanaku semula, aku menghapus nomor ponselku pada label saus. Sebagai gantinya aku cantumkan alamat dan sosial media yang khusus aku buat untuk produk ini.Kami masih harus menunggu dua jam sampai label selesai dicetak. Sengaja aku belum mencetak dalam jumlah besar, masih ada yang harus aku perbaiki..Kami menunggu di tempat makan di seberang jalan percetakan."Kenapa kamu menghapus nomor telponmu? Karena mantan suami kamu menghubungimu? Bukankan lebih baik kamu ganti nomor pribadi saja? Jadi, nomor lama tetap untuk produk ini," tanya Mas Ilham."Tidak. Itu bukan alasan yang utama. Walaupun karena peristiwa kemarin yang mempercepat keputusanku," kataku. Kami berdiri antri untuk pesan makanan.Tempat makan ini seperti warteg, lauk dan sayur berjejer di estalase dan kita tinggal menunjuk apa saja yang kita mau."Aku pilihkan saja, deh," ujarnya di belakangku."Mas Ilham, aku tidak tahu selera kamu," kataku d
Baca selengkapnya
Bab 23.  Kata Hati
"Kartika .... Kartika."Suara memanggil terdengar samar. Aku buka mataku secara berlahan, wajah Mas Ilham yang tersenyum tepat di depan wajahku."Kamu tertidur," ujarnya kemudian duduk di sebelahku."Maaf," ucapku sambil duduk tegak merapikan baju dan rambutku. Tersadar, karena empuknya sofa dan dinginnya ruangan, aku sudah menyerah pada pelukan mimpi."Inilah ruang kerjaku. Aku sudah lama tidak singgah di sini!" teriaknya."Sebenarnya tidak terlalu jauh dari kampung. Kenapa sampai lama tidak singgah ke sini. Apa tidak pengaruh terhadap pekerjaan?" Aku lontarkan pertanyaanku yang sedari tadi bercokol di kepalaku "Karena aku keasikan di kampung. Nemenin kamu," jawabnya terkesan asal."Jangan ngaco, Mas. Kita baru kenal belum ada satu bulan, baru beberapa minggu. Nemenin yang lain, kalik!" ucapku sambil tertawa. Alasan yang lebih mirip dengan rayuan gombal.Dia menghela napas panjang dan menoleh ke arahku. "Aku lama di Kalimantan. Kamu cemburu?" "Tidak. Atas dasar apa aku harus cembur
Baca selengkapnya
Bab 24.  Video Champaign Kita
Beberapa saat kami melebur rasa. Hati kami saling berbicara dalam keterdiaman. Rasa nyaman dalam dekapannya membuatku kalah. Sejenak, kami tertarik dunia lain yang hanya ada kami berdua. Berpagut rasa dan harapan."Kamu mau menerima tawaranku tadi, kan? Atau, kita jadian saja?" tanyanya setelah mengurai pelukannya."Bukannya kita sudah sepakat ketika di cafe tadi pagi?""E-iya, sih. Tetapi mendengarmu menyebut laki-laki lain, aku tidak suka. Aku batalkan pembicaraan yang di cafe tadi!" ucapnya dan dia beranjak dari sofa menuju meja kerjanya dan mengambil sesuatu di laci.Aku memandangnya yang menghampiriku. Dia tersenyum dan meraih tanganku."Sementara, aku ikat kamu pakai ini. Setelah kamu yakin kepadaku, aku akan membawa keluargaku ke rumahmu."Seperti terhipnotis akan pesonanya, aku hanya mampu terdiam dan memandangnya. Dia memakaikan gelang rantai berwarna silver dengan bandul-bandul kecil berbentuk hati dan bintang. Terlihat cantik.Aku memandang kepalanya yang menunduk. Hati i
Baca selengkapnya
Bab 25.  Tertepat?
Selama masa off jualanku di marketplace, aku fokus dengan projekku. Pastinya ada Mas Ilham yang menemaniku.Konsep yang aku rencanakan menampilkan dengan menampilkan keceriaan anak-anak. Hal ini sebagai simbol konsumen yang harus dilindungi akan kesehatannya. Kemudian kita tonjolkan lahan tomat dengan udara yang murni dan hasil yang segar. Dilanjutkan produksi saus sampai ke pengemasan. Eksekusinya, produk saus yang dinikmati.Huuft ... begitu banyak yang akan disampaikan, dan hanya dalam waktu enam puluh detik. Harus bekerja keras dan pintar "Konsepnya yang kamu jelaskan tadi. Kamu tidak usah kawatir dengan hasil video. Aku yang akan mengedit. Kita rekam-rekam saja," terang Mas Ilham.Pagi ini kami akan merekam tentang pertanian. Kami berangkat sangat pagi. Kata Mas Ilham, sinar matahari pagi yang masih menyorot miring dan kabut tipis akan menghasilkan video yang eksotik. Apalagi nanti ada iring-iringan petani yang menyusuri pematang dengan membawa tomat segar di keranjang.Set
Baca selengkapnya
Bab 26. Update Status
"Tidak. Aku ingin jalan-jalan denganmu. Hari besuk aku seharian di depan komputer membuat video ini," terangnya dan sekarang mobil belok ke arah yang bertuliskan danau.Danau ini terletak di puncak bukit ujung kampung. Jalannya sudah bagus karena ini adalah jalan tembusan ke desa sebelah. Banyak mobil lalu lalang di sini, terutama pada hari libur. Danau ini termasuk tujuan wisata di daerah ini.Suasana masih alami dengan pemandangan alam sangat indah. Udara dingin menyeruak menyentuh kulitku ketika kami memasuki kawasan danau. Kabut tipis terlihat mengambang di permukaan danau. Ada beberapa penjual jagung bakar, baunya menyusup kontras dengan dinginnya udara disini.Kami duduk di pinggir danau, menikmati pemandangan sambil menikmati jagung bakar dan segelas kopi susu. Di sudut sana, beberapa sepeda motor terparkir. Beberapa remaja muda-mudi menggelar tikar disebelahnya. Mereka berbincang, bercanda begitu riang. Sesekali terdengar gelak tawa memecah heningnya suasana. Bercanda bersa
Baca selengkapnya
Bab 27. Akhirnya
POV ILHAMAku pernah melihat dia.Saat itu aku ada janji bertemu dengan Daniel di Restoran Lembayung. Dia dulu adalah mentor bisnisku ketika aku mengikuti Busines Challenge yang diadakan perusahaan swasta. Walaupun sudah satu tahun yang lalu, tetapi kami masih sering berjumpa, dan kami bersahabat.Sengaja aku duduk di dekat jendela, aku memilih meja kecil yang berisi dua kursi. Saat itu restoran tidak terlalu ramai, ada beberapa meja yang terisi tamu. Sekitar enam meja saja.Ada yang menarik perhatianku, meja sederet yang terselang dengan satu meja. Seorang laki-laki dan wanita yang berbincang serius. Walaupun tidak berteriak, terlihat dari wajah si wanita kalau mereka bersitegang. Aku tidak menguping, tetapi karena jarak kami tidak jauh, aku mendengar jelas apa yang dibicarakan.Laki-laki keterlaluan sekali. Memberi pilihan dimadu atau dicerai, si wanita diminta untuk memilih. Permintaan yang gila! Padahal wanitanya tidak jelek, malah terlihat cantik alami walaupun dalam balutan p
Baca selengkapnya
Bab 28.  Canduku
POV KARTIKAHariku terasa sepi.Kehadirannya sudah menjadi canduku, bahkan ibu pun merasakan hal yang sama. "Ilham belum ke sini? Itu, ibu sudah sisihkan makan siang di panci blirik. Ada semur daging dan kentang. Nanti kamu angetin! Kerupuk udang ada di toples. Dia pernah cerita kalau tidak bisa makanan pedas, makanya ibu masak semur untuknya! Kacang hijau, ibu simpan di kulkas. Dia kan suka minuman dingin!" kata ibu sambil bersiap akan pergi ke Bali Desa.Ada kegiatan Posyandu yang diadakan rutin setiap bulan. Ibu salah satu pengurusnya.Balita ditimbang dan ditulis di lembaran grafik pertumbuhan normal. Jadi apabila dibawah normal, akan segera diketahui. Ada petugas Puskesmas yang mendampingi. Sebelum pulang, mereka akan disuguhi makanan sehat seperti kacang hijau yang dibuat ibu tadi."Mas Ilham hari ini tidak ke sini, Bu. Tadi sudah Tika kirim Roti tawar. Kang Bejo yang ambil ketika tadi Ibu ke rumah Bu Diah," jelasku."Yah, Tika! Kalau begitu, simpan di kulkas!"Wah, bakalan ad
Baca selengkapnya
Bab 29. Masuk Perangkap
Aku menggeloyor pergi ke dapur, memanaskan semur masakan ibu tadi. Kemudian aku siapkan placemate kain dengan hiasan sulaman Ibu, yang diatasnya aku taruh piring dan sendok garpu. Gelas tinggi berisi air putih.Semur Daging aku sajikan di mangkuk besar dan ditaburi bawang goreng. Selesai."Mas Ilham! Makanannya sudah siap!" teriakku. Ibu sudah pergi, terlihat dia mengamati foto-foto lama yang dipajang di atas buffet. Mendengar panggilanku, dia langsung melangkah ke meja makan yang aku sudah duduk di sana."Semur buatan ibu pasti enak!" teriaknya sambil menyodorkan piring kosong minta di ambilkan."Kenapa, sih, tidak mau ambil sendiri? Semua sudah di siapkan!" ucapku sambil mengambilkan makanan untuknya."Kalau diambilkan kamu rasanya lain. Lebih enak," katanya langsung mengantap makanan dengan lahap."Lebih enak, bagaimana? Makanannya kan sama.""Ya bedalah. Berasa sudah punya istri.""Gombal!" sahutku mendengus kesal, menutupi rasa yang sebenarnya.Ibu ... cepet pulang, dong!*Sete
Baca selengkapnya
Bab 30.  Calon Mantu
POV IBUNYA KARTIKAMempunyai anak seperti Kartika merupakan anugrah buatku. Dia tidak hanya cantik tetapi juga pintar, aku sangat bangga terhadapnya. Bagaimana tidak bangga, waktu itu dalam satu kecamatan dia sendiri yang diterima di perguruan tinggi negeri yang terkenal di negeri ini. Fakultas Pertanian pilihannya. Aku ingat saat mengadakan syukuran keberhasilannya, semua orang di kampung mendoakan kesuksesannya. Kampung kami yang mayoritas adalah petani, mempunyai harapan besar akan keberhasilan Kartika. Setiap ada yang bertanya tentang sekolahnya dimana, aku dengan bangga mengatakan bahwa Kartika kuliah di Fakultas Pertanian.Diapun sangat penurut. Semua yang aku ajarkan selalu dilakukan dengan benar. Anjuran dan perkataanku selalu dia dengar.Satu kali dia membantah, dan itu adalah keputusan besarnya, yaitu dia akan menikah langsung setelah wisuda. Antara senang dan sedih di perayaan wisuda saat itu. Senang karena aku naik ke panggung sebagai orang tua lulusan terbaik dan sedih
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status