All Chapters of IBUKU BUKAN BABUMU : Chapter 51 - Chapter 60
72 Chapters
Bab 50
"Kamu sudah bangun?" Tanyanya lembut.Aku tersenyum. Selama dirawat hanya dia yang menungguku. Bahkan, perawat di sini mengira dia adalah suamiku."Penja hat penja hat itu sudah ditangkap polisi. Jika kamu sudah kuat kita akan ke sana untuk memberi kesaksian.""Insya Allah aku sudah kuat. Tapi, aku ingin menghubungi Ibu dan temanku. Aku tidak memiliki ponsel. Entah di mana jatuhnya Aku tidak tahu.""Saat ini kamu masih lemah Dinara. Lukamu cukup dalam, bersabarlah dulu. Oh ya, kamu boleh memakai ponselku." Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan benda pipih itu lalu menyerahkan padaku. Aku menerima tentu saja dengan senang hati.Aku memilih menghubungi cheryl saja. Entah kenapa aku merasa agak berat menelpon Ibu. Cheryl sangat histeris saat mengetahui jika aku yang menghubunginya. Katanya dia dan Mas Joshua sudah mencari kemana-mana. Polisi juga orang-orang suruhan Mas Joshua telah bekerja maksimal. Hingga mobilku ditemukan di Banten. Ternyata benar mbak Ulya telah menjualnya.Kini merek
Read more
Bab 51
"Ga usah khawatir. Apapun nanti yang terjadi. Aku akan tetap memilih kamu, Ra." Mata itu menatapku tulus."Apa kamu yakin? Sebaiknya, Mas pulang saja. Biar aku yang masuk.""Apa kamu melarangku bertamu?" Dia mengerlingkan mata. Masih sempat-sempatnya dia santai seperti itu."Bukan begitu, aku hanya takut orang tuamu marah jika aku dekat denganmu.""Mereka belum tau tentang hubungan kita. Aku akan sekalian memberitahukan hari ini." Mas Joshua pun akhirnya turun dari mobil begitu juga denganku. Dia berjalan mendahului. Entah kenapa ada rasa cemas di dalam hati. Saat kami mengucapkan salam, semua mata menatap. Pak Edward dan Bu Harsanti langsung berdiri. Sorot matanya dingin."Pa, Ma ... Papa dan Mama ada apa kesini?" Mas Joshua mendekat. Aku pun mengikuti. Aku menyalami Pak Edward. Namun, saat hendak meraih tangan Bu Harsanti dia berpaling buang muka."Bu, saya sudah jelaskan pada Anda. Tolong anda beri pengertian pada Putri Anda, bahwa apapun yang terjadi dia tak layak dekat dengan p
Read more
Bab 52
Aku mengeryitkan kening. Apa soal belanja barang barang? Bukankah aku sudah mengajarinya semuanya. Dan mempercayakan semua pengeluaran dan pemasukan kepada Aulia. Laporannya pun terlihat jujur."Memang ada apa Aulia?"balasku cepat."Nanti saja di toko Mbak.""Baiklah, nanti pulang dari kantor aku segera kesana."Setelah rapi aku meraih tas dan keluar kamar. Rumah sepi, aku memanggil Ibu berkali-kali. Namun tidak ada jawaban. Hingga Aku berangkat ke kantor pun Ibu tidak menampakkan batang hidungnya. Mungkin Ibu sedang ke warung atau ke pasar berbelanja. Walau itu di luar kebiasaannya.Saat aku sampai di kantor semua mata menatapku. Sungguh tidak seperti biasanya."Mbak Dinara, disuruh keruang Pak Edward." Ucap Pak Adi, orang kepercayaan Papa Mas Joshua itu."Baik, Pak. Saya mau menaruh tas dulu." Jawabku. Sedikit aneh memang karena kemarin Pak Edward dibawa ke rumah sakit pakai ambulans. Tapi, aku tak bertanya apa-apa lagi pada Edward. Nanti saja aku cari jawabannya. Sesampainya diruan
Read more
Bab 53
Aku menatap dua amplop coklat yang ada di hadapanku itu nanar. Harga diriku seakan sedang ditawar. Aku mengulas senyum lalu kembali melayangkan pandangan kepada perempuan dengan dandanan yang mencetak wajah yang punya, makin terlihat angkuh itu. Yang sayangnya dia adalah ibu dari lelaki yang aku cintai."Ini kunci mobil Mas Joshua, Bu. Tolong sampaikan kepadanya ucapan terima kasih saya. Jika, memang Ibu meminta saya untuk pergi dari hidup anak Ibu. Saya mohon suruh dia untuk tidak mencari saya lagi! Satu lagi, semoga dia bersabar mempunyai seorang Ibu tapi tidak memiliki jiwa yang penyayang." Ucapku lirih.Bu Harsanti membulatkan mata, marah. Aku langsung bangkit dan meninggalkannya, tanpa mengambil salah satu dari amplop itu walau itu adalah hakku sebagai mantan karyawan disini. Hatiku patah berserak seiring langkah kaki meninggalkan perusahaan ini. Tenang Dinara, Allah membentangkan seluruh bumi ini untuk manusia-manusia yang mau berusaha. Allah Maha Kaya, jangan takut untuk miskin
Read more
Bab 54
Setelah beberapa saat menenangkan diri akhirnya aku memutuskan untuk keluar setelah melaksanakan sholat Dzuhur. Rumah sepi, tak ada Ibu. Ah, biarkanlah, aku sudah merasa menjadi anak sebatang kara. Bahkan, tak pantas untuk merasakan cinta.Aku menatap pantulan diriku dikaca. Mata sedikit bengkak. Karena hampir seharian ini menghabiskan waktu untuk menangis. Usai menulis sedikit bedak dan merapikan penampilan aku pun beranjak keluar. Meraih kunci motor yang ada di atas lemari. Aku tersenyum getir. Baru kemarin dia pensiun menjadi besti-ku kemanapun pergi. Kini, terpaksa tenaganya aku pakai kembali.Aku bergegas melangkah, menyalakan motor yang sudah beberapa bulan ini tak pernah kupakai lagi. Walau beberapa kali gagal akhirnya motor itu menyala juga. Aku mengusap keringat yang mengucur di dahi. Seketika bayangan bapak kembali menari-nari dalam benakku. Bapak tidak pernah membiarkan aku kecapekan seperti ini. Apalagi urusan motor yang mogok, pasti Bapak yang turun tangan menyalakannya.
Read more
Bab 55
"Mas, kok tau saya disini?" Mas Reyhan tersenyum."Aku tahu semua tentang kamu, Dinara. Sekarang kamu ikut aku. Kamu akan aku rekomendasikan untuk menjadi staff di perusahaan tempat aku bekerja. Aku jamin kamu akan mendapatkan posisi yang istimewa."Aku menatap lelaki itu lekat. Jelas aku sangat paham jika dibalik penawaran itu tentu saja akan ada timbal baliknya."Tidak usah Mas. Aku mau fokus membesarkan usaha peninggalan bapak saja. Lagi aku masih kuliah. Mau menyelesaikan pendidikanku dulu.""Tidak apa-apa, Ra. Kamu kuliah sambil kerja saja seperti di kantornya Pak Joshua. Jangan khawatir soal gaji."Aku tersenyum tipis. "Mohon maaf Mas Reyhan. Saya sangat menghargai kebaikan, Mas. Saat ini saya mau menenangkan diri dulu. Agar kuliah saya juga cepat selesai."Lelaki itu menghela nafas panjang. "Kalau gitu biar aku antar kamu pulang." Dia memegang stang motorku."Sekali lagi terima kasih, Mas. Saya tidak bisa meninggalkan motor ini di sini. Karena ini satu-satunya kendaraan yang a
Read more
Bab 56
"Ibu tak bisa datang, Ra. Kamu tau sendiri Retna masih belum bisa merawat bayinya." Jawab Ibu ketika aku memintanya datang dalam acara itu. Aku mengangguk lemah lalu tersenyum. Meski hatiku berdarah-darah. Bukankah ibu yang sangat ingin karena aku menjadi seorang sarjana? Andai ada Bapak ...Hari yang kutunggu pun tiba. Semua teman-teman tampak begitu bahagia dengan kedatangan, orang tua, sahabat dan orang terdekatnya. Sementara aku menepi sendiri. Meski kelulusanku mendapatkan nilai yang terbaik.Dengan memesan taksi aku meninggalkan tempat itu. Menatap wajah-wajah ceria mereka di balik mobil yang sedang melaju. Tak lama aku sampai di makam Bapak. Seketika tangisku pecah. Aku mengusap nisan bapak dengan air mata yang membuat kabur penglihatan."Pak, Nara sudah jadi Sarjana. Bapak lihat, anak Bapak akhirnya lulus dengan nilai yang membanggakan. Kenapa Bapak tak menunggu Nara mewujudkan mimpi, Bapak?"Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundakku. Aku menoleh."Selamat, Besti. Kamu jadi s
Read more
Bab 57
Sudah seminggu sejak kejadian itu. Aku tak begitu memikirkan. Semua kuserahkan pada Allah. Dalam sujud panjang aku memohon Allah memilihkan untukku jalan yang terbaik. "Ra, tunggu aku." Ini pesan yang kesekian yang dikirimkan oleh Mas Joshua. Dia tak lagi memakai nomor yang biasa. Mungkin agar tidak ketahuan oleh Mamanya. Yang sejak hari itu pulang setiap pagi Mas Reyhan selalu datang membujukku untuk mau bekerja di perusahaan yang. Lagi lagi aku menolak."Nduk, kamu mikirin apa lagi sih? Dari pada kamu menghabiskan usiamu di toko lebih baik kamu kerja bareng Reyhan. Sekolah tinggi tinggi tapi hanya untuk menjadi seorang penjaga toko foto copy," sungut Ibu didepan Mas Reyhan. Aku menundukkan kepala. Malu sungguh."Tak apa-apa, Bu. Kerja di toko Itu juga bagus dan yang penting halal. Namun, saya berharap Dinara mau bekerja lagi di kantor. Saya akan jamin dia mendapatkan posisi yang enak."Aku menghirup nafas dalam-dalam. Toko sudah stabil ditangan Aulia. Anak itu juga dapat di percay
Read more
Bab 58
Aku tak berani menjawab apa-apa selain mengucapkan terima kasih atas kebaikan Mas Reyhan padaku. Cincin itu aku terima tapi tidak untuk aku pakai.Meski wajah Itu tampak kecewa. Aku tidak bisa berbuat banyak. Bagiku pernikahan merupakan sesuatu yang sakral. Bukan hal remeh yang bisa dipermainkan. Karena itu, bersungguh-sungguh mencari calon pasangan adalah salah satu prinsip hidupku. Kebaikan Mas Reyhan baru kulihat dalam dua bulan ini. Walau dalam syariat cinta itu bisa saja tumbuh setelah pernikahan. Tapi, saat ini aku belum yakin apakah setelah nanti kami terikat akad. Cinta itu akan bersemi dengannya sementara debar itu masih bersemayam untuk lelaki lain.Sejak saat itu Mas Reyhan rajin datang ke rumah. Hal itu dimanfaatkan oleh Mas Damar untuk meminta hal-hal aneh yang membuatku malu. Awalnya memang sebungkus rokok, makin kesini laki-laki tak tau malu itu meminta Mas Reyhan untuk membeli susu, popok dan pakaian bayi untuk anaknya. Darahku mendidih."Mas, kamu punya malu tidak? Ka
Read more
Bab 59
"Dinara! Buka pintunya, Nduk." Ibu terus mengetuk pintu kamar. Aku bergeming. Mereka keterlaluan. "Ra, buka Ra! Besok orang tua Reyhan mau kesini. Kita rembukan sebelum kita memberikan keputusan." Kini terdengar suara Mas Damar. Aku membuang napas kasar. Lalu membuka pintu."Bu, Mas Damar, Nara yang akan menikah. Maka Nara yang akan memutuskan dengan siapa akan menikah dan kapan waktunya!" Ibu memalingkan wajahnya ke arah Mas Damar."Kamu itu dalam perwalian kami." Sentak Mas Damar."Wali? Mas belajar agama lagi yang benar. Kita bukan saudara kandung. Mas bahkan bukan mahromku," Ujarku dengan suara meninggi. Mas Damar terbahak. "Kalau tidak aku, siapa lagi yang akan kamu harapkan? Bapak sudah tiada. Kamu itu tergantung kami, Ra!" Wajahnya menyeringai."Aku masih punya Pakde di Surabaya. Aku akan mendatangi keluarga Bapakku disana. Kalian tak perlu repot-repot mengurusi hidupku. Jika hanya ingin aku segera keluar dari rumah ini."Mata mereka terbelalak. Aku sudah mendengar percakapa
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status