All Chapters of Dia Istriku Bukan Pembantu: Chapter 11 - Chapter 20
48 Chapters
Bab 11
Aku berbalik menghadap Ranti yang tengah duduk di sisi ranjang.Perlahan aku juga duduk di sampingnya. Kasihan Ranti, dari semalam diam saja, sekarang kelihatan sangat kesal, mungkin dia sangat tersinggung dengan ucapan ibu semalam."Ranti ... maafkan atas ucapan ibu semalam ya, kamu kan tahu gimana ibu, jangan dimasukan ke hati ya," ucapku pelan.Ranti menggeleng dan mengibaskan tangannya."Gak apa-apa, Bang.""Tadi kamu bilang mau beli mobil biar gak dihina-hina ibu lagi, Abang jadi ngerasa bersalah."Ranti malah tertawa."Ranti mau beli mobil bukan karen itu aja sih alesannya, tapi biar Abang gak telat pergi kerja kalau hujan," jawabnya sambil menyanggah dagunya di atas bantal.Aku tersenyum sambil menggeleng kepala, lalu mengacak rambutnya yang diikat ke belakang."Iya nanti kita beli ya, tapi kalau Abang udah naik jabatan atau dapat bonus mendadak," kataku terkekeh.Aku lalu bangkit."Eh Abang mau kemana? Tunggu dulu."Aku akhirnya duduk kembali."Apa lagi? Katanya kamu mau beli
Read more
Bab 12
Percakapan mereka berakhir. Aku yang sejak tadi hanya menyimak langsung bertanya."Kenapa kata Ayah sama Bunda Ran?""Mereka mau bantuin kita beli rumah Bang, asik," jawab Ranti berseri-seri.Alisku menaut.Bantuin beli rumah? Apa tak salah? Maaf maaf tapi kalau boleh jujur, rumah keluarga Ranti di kampung itu sangat sederhana bahkan jauh dari kata mewah.Bahkan mereka itu terlihat seperti keluarga golongan menengah ke bawah, itulah sebabnya ibu sering sewot sama Ranti karena beliau berpikir keluarga Ranti itu jauh beda dengan keluargaku.Tapi sekarang apa? Mereka mau bantuin kami beli rumah?"Abang kenapa sih bengong begitu?" Ranti mengagetkanku lagi."Enggak Ran, Abang cuma khawatir Ayah sama Bunda akan kecewa sama Abang."Ranti berdecak sambil mengibaskan tangannya."Ck Ayah sama Bunda bukan orang seperti itu, Bang.""Tapi kalau bisa gak usahlah kita minta bantuan mereka soal tempat tinggal Ran, kasihan, masa rumah buat kita mereka yang harus pusing." Ranti tertawa sedikit, "kenap
Read more
Bab 13
Aku cekikikan sambil kutahan sebisanya."Hihihi."Malu bukan main pasti sedang ibu rasakan sekarang."Gak salah denger nih kita, Bu?" tanya seorang ibu pengajian yang punya alis cetar.Sepertinya ibu itu juga menyimpan dendam pada ibuku, karena dilihat dari wajahnya ia tampak sangat puas menertawakan juga."Enggak Ibu-Ibu, bukan begitu, menantu saya ini kadang emang harus diginiin supaya dia ngerti, maklumlah dari kampung maksa mau jadi istri anak saya, yaa ibaratnya cocok jadi pembantu malah maksa mau jadi ratu, jadinya enggak nyambung, hehe hihi," ujar Ibu. Tertawa elegan diakhir kalimatnya.Sontak aku diam. Lagi-lagi ibu berani hina istriku, keterlaluan."Ah kata siapa cocok jadi pembantu? Wajahnya ayu begitu, pinter pula.""He em udah ayu, pinter dan baik pula, buktinya nawarin kita buah, enggak kayak tuan rumahnya haha hihi hahahaha."Semua ibu-ibu tertawa lepas. Seperti sangat puas sekali menertawakan ibuku, terutama bu Husaebah tetangga kami di komplek yang dandanannya paling h
Read more
Bab 14
Aku menelan saliva. Tapi untunglah Bunda segera bicara."Gak apa-apa Rid, jangan heran, itu namanya ibu mu sedang cemburu, makanya ibu mu itu selalu marah tanpa alasan dan apa yang dilakukan Ranti selalu saja salah di mata beliau."Ayah mertua kembali bicara."Tapi apa perlu cemburu berlebihan seperti ini?""Aa bisa diem gak?" Bunda menyentak. Ayah mertua sontak diam."Gak apa-apa ibu mu begitu, yang penting kamu harus punya prinsip kuat, bahwa rumah tangga itu dipelihara berdua, dijalani berdua dan dilewati berdua. Bunda terimakasih sekali karena kamu sudah membela Ranti, itulah yang membuat rumah tangga menjadi langgeng, suami jadi orang terdepan untuk membela istri dan istri jadi orang terdepan yang menyemangati suami."Bunda memberiku wejangan panjang lebar. Kudengarkan dan kuterima dengan baik."Oh ya Ran, kamu punya uang berapa ingin beli rumah, Nak?" tanya Bunda lagi pada Ranti."Gak tahu juga, udah lama gak dihitung. Bentar Ranti ambil dulu."Istriku bangkit mengambil panci ya
Read more
Bab 15
Dari rumah ibu aku pun segera pergi ke kantor dan bekerja seperti biasanya meski sudah telat sedikit.Pukul 5 sore sepulang aku kerja, Ranti, Bunda dan Ayah sudah ada di kontrakan lagi. Mereka tengah dengan serius mengobrol sambil memakan rujak dan minuman dingin."Sini, Bang," kata Ranti.Aku pun ikut menimbrung."Bang kita udah dapat rumah baru dong." Ranti memberi kabar dengan wajah berseri-seri."Oh ya? Kok bisa?""Bisa dong dibantu broker rumah yang biasa kerja di Ayah, langsung sat sit set dapet. Ranti yakin Abang bakal cocok, karena rumahnya ada di perumahan mewah dan berkelas."Aku mengernyitkan dahi, sedikit tak paham soal broker rumah yang biasa kerja pada Ayah, maksudnya gimana? Tapi ah ya sudahlah yang penting Ranti senang, ia sudah dapatkan rumah sesuai yang ia mau."Rumahnya masih dalam tahap pembangunan sebulan lagi kita tengok lah, Bang," katanya lagi."Siap, Bos.""Oh ya pada tahu gak?" Aku bicara lagi.Mereka yang tengah berkumpul menoleh."Apa, Bang?""Toko ibu mau
Read more
Bab 16
"300 juta bukan uang sedikit tentunya. Saya ragu apa isi rekeningmu mencapai 300 juta," katanya nyaris merendahkan ayah.Aku menggebrak meja lagi."Jangan bicara begitu pada Ayah saya."Ayah menahan dadaku agar tak semakin liar."Oke oke baik, kalem saja anak muda, sebentar." Pria itu bangkit dan mengambil sertifikat toko dari kamarnya."Itu kan yang kalian maksud?" Dilemparkannya sertifikat itu kemudian ke atas meja.Segera kuambil dan kubaca dengan teliti."Benar, ini sertifikatnya, Yah." "Oke ambilkan saya kwitansi dan nomor rekening Anda," kata Ayah lagi.Pria itu kembali masuk untuk kedua kalinya."Sudah saya transfer 300 juta," ucap Ayah saat Pak Hanapi sudah duduk di sofa bersama kami lagi."Oke!" Pak Hanapi segera membuat kwitansi penebusan sertifikat itu."Atas nama siapa?" tanyanya."Ridho, Ridho Semesta," jawab Ayah mantap.Aku yang sedikit kaget hanya bisa mengatupkan bibir."Kenapa Ayah gak tulis nama Ayah aja?" "Biarlah, kwitansi ini nanti untuk ditunjukan juga pada i
Read more
Bab 17
Ranti mengatur napas sebisa mungkin saat ia sudah duduk di sebelahku.Aku tahu bagaimana perasaannya sekarang. Makanya tadi aku lebih memilih banyak diam, kubiarkan Ranti menumpahkan rasa kesalnya pada ibu.Selama ini Ranti sudah berusaha jadi menantu yang baik, tapi selalu saja salah di mata ibu alih-alih Ranti diterima."Kamu gak apa-apa Ran?" tanyaku akhirnya."Ranti tuh kesel sama ibu, kenapa sih ibu gak pernah mau nerima Ranti hanya karena latar belakang Ranti orang desa? Padahal kalau Ranti mau, Ranti bisa aja ceritakan semua yang Ranti punya.""Sabar Ran, sabar."Ranti mendengus kesal di bangkunya. Aku sendiri sampai merasa bersalah dan tak enak hati dengan perilaku ibuku yang tak kunjung beres dari dulu itu.***Hari-hari pun berlalu.Walau sudah banyak sekali pertengkaran antara ibu dan kami, tapi kami tetap menghormati beliau sebagaimana mestinya.Hari ini kami berniat ke rumah ibu lagi untuk mengambil kunci yang beberapa hari lalu belum berhasil kami ambil."Bang, kira-kir
Read more
Bab 18
Ibu menelan ludah. Jika biasanya ibu langsung meletuskan bom molotopnya saat beliau marah, kini mulut ibu tampak kelu terkunci."Jadi gimana, Bu? Ibu mau tetep jaga toko itu atau enggak?" tanya Ranti lagi.Ibu yang masih bimbang memutuskan makin terlihat cemas sebab terus saja didesak oleh Ranti."Ya udah," ucap beliau akhirnya dengan mata mengerling tajam."Ya udah apa?""Ibu yang jaga," jawabnya ketus sambil sekuat tenaga ibu menahan agar mulutnya itu tak lagi memaki Ranti.Ranti menjebikan bibir sedikit. "Bagus kalau gitu, lagian kan kata Ibu, Ibu gak biasa hanya diam di rumah, jadi biar Ibu tetap ada kegiatan Ibu bisa jagain toko kami."Ibu terlihat makin murka. Tapi lagi-lagi ia tak bisa apa-apa selain menahan diri agak tak terjadi perdebatan lagi dengan Ranti.Aku cekikikan dalam hati.Yakin deh nih pasti ibu lagi mikir gimana caranya terbiasa bersikap manis pada kami, agar ibu bisa merebut hati Ranti dan memperbaiki namanya di depan kami.Wah wah benar apa kata ayah mertua, ua
Read more
Bab 19
Aku tak langsung percaya. Bagaimana kalau ini hanya akal-akalan ibu saja? Bukan maksud suudzon sama ibu sendiri, tapi kelakuan ibuku memang begitu, tak jauh dari sifat bohong dan suka menilep uang.Ranti di sampingku sama, ia pun tampak biasa saja meski ibu sedang tampak sangat bersedih."Udahlah beresin aja semuanya beresin," kata Ranti.Akhirnya hari itu aku kembali tidak masuk kerja karena harus mengurus toko yang masih berantakan.Ranti pun sama, ia ikut membantu membereskan semuanya bersama ibu._Pukul 12 siang semuanya sudah selesai, aku dan ibu istirahat di depan toko sambil membicarakan berapa jumlah taksiran barang modal yang hilang."Kayaknya ini mencapai 30 juta, barang hilang rokok utamanya, pada dirusak pula," kata Ibu.Dadaku langsung kembang kempis. 30 juta modal hilang. Tapi anehnya kenapa para pencuri itu harus merusak barang kami yang lainnya? Kenapa gak diambil aja semuanya?Beras, minyak, gula, terigu, sabun dan lainnya semua dirusak tanpa alasan.Kalau logika se
Read more
Bab 20
"Apa? Jadi kau pelakunya? Kau yang sudah merusak toko itu? Iya? Begitu?" Ibu mencecar."Iya!!! Memang Haris, kenapa?" Mas Haris berteriak.Aku dan Ranti saling melirik dengan sedikit menganga. Tak kusangka ternyata Mas Haris adalah pelakunya, astagfirullah manusia macam apa itu?Aku tahu pasti dia sedang marah dan kecewa pada ibu karena istrinya dibawa ke kantor polisi, tapi apa perlu dia marah lalu melampiaskannya pada barang-barang yang tak punya salah?"Anak bia*ab! Gak tahu rasa terimakasih sedikitpun. Maksudmu apa merusak toko itu Hah? Setelah istrimu menjaminkan sertifikatnya sekarang kamu juga merusak isinya. Hwah hebat, memang hebat.""Jadi maksudmu apa? Maksudmu merusak toko itu apa Haris? Apa??Jelaskan!!" desak Ibu lagi."Ibu mau tahu alasannya? Alasannya karena Haris marah dan kecewa sama Ibu. Sedikit saja kami berbuat salah Ibu sudah main jebloskan saja istri Haris ke dalam penjara, padahal selama ini kami selalu menuruti apa kata Ibu.""Dasar anak durhaka!!" Suara Ibu ma
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status