All Chapters of Kontrasepsi di Kamar Adikku : Chapter 61 - Chapter 70
232 Chapters
Part 60
Salim menghela nafas berat.“Apa salah, seorang anak mengagumi ibunya?” Ia menoleh menatapku.“Hanya mengagumi saya sebagai seorang ibu?” tanyaku memastikan.“Memang maunya lebih dari itu?” Salim balik bertanya.“Saya memang mengagumi Bunda sejak pertama kali melihat Bunda. Karena Bunda itu seorang wanita yang sangat luar biasa. Bunda mau menerima Ayah, walaupun Bunda tahu kalau Ayah itu memiliki penyakit kronis. Bunda juga mau menerima anak-anak Ayah dan menyayangi kami bertiga, walaupun kalau dipikir-pikir, kasih sayang Bunda itu lebih condong ke Salman dan Saquina. Kalau sama saya enggak. Saya berasa jadi anak tiri yang tersisih!” imbuhnya lagi.“Nggak juga, Salim. Saya juga sayang sama kamu kok!” Salim tersenyum dan kembali melajukan mobilnya, karena sudah dihujani suara klakson dari kendaraan yang ada di belakang kami.“Assalamualaikum!” sapaku seraya memutar gagang pintu kamar rawat inap suamik
Read more
Part 61
“Dek ... maaf. Mas benar-benar minta maaf. Mas tidak bermaksud menyakiti perasaan kamu. Tolong jangan menangis, Dek. Sini duduk di samping, Mas. Biar Mas hapus air mata kamu!” Mas kenzo mengulurkan tangannya.“Nggak usah!” “Astaghfirullahaladzim!” Dia mengusap wajah kasar.Aku melipat tangan di depan dada. Menatap lurus ke arah tembok sambil menahan rasa yang berkecamuk di dalam dada. Sejujurnya aku sangat takut Mas Kenzo kenapa-kenapa karena memikirkan ucapanku. Tapi, kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku, tanpa mampu aku kontrol. Aku hanya ingin dia tahu, besarnya cinta di hatiku, tingginya harapanku tuk merajut asa bersamanya.Aku menoleh menatap Mas kenzo, dan ternyata laki-laki berwajah tampan itu sedang memindai wajahku, hingga tanpa sengaja pandangan kami saling bertaut, Menyisakan debar aneh karena rasa rindu yang belum terobati.“Dek, sini naik ke tempat tidur. Mas pengen peluk Adek. Mas kangen bang
Read more
Part 62
"Maaf, Mas. Saya tidak mau menjadi fitnah, kalau saya ikut dengan Mas Akmal!" tolakku secara halus."Loh, kan cuma beli asinan doang, Fit?" Mas Akmal mengernyitkan dahi."Tetap saja, Mas. Biar nanti Salim saja yang antar saya beli!""Hmmm ... Ya sudah, kalau begitu, aku antar kamu pulang.""Tidak usah, Mas. Saya masih mau menunggu Mas Kenzo di rumah sakit!"Aku lekas beranjak meninggalkan Mas Akmal, karena takut ada yang melihat kami sedang berduaan dan mengadu kepada suamiku.Tergopoh aku berjalan, hingga tanpa sengaja menabrak dada bidang seorang pria. Salim. Sejak kapan dia berdiri di sini. Apa dia melihat aku sedang mengobrol dengan Mas Akmal? "Mojok terus!" dengkus pria itu kesal."Saya nggak duduk di pojokkan kok. Tapi duduk di halte!" jawabku, membuat wajah Salim tambah terlihat marah. Salim menghampiri mobil Mas Akmal yang masih terparkir di tepi jalan, mengetuk kaca jendelan
Read more
Part 63
Mentari pagi mulai menampakkan pendar jingganya, menerobos masuk melalui sela-sela tirai yang terbuka. Entah mengapa pagi ini badanku kembali lemas seperti tidak bertenaga. Perutku mual, kepalaku juga terasa berputar-putar seperti gasing.Mas Kenzo duduk di bersandar di atas dipan, sambil memegang tasbih dan berzikir."Hari ini kita pulang kan, Dek?" tanya Mas Kenzo sambil menoleh ke arahku."Iya, Mas!" Jawabku sembari memasukkan barang-barang kami ke dalam tas."Mas sudah kangen sama Quina!" Aku tersenyum.***Akmal duduk di dalam mobil sambil terus mengintai rumah Efita. Pria berhidung bangir itu selalu mengawasi mantan istrinya, karena dia masih sangat mencintai sang mantan. Dia tidak rela sang kekasih hati bahagia dengan pria lain. Dia ingin Efita kembali, bahkan jika harus melakukan hal yang dilarang agama sekalipun.Tidak lama kemudian, Efita berjalan menuju rumah ibu mertuany
Read more
Part 64
“Apa diam-diam Bunda kamu masih ada hubungan dengan mantan suaminya?” Kenzo menatap Salim sambil berusaha menata perasaannya. Dalam hati, pria berjambang tipis itu juga selalu beristigfar, supaya emosinya tidak langsung meledak-ledak ketika berada di depan putranya.“Sepertinya tidak, Yah. Bunda itu ‘kan kemana-mana selalu sama saya. Jadi, saya jamin Bunda tidak pernah macam-macam di belakang Ayah!” bela Salim.“Mas Akmal juga bilang ke ayah, kalau Bunda kamu nikah sama Ayah itu hanya ingin hamil dari ayah, karena Mas Akmal ternyata mandul. Setelah itu dia bakalan ninggalin Ayah dan balikan lagi sama mantan suaminya. Hati Ayah sangat sakit mendengar semua itu, Lim!” “Ayah jangan mudah termakan omongan Om Akmal. Bunda itu orang baik. Bahkan ketika Ayah sakit juga Bunda dengan setia mendampingi Ayah. Dia terus menangisi Ayah karena tidak kunjung membuka mata. Bunda sangat takut kehilangan Ayah!”“Oh ya?”“Oh ya, oh ya?!” Salim mendengkus kesal. “Jadi Ayah masih meragukan istri Ayah s
Read more
Part 65
Kenzo sedang duduk di depan televisi sambil merangkul pundak Efita dan mengelus perut datar istrinya. Ia berusaha melupakan semua ucapan Akmal dan lebih mempercayai istri serta anaknya. Dia mulai yakin kalau semua yang diucapkan Akmal hannyalah fitnah, Akmal hanya ingin membuat hubungannya dengan Efita hancur.Kalau memang Efita hanya ingin mengandung benihnya saja, mungkin saat Kenzo terbaring koma dia sudah pergi meninggalkan suaminya. Bahkan sekarang Efita terlihat lebih menyayangi Kenzo dan begitu memperhatikan kesehatannya.“Permisi, paket!” teriak seseorang dari balik pintu pagar.Efita bangkit dari duduknya, mengambil kerudung lalu mengenakannya dan keluar.“Kamu beli apaan, Mas? Ada ojek online anter paket ke rumah,” tanya Efita sembari membuka pintu.“Enggak, Dek!” Kenzo menggeleng.Ia lalu beranjak dari duduknya dan menghapiri sang istri.“Paket buat Ibu Efita Andriani!” kata driver oj
Read more
Part 66
Kenzo membaca pesan dari Akmal sambil melirik sang istri yang sedang duduk sembari memakan buah alpukat."Dek, pinjem ponsel kamu boleh?" tanya Kenzo seraya mengambil ponsel milik Efita."Boleh, mau buat apaan, Mas?" Alis wanita berambut sebahu itu bertaut, karena tidak biasanya Kenzo meminjam gawai miliknya.Kenzo membuka aplikasi berwarna hijau milik si istri. Memeriksa satu persatu pesan yang keluar, hingga akhirnya menemukan chat yang sama persis seperti yang Akmal kirimkan padanya.'Jadi, dia benar-benar masih memiliki hubungan dengan mantan suaminya?' Kenzo bertanya kepada dirinya sendiri."Dek, kamu masih suka kirim pesan ke Mas Akmal?" Efita mengambil gawai yang ada di tangan suaminya dan melihat chat yang sedang Kenzo baca."Oh, jadi mulai sekarang kamu periksa-periksa ponsel aku. Baca chat-chat aku gitu?! Apa kamu sudah tidak percaya sama aku lagi, Mas?" "Mas cuma nanya, apa Adek masi
Read more
Part 67
Kenzo memutar gagang pintu sambil mengucap salam. Efita langsung menghambur memeluknya, tanpa memedulikan Salim yang sedang berdiri di belakang sang suami."Mas, tadi ada Mas Akmal datang kesini," ucap Efita sambil mendongak menatap suaminya."Akmal, mau ngapain, Dek?" Air muka Kenzo langsung berubah mendengar nama Akmal disebut oleh istrinya."Nggak tahu, Mas. Dia mencahin kaca sebelah rumah sampai tangannya berdarah-darah.""Terus sekarang Akmalnya di mana?""Ke klinik dokter Maria. Aku langsung telepon dia karena nggak tahu harus ngapain. Aku mau keluar juga kan tadi Mas udah pesen sama aku supaya tidak keluar selama Mas lagi di musala. Jadi aku telepon dokter Maria supaya nolongin Mas Akmal!""Kamu memang istri yang sangat salihah, Dek!" Kenzo mencubit mesra pipi istrinya dan mendaratkan ciuman di pipi kanan serta kiri wanita itu."Ehem! Ehem! Ehem!"Salim berdeham sambil melipat tangan di de
Read more
Part 68
POV DewiNamaku Dewi Madina. Nama yang indah bukan? Walaupun tidak seindah kehidupanku, karena sejak kecil aku sudah menjadi yang tersisih. Selalu dibanding-bandingkan dengan Kak Efita Kaka semata wayangku. Aku sudah ditinggal Bapak meninggal sejak masih bayi, dan hidup serba kekurangan. Emak tidak mau mencukupi kebutuhanku seperti orang tua lainnya. Emak malas, dia hanya bekerja sebagai petani kampung saja, tidak mau merantau ke luar negeri seperti para ibu-ibu pada umumnya. Alasannya selalu klasik. Tidak mau jauh dari anak-anak. Sejak kecil aku sudah sangat membenci Kak Efita, tetapi tidak bisa melawan dia karena tidak ada lagi yang memberiku uang jajan selain dia. Aku masih membutuhkan wanita itu, setidaknya sampai lulus kuliah nanti. Kak Efita itu wanita yang amat bodoh. Dia selalu bilang akan melakukan apa saja yang penting membuatku bahagia. Padahal aku sendiri sangat muak melihat tingkah dan kelakuannya yang sok lembut. "Wi, jangan main mulu dong bantuin Emak!" teriak Kak Fi
Read more
Part 69
Hingga puncaknya dia cekcok dan Mas Akmal lebih memilih aku dari pada dia. Aku benar-benar puas melihat Kak Efita terluka. Apalagi ketika dia akhirnya berpisah dengan Mas Akmal. Kini tinggal aku pasang perangkap supaya bisa memiliki pria berwajah teduh itu.Setelah Mas Akmal berpisah dengan Kak Fita, aku pikir bisa dengan mudah masuk di kehidupannya dia. Tapi ternyata sulit sekali. Apalagi Mas Akmal memergokiku sedang melakukan itu dengan Om Surya di sofa. Air mataku mengalir ketika dia dengan tatapan jijik memandangku. Dan benar saja, bukannya semakin mudah mendapatkan dia, Mas Akmal malah membawaku pulang ke Indramayu.Setelah menempuh perjalanan selama lima jam penuh dengan air mata, mobil yang aku tumpangi akhirnya berhenti juga di pekarangan rumah Emak. Ada banyak sekali orang di gubuk tua itu. Sepertinya ada yang meninggal. Hatiku terus berdoa, semoga ternyata Kak Fita yang mati karena merana lalu bunuh diri. Supaya aku makin leluasa merebut s
Read more
PREV
1
...
56789
...
24
DMCA.com Protection Status