All Chapters of Sabtu Malam Lisa: Chapter 21 - Chapter 30
38 Chapters
Chapter 21: 08.43 p.m.
08.43 p.m. (pukul 20.43)LISA“Itu jelas kecelakaan,” Lisa menanggapi pengakuan Kris.“Kamu tak akan mengerti. Kamu tak merasakan tatapan kecewa Tuan Bram setiap hari. Kamu tak tahu rasanya melihat Anne jadi seperti itu.”Lisa menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya dalam satu hembusan pendek. “Di sini dingin. Aku mau masuk.” Ia sadar kalau menanggapi Kris hanya akan membuang waktunya. Alasan paling masuk akal sekalipun akan sulit menembus kepala seseorang yang dikuasai perasaan. Selain itu, Lisa memang tak merasakan pengalaman Kris dan tentu saja ia tak patut menghakimi pemuda itu karenanya. Juga, Lisa pikir saat ini sudah tak memungkinkan lagi untuk meminta penjelasan Kris terkait hal-hal ganjil yang terjadi di vila ini.Tapi Lisa masih butuh seseorang untuk menemaninya bekerja di gudang.“Aku butuh teman di gudang. Kalau bersedia, kutunggu
Read more
Chapter 22: 08.54 p.m.
08.54 p.m. (pukul 20.54)KATEMIDemi Tuhan. Katemi sendiri tak memahami dirinya. Ia memang tak menyukai tamunya, tapi perbuatannya barusan sungguh tak dapat diterima akal sehatnya sendiri. Seperti disihir, dan ketika ia melihat pelipis gadis itu berkucur darah, ia benar-benar yakin bahwa ia sedang dalam pengaruh sihir. Bagaimana mungkin seorang perempuan beradab sepertinya melakukan perbuatan sekeji itu?Semua itu bermula beberapa menit yang lalu. Katemi masih bersembunyi sedemikian rupa di balik pintu dapur, tidak terlalu jauh, dan telinganya ia dekatkan dengan celah pintu. Ia hendak mencuri dengar percakapan antara Kris dengan tamu mereka, Lisa. Ia menguping dengan seksama, sambil sesekali mengintip lewat celah saat percakapan mereka berjeda.Ia mendengarnya sendiri, kata-kata Kris yang membuatnya begitu jengkel. Kris bercerita tentang kesedihan dan rasa bersalahnya, lalu berlanjut pada hari kematian sa
Read more
Chapter 23: 08.49 p.m.
08.49 p.m. (pukul 20.49)KRISKris sudah berdiri cukup lama dengan hanya mengenakan selembar kemeja. Jasnya telah ia gunakan untuk memadamkan api yang menyelimuti papan peninggalan Nyonya Maria. Jas lusuh itu tampaknya jadi sedikit rusak; berlubang atau setidaknya ada jahitan yang terurai, tapi terlalu remang untuk memastikannya dan ia sendiri tak berniat untuk segera melakukannya. Angin dingin tak terlalu menganggunya karena kobaran api masih cukup besar dengan lidah menjilat-jilat dan membuat udara sekitar jadi hangat. Sampai beberapa waktu, ia masih terus berdiri di sana, menimang-nimang perlakuan apa yang sebaiknya ia terapkan pada papan itu; apakah menyegel papan itu lagi, atau seperti niat awalnya, memusnahkannya?Dan sambil berpikir panjang, semacam perasaan menyenangkan mengalir di hatinya. Sebuah perasaan lega, ia kira, sebab kegundahan yang selama ini mengendap di hatinya sudah larut. Belum semua larut
Read more
Chapter 24: 09.04 p.m.
09.04 p.m. (pukul 21.04)KATEMIKeadaan ruang makan hening. Anjing-anjing gunung melolong di kejauhan, bersahutan, seperti sedang mengarak rombongan hantu yang lewat. Lolongan itu lirih saja, tapi itu sudah seperti kegaduhan di telinga Katemi. Ia pikir anjing-anjing itu terlalu awal untuk melolong. Ini belum juga tengah malam, mestinya belum banyak hantu berkeliaran. Oh, kecuali, tentu saja, di vila ini. Ia sendiri menjadi korban kepicikan seekor setan baru saja. Ia memaafkan anjing-anjing yang melolong terlalu awal itu, mengingat setan ternyata sudah bertingkah meski malam belum terlalu larut.Namun bukankah memang selalu begitu? Sekalipun pada siang bolong, setan-setan di vila ini tak jarang bikin onar. Sejak Maria meninggal, memang selalu begitu. Setan-setan itu, yang lebih biadab dari hantu manapun, sudah beberapa kali mengusilinya. Tak hanya lewat tubuh anak majikannya yang sinting, tapi juga mimpi-mimpi bu
Read more
Chapter 25: 10.13 p.m.
 10.13 p.m. (pukul 22.13)LISA...sa...Li... sa...Lisa...Bangun.Suara itu memanggil namanya. Suara yang ramah dan hangat, seperti suara ibunya, tapi ini suara laki-laki.“Lima menit lagi...”Sedikit lagi... Bertahanlah...“Betul. Sebentar lagi,” Lisa seperti hanyut dalam buaian. “Bertahan. Di kasur...”Bangunlah! Anak badung!Lalu sebuah bayangan pekat menyambar. Dari balik bayangan itu sebuah senyuman menyeringai.Lisa terbelalak. Ia terjaga. Ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang pasti bukan kamarnya, bukan rumahnya. Matanya berkunang, sementara keningnya terasa nyeri. Ia meraba keningnya. Terhalang perban, tapi ia yakin ada kulit yang terkoyak di situ, dan mungkin ada keretakan pada tulang dibaliknya. Ia berusaha bangkit dan itu r
Read more
Chapter 26: 10.25 p.m.
10.25 p.m. (pukul 22.25) KATEMI Betapa sialnya. Meja kecil di samping tempat tidurnya memiliki dua tempat penyimpanan: sebuah laci dan satu ruang yang lebih besar di bawah laci dengan sebuah sekat melintang di tengah-tengah. Daun pintu laci itu longgar dan ternyata satu tarikan laci diatasnya sudah cukup untuk membuat kaitannya terlepas, membuat daun pintu menggantung bebas dan membuka celah. Sialnya, ia tak menyadari hal itu sampai Lisa, yang entah bagaimana caranya, memergoki kandelabra yang telah diamankannya lewat celah itu. Tadinya ia hendak mengembalikan kandelabra itu ke tempat semula, tapi Kris terus menerus memberikan tatapan curiga padanya dan mungkin menghubung-hubungkan tumbangnya Lisa dengan kandelabra berpantat besi yang tergeletak tak jauh di lantai. Ia bahkan akhirnya yakin bahwa Kris memang sudah menyimpulkan hal itu, tapi pemuda itu memilih untuk tutup mulut. Meski begitu, ia tak mer
Read more
Chapter 27: 09.10 p.m.
09.10 p.m. (pukul 21.10) KRIS Kris memapah tubuh lunglai Lisa, dibantu oleh Katemi. Jantungnya bertabuh seperti gendang dalam orkes dangdut. Ia pernah mengalami kejadian serupa ini suatu hari beberapa tahun yang lalu. Itu adalah saat Kris memapah jenazah Nyonya Maria. Ia ingat bagaimana kepala sang nyonya terkulai, terputar hampir setengah lingkaran, dengan tonjolan ganjil di leher. Tak ada darah saat itu, hanya ada air matanya yang amat terlambat. Ia pikir saat itu hanyalah mimpi dan ia akan segera terjaga, tapi begitu ia bangun di pagi berikutnya tanpa senyuman sang nyonya, ia menangis tersedu-sedu hingga beberpa hari. Kenangan tak menyenangkan itu terulang kembali begitu jelasnya. Jantungnya terus bertabuh, seperti gendang dalam lantunan Bunga Seroja—mendayu-dayu—tapi, seakan mengamini syair gubahan Said Effendi yang kerap ia dengar di siaran radio itu, ia tersenyum. Ia hendak menertawakan diri sendiri. Barangkali, jika ia tak memuja Nyonya Maria seperti dulu, rasa kehilangannya s
Read more
Chapter 28: 10.28 p.m.
10.28 p.m. (pukul 22.28)ANNE“Apakah Papa membenciku?”Anne terisak. Gaun klederdracht sudah tanggal dari tubuhnya, diganti selembar tunik sutra panjang berwarna putih. Ia terbangun beberapa saat lalu dalam keadaan bingung. Keadaan sekitarnya remang; lampu duduk berpijar di atas rak kecil di sebelah ranjang dan sisanya hanya semburat lurus dari celah mendatar di bawah pintu kamar. Rasanya seperti sehabis tidur seminggu penuh, kepalanya seperti dipenuhi pasir. Ia menduga kuat ini masih hari yang sama. Ia tak mungkin tidur selama itu, pikirnya. Ia berusaha menyusun serpihan ingatan yang berserak di benaknya; tentang peristiwa-peristiwa sebelum ia berakhir di atas ranjang di kamarnya. Ia tak bisa mengingat dengan jelas, tapi ada satu kilasan yang sangat membekas: ayahnya menamparnya dengan sangat keras, sampai-sampai ia terjatuh mencium lantai. Cengengnya semakin menjadi.“Apakah
Read more
Chapter 29: 10.32 p.m.
10.32 p.m. (pukul 22.32) LISA “Ya. Itu semua karena memang karena benda terkutuk itu,” kata Katemi. “Saya amat menyesal,” balas Lisa. Ia benar-benar menyesal. “Sudah terjadi.”  Lisa membiarkan telapak tangannya dalam genggaman Katemi, diremas perempuan itu di atas pangkuannya. “Tapi ada satu hal yang bisa kau lakukan untukku,” kata katemi dengan raut wajah yang sulit ditebak maksudnya. “Apa?” “Bujuk anak muda itu agar mau membakar papan terkutuk itu!” Ada jeda sejenak, tapi Lisa sudah memutuskan jawabannya sendiri. Ia hanya sedang meninmang-nimang apakah jawabannya akan menyinggung perasaan Katemi. “Maaf, Tante,” jawab Lisa akhirnya, “Tapi Kris juga berhak menjalani pilihannya sendiri.” Katemi tertunduk. “Baiklah...” Lisa merasakan genggaman Katemi melonggar dan perlahan menarik tangannya. Ia memandang wajah Katemi, tapi perempuan itu tak mau memand
Read more
Chapter 30: 10.35 p.m. & 10.52 p.m.
10.35 p.m. (pukul 22.35)KRISKris mengucapkan seluruh mantranya. Lalu listrik tiba-tiba padam.Ia menunggu. Di kejauhan, anjing gunung melolong, barangkali sedang memergoki rombongan hantu yang berangkat mencari korban. Tak ada angin. Tak ada sedikit pun cahaya. Tak ada gerakan atau pertanda apapun kalau pemanggilannya berhasil.Lagi-lagi gagal, katanya pada diri sendiri, mungkin surga memang tempat yang berkali-kali lebih nyaman dari dunia. Arwah Nyonya Maria tak akan turun lagi ke bumi. Mulut Kris berdecak.Tak akan ada apapun yang akan terjadi. Ia melepaskan telunjuknya dari cincin, dan bersamaan dengan itu, listrik kembali pulih. Ia tak punya firasat apapun. Perasaannya tetap sama, sendu dan tak bergairah. Ia segera mengemasi papan peninggalan Nyonya Maria ke dalam peti kayu. Pada saat ia selesai, sebuah teriakan terdengar tepat dari dua lantai di atas kepalanya. Itu bukan suara Anne, bukan pu
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status