All Chapters of Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan: Chapter 501 - Chapter 510
525 Chapters
S3| 189. Karunia Masing-Masing
"Shania!" Suara Poppy tiba-tiba membuyarkan lamunan Shania. Saat ia menoleh, sahabatnya itu menyodorkan baju. "Pakailah ini dulu. Kurasa Philip benar. Sebentar lagi, bisa saja ada pengunjung yang datang untuk menyaksikan midnight sun. Jangan sampai mereka melihatmu begini." Mata Shania berkaca-kaca, menatap lurus ke wajah sahabatnya. Bibirnya terkatup rapat, menanti kiriman kata dari otak yang masih sibuk mencerna keadaan. "Kurasa kondisi kita tidak jauh berbeda, Shania." Barbara memecah keheningan. "Aku tidak punya sahabat, tapi aku punya suami yang baik. Sedangkan kamu, kau belum punya suami, tapi kau memiliki sahabat terbaik. Kalau dipikir lebih dalam, kurasa kau sedikit menang dariku." Mata Shania menyipit. "Mengapa begitu?" Barbara mengerutkan mulut dan menatap ke arah langit. "Kau bisa saja jatuh cinta, berpacaran, dan menikah hanya dalam sekejap. Tapi untuk menemukan seorang sahabat sejati, kau butuh bertahun-tahun lamanya. Jadi ...." Barbara kembali memandang Shania dengan
Read more
S3| 190. Bulan Madu Jeremy Ava
"Hai Philip dan Barbara, Maaf kami pergi tanpa pamit. Aku merasa kalau aku tidak akan sanggup menyampaikan kata-kata ini secara langsung. Maaf kalau selama ini aku telah mengganggu bulan madu kalian. Semua itu kulakukan karena aku iri pada Barbara. Dia mendapatkan cinta yang kupikir belum pernah kurasakan sebelumnya. Terima kasih telah menyadarkan aku bahwa ternyata, aku juga sudah menerima cinta semacam itu—cinta yang tulus. Bukan dari suami atau kekasih, tapi dari sahabatku sendiri. Bersama Poppy, aku akan melanjutkan perjalanan dan bersenang-senang dengan cara kami sendiri. Kalian juga bersenang-senanglah. Kuharap kalian tidak bertemu dengan gadis gila seperti diriku kemarin. Love, Shania." Usai membaca surat dari Shania, mata Barbara berkaca-kaca. Philip sampai membungkuk, mengira dirinya salah lihat. "Sayang, apakah kau menangis?" Ia memeriksa mata Barbara lebih dekat. Barbara seketika mengerjap. Sambil mengusap mata, ia menggeleng. "Tidak. Siapa yang menangis? Aku hanya s
Read more
S3| 191. Bintang Jatuh
Ava mengamati langit dengan saksama. Ia seperti mencari sesuatu di antara kelap-kelip bintang beraneka warna. Ketika segaris cahaya putih melintas, ia langsung meruncingkan telunjuk, memberitahukan Jeremy di mana lokasinya. "Aku melihat satu!" Kemudian, sambil menepuk-nepuk dada Jeremy, ia berbisik, "Kuharap aku bisa melahirkan anak kita dengan lancar." Jeremy tersenyum mendengar doa tersebut. "Amin. Kuharap kau dan bayi kita selalu sehat." Ava tersenyum kecil. "Kau harus menemukan bintang jatuh dulu, Jeremy. Baru kau boleh membuat harapan. Begitu aturannya." Setelah mengecup kepala sang istri, Jeremy menghela napas. "Oke." Namun, ketika ia baru mengembalikan pandangan ke angkasa, Ava kembali menegakkan telunjuk dan berseru, "Ada satu lagi. Kuharap anak kita nanti mirip denganmu." Alis Jeremy langsung berkerut. "Kenapa mirip denganku? Aku malah berharap dia mirip denganmu." "Kau memiliki wajah yang tampan, Jeremy, sedangkan aku biasa-biasa saja. Kau juga memiliki postur tubuh y
Read more
S3| 192. Planet Romantis
Ava menggeleng tanpa berpikir panjang. "Aku tidak keberatan. Lagi pula, kita sudah menghabiskan cukup banyak waktu berdua di sini. Apakah kau keberatan?" "Tidak juga. Mau pergi ke sana sekarang? Mereka pasti terkejut melihat kita." Jeremy mengangguk ringan.Ava pun bangkit duduk sambil mengulum senyum. "Mereka seharusnya mematikan GPS kalau tidak mau terlacak oleh kita. Dan mereka seharusnya meminjam teleskop di tempat yang berbeda." "Dan menyewa campervan di tempat yang berbeda," sambung Jeremy sembari menegakkan punggung. "Padahal, Frank jarang lengah. Tapi tadi, aku bahkan bisa melihat van mereka dengan jelas di spion.""Mungkin karena kau mengemudi terlalu lambat, Jeremy. Dia jadi tidak sabar."Sambil membantu Ava berdiri, Jeremy bergumam, "Padahal istrinya juga sedang hamil. Dia seharusnya lebih berhati-hati agar van mereka tidak berguncang.""Jalanan di sini mulus, Jeremy. Apa yang kau khawatirkan?" Jeremy mengedikkan bahu. "Siapa tahu ada batu atau lubang di tengah jalan? Apa
Read more
S3| 193. Milky Way
Louis melirik Emily dengan tatapan penuh makna. Setelah memainkan alis, keduanya menutupi mulut dan terkikik. "Aku dan Emily punya huruf L dalam nama kami," Louis membuka penjelasan. "Sedangkan Mama dan Papa punya huruf R di nama mereka," lanjut Emily sebelum mengangguk dalam. "Jadi ...." "Adik kami harus punya huruf L dan R dalam namanya!" Si Kembar kompak berjinjit dan merentangkan tangan. Sementara Kara tertawa gemas, Jeremy dan Ava bertatapan. "L dan R? Kukira ada hubungannya juga dengan angkasa.""Tidak, Bibi. Kami mendiskusikannya saat dalam perjalanan menuju ke sini. Kami belum melihat langit yang secantik ini." Louis menggeleng tipis."Kalau begitu, apakah namanya Larry? Rully? Raul? Lyra? Liar?" Bibir Emily langsung mengerucut. "Bukan, Paman. Jangan asal menebak. Kami sudah bersusah payah memikirkannya bersama Mama dan Papa." Jeremy terkekeh ringan. "Lalu apa?" "Kalau dia perempuan, namanya Rylee!" Emily merapatkan tangan dan menaruhnya di samping pipi. "Dan kalau dia
Read more
S3| 194. Pagi yang Indah
"Apakah mereka masih tidur?" tanya Frank sambil ikut duduk di mulut tenda. Kara menoleh dengan tatapan lembut. Senyumnya merekah saat menyapa wajah tampan suaminya. "Ya, sepertinya mereka kelelahan. Lihat." Kara kembali memandangi si Kembar. "Louis sampai menganga."Sambil menggosok-gosok lengan Kara, Frank ikut mengamati anak-anaknya. Tawa gemas lolos dari mulutnya.Louis dan Emily tampak nyaman dalam kantong tidur mereka. Yang satu berbentuk singa. Satu lagi berbentuk beruang. Keduanya sama-sama menggemaskan."Wajar mereka lelah. Semalam mereka tidur jam dua. Sekarang, haruskah kita membangunkan mereka?" Kara mengangguk tipis. "Kalau kita tidak membangunkan mereka, mereka bisa mengambek nanti. Mereka sudah menantikan matahari terbit di sini sejak minggu kemarin."Frank menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya cepat. "Oke, tidak masalah. Ini adalah salah satu pekerjaan favoritku." Frank mengubah posisi agar bertumpu pada kedua lutut. Sedetik kemudian, ia mulai menghujani pi
Read more
S3| 195. Menemani Anak
Jeremy melirik Ava. "Kalau aku pergi, kau sendirian di sini. Apakah itu masih bisa disebut bulan madu?" bisiknya.Ava mengelus lengan Jeremy. "Aku tidak apa-apa. Aku bisa menunggu di van sambil bersantai dan mengumpulkan nama-nama lain. Kau pergi saja. Anggap saja kau sedang survei untuk menemani anak kita berjalan-jalan nanti.""Ikutlah dengan kami, Paman. Bibi tidak akan sendirian. Mama akan menemaninya. Para pengawal juga sedang berkemah tidak jauh di belakang sana. Bibi dan Mama pasti aman. Lagi pula, kita tidak akan lama. Jam delapan nanti, kami sudah harus berangkat ke museum."Jeremy mengerutkan alis sejenak. "Apakah kita pergi dengan campervan?" "Tidak. Papa sudah menyiapkan mobil canggih. Apa namanya, Louis?" "High clearance vehicle," sahut Louis bangga. "Sebentar lagi, salah satu pengawal akan mengantarkan mobil itu kemari."Selang keheningan sesaat, Jeremy akhirnya mengangguk. "Oke, tapi aku harus bersiap dulu.""Aku akan menyiapkan sarapan." Ava mengacungkan telunjuk."Ti
Read more
S3| 196. Anak yang Berani
Melihat seekor ular derik besar sedang menggoyangkan ekornya, Louis terkesiap. Cepat-cepat ia melemparkan tasnya ke depan kaki Emily, menjadikannya penghalang kalau-kalau ular itu menyerang. "Ayo, Emily! Cepat berdiri!" Louis menarik lengan sang adik. Dengan air mata meleleh di pipi, Emily berusaha mengumpulkan kekuatan di kaki. Tepat ketika ia berhasil bangkit, Frank langsung menggendong dan memeluknya erat. "Kau baik-baik saja, Tuan Putri? Ular itu tidak menggigitmu, kan?" Ia menepuk-nepuk punggung mungil yang gemetar itu. Sambil menyeka wajah dengan punggung tangan, Emily menggeleng. "Tidak, tapi aku sangat takut dan terkejut. Ular itu terlihat marah padaku. Padahal, aku cuma mencari bunyinya." Frank menghela napas lega. "Ular itu marah karena merasa terancam. Lain kali, kalau ada bunyi seperti itu, jangan mendekat, hmm?"Setelah mendapat anggukan dari sang putri, Frank beralih kepada Louis yang telah ditarik mundur oleh Jeremy. "Kau juga baik-baik saja, Jagoan?" Louis mengan
Read more
S3| 197. Mengabadikan Momen
"Paman, apakah Paman pernah mendengar tentang Pita Mobius?" tanya Louis saat mereka sedang dalam perjalanan menuju lokasi selanjutnya. Jeremy menaikkan alis. "Apa itu?""Jadi, Paman belum pernah dengar? Pita Mobius itu permukaan satu sisi yang tidak punya batas." Mata Jeremy terbuka lebih lebar. Dahinya semakin dipenuhi kerutan. "Paman pasti bingung, Louis. Kita saja bingung saat pertama kali membacanya," celetuk Emily ringan. Wajahnya sudah kembali bersinar. Sambil berjalan di sisi Louis, tangan mungilnya terus menggenggam Frank. Jeremy berkedip-kedip linglung. Ia merasa seperti orang bodoh. "Coba jelaskan lebih lanjut, Louis. Buat pamanmu ini mengerti." Ia menepuk pundak si bocah laki-laki. Louis pun mengambil tali ransel yang menjuntai di bawah lengannya. Langkah kakinya tanpa sadar melambat. "Paman perhatikan ini. Anggap tali ranselku ini adalah sebuah pita." Jeremy menyimak. Ia dan yang lain kompak memperkecil langkah, mengimbangi kecepatan Louis. "Ini adalah pita yang lur
Read more
S3| 198. Laporan si Kembar
Ava mendesak bibirnya dengan dagu. "Kapan saja bisa. Kurasa Jeremy tidak akan terlalu peduli tentang hal itu. Dia pasti menuruti keinginanku. Bukankah laki-laki cenderung seperti itu?" Kara mengangguk-angguk setuju. "Benar juga. Frank juga pasti tidak keberatan. Tapi tetap saja, kita harus bertanya." Tiba-tiba, Kara mengacungkan telunjuk. Matanya berkilat memancarkan semangat. "Bagaimana kalau begitu mereka kembali, kita langsung tanyakan saja kepada mereka?" "Dan si Kembar?" "Tidak masalah. Kurasa mereka akan sangat gembira mendengar rencana kita ini." Ava mengembangkan senyum. "Oke." "Oke! Aku jadi tidak sabar menanti mereka kembali. Sekarang, mari kita tulis apa saja yang perlu disiapkan nanti." Kara kembali mengangkat bukunya dan menegakkan pena. Melihat itu, lengkung bibir Ava mendadak sendu. "Kau tahu? Ini pertama kalinya aku merencanakan sesuatu dengan seorang teman." Kara berkedip-kedip bingung. "Teman?" Ava mengangguk canggung. "Bolehkah aku menganggapmu begitu? Aku
Read more
PREV
1
...
484950515253
DMCA.com Protection Status