All Chapters of Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Chapter 481 - Chapter 490
525 Chapters
S3| 169. Rumah Kita
"Aku oke-oke saja. Kamu?" Philip menaikkan alis. Barbara menyunggingkan senyum. "Tentu saja mau. Sudah lama aku tidak berlibur ke benua lain. Tapi kurasa, jadwalnya jangan akhir pekan ini. Aku tidak mau terlihat lelah saat menghadiri pernikahan Jeremy dan Ava nanti. Bagaimana kalau tiga hari setelah pernikahan mereka?" Ia menggenggam tangan Philip lebih erat. "Aku tidak keberatan."Wajah Barbara bertambah cerah. Dengan mata yang memancarkan semangat, ia mengembalikan pandangan kepada Vivian. "Apakah itu memungkinkan, Nyonya Bell?" Mendapat anggukan dari Vivian, Barbara pun meloloskan tawa. "Terima kasih, Nyonya Bell."Kemudian, Barbara memeluk Philip erat. Hatinya berbunga-bunga. Ia tidak menduga bahwa bulan madu impian yang ia rahasiakan dari Philip ternyata bisa terwujud juga. "Lalu kalau tiket pesawat ke Eropa diberikan kepada Bibi Ava, Paman Jeremy bulan madu di mana?" celetuk Louis, menyurutkan keceriaan Barbara. "Ya, kalian bulan madu di mana?" desah Barbara dengan nada bers
Read more
S3| 170. Kejutan atau Jebakan
"Sayang, tunggulah di sini. Jangan masuk sampai aku bilang aman," bisik Philip sambil membelai rambut sang istri. Namun, ketika Philip hendak mendekati pintu, Barbara menahan tangannya. "Jangan, Philip."Barbara menggeleng cepat. Kantong matanya mendadak tebal. "Jangan masuk. Bagaimana kalau di dalam ada perangkap atau seseorang yang sudah siap menyerang dengan senjata? Aku tidak mau kamu terluka." Sambil menangkup pipi Barbara, Philip merapatkan pandangan. Sorot matanya memancarkan keseriusan sekaligus rasa aman. "Kamu lupa aku siapa? Aku pengawal terbaik kakakmu. Tidak ada yang bisa menyakitiku. Jadi kamu tenang saja, hmm?" Akan tetapi, Barbara tetap menggeleng. "Tapi kita sudah berjanji akan selalu bersama. Aku tidak mau membiarkan kamu menghadapi musuh seorang diri." Barbara menggenggam lengan Philip lebih erat. Khawatir alasannya belum cukup, ia pun menambahkan, "Lagi pula, aku takut kalau menunggu sendirian di luar." Philips mengamati raut wajah sang istri lebih saksama. Se
Read more
S3| 171. Louis Nakal
"Philip, lihat!" Barbara meruncingkan telunjuknya ke arah lilin-lilin yang berjejer membentuk jalan menuju pintu kamar mereka. "Bukankah ini sangat manis?" Philip tersenyum kecil dan mengangguk. Sambil mengusap lengan Barbara, ia berbisik, "Ini baru permulaan tapi kamu sudah suka?" Barbara menaikturunkan dagunya. Matanya berkaca-kaca. "Ya, si Kembar memang penuh dengan ide. Entah bagaimana mereka bisa seromantis itu, padahal mereka masih sangat kecil." "Apakah itu sindiran untukku?" Philip mengerutkan sebelah alis. Barbara tertawa kecil. "Tidak. Ayo ikuti drone sebelum Emily mengomel lagi." Ternyata, di dinding dekat pintu kamar mereka, tertempel sebuah kertas dengan tulisan tangan Emily. "Selamat, Paman dan Bibi! Happy wedding!" Ada beberapa bunga digambar dengan aneka warna di sana. Pada barisan paling bawah, sepasang pengantin dilukis sedang berciuman. Sebuah hati keluar dari mulut mereka. "Ini lucu sekali." "Ya, Emily memang manis." Tiba-tiba, drone tadi menghampiri mereka
Read more
S3| 172. Pernikahan yang Unik
"Wow! Kembang api ini panjang sekali!" Emily mengamati tongkat di tangannya dengan mata berbinar. "Kau benar. Tongkat sihir saja tidak sepanjang ini." Louis menghunuskan kembang apinya ke udara, sebagaimana seorang ksatria menggunakan pedangnya. Saat itu pula, seorang staf wedding organizer menghampiri mereka lagi. "Oke, mohon perhatiannya, Anak-Anak." Si Kembar menoleh dengan mata bulat. "Nanti saat musik pernikahan dimainkan, tim kami akan menyalakan kembang api kalian. Setelah itu, kalian berjalan dengan perlahan menuju pengantin pria, yaitu paman kalian. Kembang api ini bisa bertahan selama tiga menit, jadi kalian tidak perlu tergesa-gesa." Si Kembar mengangguk-angguk. "Oke." "Tolong diingat, kembang api ini panas dan berbahaya. Kalian tidak boleh menyentuh ujungnya dan jangan mengarahkan kembang api ke orang lain. Kalian hanya perlu memutar-mutarnya sedikit, seperti ini." Mendengar penjelasan itu, bibir Louis mengerucut. "Kami mengerti, Tuan. Kami pernah mencari tahu tentan
Read more
S3| 173. Tamu S
Gagal membangkitkan ingatan, staf wedding organizer itu menghubungi rekannya lagi. "Monitor dua. Mohon informasi. Siapa nama tamu tadi?" Sementara si staf menyimak jawaban dari rekannya, Frank dan Kara bertukar pandang. Napas mereka tertahan. Jantung mereka berdegup cepat. "Lapor, Tuan. Nama tamu yang tidak membawa undangan itu adalah Sean. Dia datang bersama istrinya. Dia berjalan dengan bantuan tongkat." Mendengar nama itu, Frank dan Kara menghela napas lega. Si Kembar menoleh dengan mata bulat. "Apa? Sean datang?" "Benar, Tuan Muda." Dengan mata berbinar, Louis menatap adiknya. "Emily, kita tidak boleh diam saja di sini. Kita harus menyambut Sean!" Emily mengangguk kecil. "Ya. Ayo kita temui Sean!" Melihat dua balita itu sudah lebih dulu berlari, Frank mengecup kening istrinya. "Tunggulah di sini. Kami tidak akan lama." Kara mengangguk. Frank pun buru-buru menyusul si Kembar. "Sean! Sean!" Tanpa memedulikan posisi berdiri Sean yang agak timpang, si Kembar menyerbu pria itu
Read more
S3| 174. Apa Tujuanmu Kemari?
Menyadari kehadiran seseorang di sisi mereka, si Kembar menoleh. Begitu mereka mendapati Sophia, mata mereka membulat. Kaki mereka spontan mundur, menjauh dari sang wanita. "Sophia, kenapa kamu ada di sini?" Louis merentangkan sebelah tangan, menggeser Emily untuk bersembunyi di balik punggungnya. "Kedua orang tuaku sedang terkurung dalam penjara. Aku tidak mungkin membiarkan perusahaan mereka terbengkalai. Apalagi, keluarga besar Moore telah mengasingkan kami. Mereka tidak mau mencampuri bisnis kami. Jadi, siapa lagi yang bisa mengurusnya kalau bukan aku?" Louis tertunduk menggembungkan pipi dan menyudutkan bola matanya ke atas. "Bukan itu maksudku. Kenapa kau ada di acara ini?" Saat itu pula, Frank tiba di sisi mereka. Ia menarik anak-anaknya mundur ke arah Kara sebelum maju menghadapi Sophia. "Mau apa kau kemari? Ini pernikahan privat. Kau tidak bisa datang seenaknya." Sophia mendesak bibirnya dengan dagu. "Aku tidak datang seenaknya." Setelah merogoh tas, ia mengeluarkan se
Read more
S3| 175. Ayah yang Buruk
Ava mendekati Jeremy dengan ragu-ragu. Pria itu masih menempatkan kedua siku pada lutut, tertunduk sambil mengurut pelipis. Sesekali, pundaknya tampak naik, terdesak sesak yang terus mengimpit jantung. Ava tak sampai hati melihatnya. "Jeremy," panggil Ava lirih. Saat pria itu melirik dari sudut atas matanya, ia melanjutkan, "Apakah kau mau kutemani?" Jeremy menggeleng kecil. "Aku baik-baik saja, Ava. Hanya butuh waktu untuk berpikir. Kau temani saja yang lain di meja makan. Aku akan segera menyusul." Sementara Jeremy mengangguk, berusaha meyakinkannya, Ava termenung. Selang pertimbangan singkat, ia beringsut duduk di bangku yang sama. "Aku tidak akan berisik. Anggap saja aku sedang tidak di sini. Kau bisa lanjut berpikir." Ava tertunduk, tak ingin membuat Jeremy merasa terintimidasi. Akan tetapi, Jeremy malah bergeming. Tatapan sayunya terus tertuju pada Ava. Selang satu kedipan, barulah ia mengubah arah pandang—kembali pada foto USG di tangannya. "Kau tahu?" Suara Jeremy memecah
Read more
S3| 176. Mengikhlaskan
"Jadi itu benar?" Frank merapatkan telinga pada ponsel. Raut seriusnya membuat orang-orang di sekeliling meja makan semakin bertanya-tanya. "Baiklah, terima kasih. Tolong segera kabari aku kalau ada informasi lain." Begitu Frank menutup telepon, semua orang mencondongkan badan ke depan. "Bagaimana?" tanya beberapa orang kompak. Frank menggeleng samar. "Sophia tidak berbohong. Dia benar-benar sudah menggugurkan kandungannya." Beberapa orang sontak bersandar pada kursi mereka, termasuk Kara. "Sungguh bayi mungil yang malang," desahnya. "Ayolah, tidak usah terlalu bersedih. Coba lihat sisi positifnya. Bayangkan kalau Sophia mempertahankan janinnya. Jeremy bisa-bisa terikat padanya. Pernikahannya dengan Ava bisa terancam," celetuk Melanie ringan. Barbara seketika terbelalak. "Mama?" tegurnya, setengah berbisik. "Apa? Aku berkata apa adanya. Apakah perkataanku salah?" "Meskipun itu benar, hargai perasaan Nyonya Bell. Bagaimanapun, itu cucunya," bisik Barbara dengan alis berkerut. "
Read more
S3| 177. Bulan Madu Philip dan Barbara
Louis dan Emily melambaikan tangan dengan senyum cerah. Meskipun mereka tidak bisa ikut, mereka turut merasakan kegembiraan si pasangan baru. "Da, Bibi dan Paman Philip! Selamat berbulan madu! Bersenang-senanglah di sana." "Kabari kami kalau kalian sudah sampai! Dan jangan lupa kirimkan banyak foto." Barbara terkekeh gemas. "Kami baru akan tiba besok, Emily. Tapi nanti pasti akan kami kabari." "Oke, Bibi." Si Kembar memeluk Barbara lalu Philip. Setelah mundur, merapatkan punggung pada Frank dan Kara, mereka melambai lagi. Philip dan Barbara balas melambai dengan wajah semringah. Kemudian, sambil bergandengan tangan, mereka masuk ke gerbang keberangkatan. *** "Woohoo!" Barbara merentangkan tangan sembari menghadap lautan. Wajahnya menengadah, menantang langit cerah yang terbentang di atas kapal mereka. "Ini sangat indah, Philip." Matanya terpejam, menikmati semilir angin yang terasa sejuk di pipinya. "Ini akan menjadi perjalanan terbaik yang pernah kumiliki."Melihat keceriaan s
Read more
S3| 178. Butuh Tumpangan?
Begitu keluar dari kapal, Barbara kembali merentangkan tangan. Wajahnya cerah, senyumnya semringah. "Ini adalah kombinasi yang sempurna. Hijau, biru, dan kamu." Ia berputar menghadap Philip. "Aku?" Philip memiringkan kepala. Sudut bibirnya berkedut, kesulitan menyembunyikan kegembiraan. Barbara mengangguk. Lengkung bibirnya menjadi lebih manis. "Ya, kamu." "Tapi aku bukan warna." Philip menggeleng dan merapat dengan Barbara. Barbara pun ikut menggeleng sambil tertawa kecil. "Memang bukan. Tapi kehadiranmu telah mewarnai hari-hariku. Kamu adalah warna terindah dalam hidupku, Phil." Philip akhirnya meloloskan tawa. Sambil menggigit bibir, ia menggeleng tipis. "Kau beruntung kita sedang di ruang terbuka. Kalau saja kita ada di kamar ...." Mata Barbara menyipit. "Kau mau menggelitikku? Membantingku seperti atlet bela diri?" "Kau tahu apa yang kumaksud." Barbara terkekeh. "Kita bisa melakukan itu nanti, Philip. Bukankah kita akan segera ke penginapan?" "Ya, memang. Tapi aku sungg
Read more
PREV
1
...
4748495051
...
53
DMCA.com Protection Status