All Chapters of Diam-Diam Menikahi Miliarder : Chapter 41 - Chapter 50
130 Chapters
Bab 41
Pukul tujuh, hall sudah dipenuhi oleh para tamu yang hampir semuanya tidak Gita kenal. Dia cuma tahu beberapa orang terkenal seperti Joshua, sutradara yang terkenal kejam namun berbakat, Miranda, aktris utama di film terakhir Joshua, dan Citra, aktris yang akan bermain di proyek Joshua selanjutnya yang tentunya masih rahasia. Namun, tak satu pun dari mereka yang Gita pernah berinteraksi langsung. "Hei, memangnya kamu siapa sampai mereka mau repot-repot kenal kamu?" begitu pikirnya.Gita rasa-rasanya seperti terdampar di gurun pasir. Tidak. Lebih tepatnya, dia merasa seperti sendirian di tengah keramaian ini. Kirana, sebagai orang yang berulang tahun, harus berkeliling menyapa para tamunya. Putra, kekasihnya, kadang-kadang menemani Kirana atau malah tertinggal di tengah keramaian saat Kirana pergi meninggalkannya untuk mendatangi tamu lain.Sementara itu, Rangga, seseorang yang dia kenal baik, sebenarnya bersedia untuk selalu ada di sisinya. Namun, kehadiran Rangga selalu menarik perha
Read more
Bab 42
Gita membiarkan air mengalir dan membasahi kedua tangannya cukup lama untuk menyebarkan rasa dinginnya ke seluruh tubuhnya dan mendinginkan rasa gerah yang dirasakannya walaupun dia tahu itu jelas tidak berguna. Bagaimana mungkin air dapat meredakan kekesalannya? Tapi anehnya, Gita mendapat sedikit ketenangan dengan melakukannya. Napasnya menjadi lebih teratur dan tidak ada lagi hal-hal yang menganggu pikirannya saat melihat air yang mengalir dari keran di wastafel. Dia pun merasa jauh, jauh lebih baik dibandingkan sebelum masuk ke dalam toilet lima belas menit lalu. Tak lama kemudia, dia merasa sudah cukup. Jadi dia mematikan keran lalu mengambil tisu untuk mengeringkan tangannya. Setelah membuangnya ke tempat sampah, dia melihat pantulan dirinya di cermin untuk yang terakhir kali. Dia berusaha untuk tersenyum dan kali ini, itu tampak normal. Artinya dia berhasil mengontrol emosinya. Jadi, ini waktunya meninggalkan tempat ini. "Kamu membawanya?" Gita langsung mendengar suara Far
Read more
Bab 43
Gita mengikuti Farah dengan jarak yang tak terlalu dekat namun juga tidak jauh untuk memastikan dirinya tak terdeteksi. Keremangan memudahkannya dalam mengawasi targetnya. Oh, dia merasa seperti seorang mata-mata dalam film-film aksi. Kegugupan dan antisipasi bercampur jadi satu. Tapi satu yang pasti, dia harus terus memastikan targetnya tetap dalam jarak pandangnya. Dan juga, dia perlu membuat sebuah rencana. "Hai, semuanya," ucap Farah, bergabung dalam lingkaran keluarga Adiwijaya. Di sana ada Rangga, Kirana, dan Putra. Sang pemilik pesta baru saja kembali dari lantai dansa. "Pestanya benar-benar amazing. Aku baru tahu tema bajak laut akan semenyenangkan ini." Pujiannya terdengar meragukan karena dia bahkan tidak repot-repot mengenakan kostus sesuai dresscode. Meski demikian, Kirana harus ramah ke tamunya. Jadi dia memberikan senyumannya dan berucap, "Makasih." "Happy birthday." Kirana hanya membalas ucapan tersebut dengan senyum. "Kenapa kamu nggak berdansa?" Farah tertawa. "A
Read more
Bab 44
Gita dan Rangga kembali dari lantai dansa setelah menghabiskan waktu hampir dua puluh menit berdansa dan menikmati musik syahdu. Mereka berjalan dengan tawa menghiasi wajah masing-masing, menandakan bahwa baik baik terjadi kepada keduanya. "Apa ini? Kalian kembali seperti orang yang berbeda padahal kalian cuma berdansa," goda Kirana. Dia dapat melihat sesuatu yang perlahan-lahan tumbuh di antara Gita dan Rangga. "Sepupumu itu lucu. Dia bilang mau mengadakan pesta dengan dansa sepanjang acara," kata Gita di sela-sela tawanya. "Why not? Bukannya itu jadi seperti di jaman dulu? Pesta para bangsawan adalah soal dansa." Gita tertawa mendengarnya hingga dia tidak menyadari ada seseorang yang lewat di belakangnya. Dia akan menabraknya jika Rangga tidak sigap untuk memegang lengannya dan menariknya. Oh, ini seperti adegan dalam film-film romantis yang dulu pernah ditontonnya. "Itu kan jaman dulu," balasnya usai pulih dari situasi tersebut. Tak dapat dipungkiri, jantungnya sempat berdetak
Read more
Bab 45
Secepat kesadaran itu menghampirinya, secepat itu pula responnya dipaksa untuk aktif. Dia harus meninggalkan tempat ini sekarang. Maka, dia keluar dari toilet dengan terburu-buru. Tapi kakinya seketika berhenti begitu menemukan Rangga tengah berdiri di depan toilet. Pria itu menunggunya? Namun Gita tidak bisa menunjukkan dirinya. Dia terlalu berantakan dan panas. Akan buruk jika Rangga melihatnya seperti ini. "Gita," panggil Rangga yang dengan segera menghampirinya. Rangga terdengar khawatir, begitu pun raut wajahnya. Gita sedikit memiringkan tubuhnya dengan satu tangan yang menutupi kedua matanya. Matanya sembab dan dia tak mau Rangga melihatnya. "Kenapa di sini?" Bahkan suaranya pun parau akibat tangisannya. Ini benar-benar dirinya dalam versi terkacau. "Aku nungguin kamu." Ya, siapa pun tahu itulah yang memang dilakukan Rangga. Dia mengejarnya begitu Gita meninggalkannya. Dan dia melihat wanitanya memasuki toilet jadi dia menunggu di luar dengan sabar dan cemas tanpa berniat m
Read more
Bab 46
Gita merasakan hembusan angin yang meniup kulitnya serta menerbangkan rambutnya dan membuatnya berantakan. Hembusan angin tersebut cukup kuat namun anehnya, dia tidak merasa kedinginan. Dia justru merasakan ketenangan seiring dengan sebuah suara yang memasuki telinganya. Suara itu sangat menenangkan hingga dia menutup kedua mata untuk meresapinya. Tapi kemudian sesuatu melintas di kepalanya. Kenapa suara itu terdengar sangat familiar? Dan kenapa itu mengingatkannya pada bunyi alarmnya? Lalu dia tersadar. Itu memang alarmnya. Dia tidak tahu bagaimana tapi dia menyuruh dirinya sendiri untuk bangun. Perlahan namun pasti, dia memperoleh kesadarannya dan suara tersebut semakin jelas baginya walaupun itu masih terdengar cukup jauh. Di mana ponselnya? Gita membuka matanya hanya untuk menemukan dirinya berada dalam pelukan Rangga. Ini membawanya seperti merasa deja vu. Dia pernah dalam posisi seperti ini. Dengan hati-hati Gita bangun dan mencari ponselnya. Dan dia menemukannya berada di
Read more
Bab 47
Setelah pagi yang menggairahkan adalah waktu untuk merilekskan tubuh. Gita dan Rangga berendam di Jacuzzi dan merasakan air hangat yang seakan-akan memijat pelan tubuh mereka. Itu akan menghilangkan lelah dan memberi kesegaran ke tubuh mereka untuk mempersiapkan diri melalui hari. Ini memang sedikit terlambat sebab sudah jam sepuluh dan mereka baru saja sarapan. Pagi ini memang membuat mereka lupa waktu. "Pesawatmu nanti malam, kan?" Tanya Gita sembari mengalirkan air hangat ke pundaknya. Rangga berdecak lalu menggelengkan kepalanya. "Gita, ini hari Sabtu. Pesawatku hari Minggu malam, seperti biasanya." Oops, Gita lupa. Pesta ulang tahun Kirana adalah di hari Jumat malam, dan setelah Jumat adalah Sabtu. Apa yang ada di pikirannya hingga salah menghitung hari? Gita memperlihatkan cengiran lebarnya dan berucap, "Aku lupa." "Kamu pasti senang. Kita masih punya besok untuk menghabiskan waktu bersama. Mungkin aku bisa mengajarimu soal bisnis sembari kita melakukannya," ucap Rangga en
Read more
Bab 48
Gita mengatur napasnya agar teratur walaupun itu sulit sebab kegugupan telah melanda dan mengambil alih fokusnya. Ini merupakan makan siang pertamanya dengan keluarga Rangga setelah hari pernikahan mereka. Dan juga dengan keluarga Kirana. Mereka memutuskan makan siang bersama karena kebetulan kedua orang tua Kirana berada di Jakarta. Pasti sulit bagi para pebisnis seperti mereka untuk berkumpul bersama sehingga ketika kesempatan itu ada, mereka akan menggunakannya sebaik mungkin, termasuk mengundangnya. "Kamu gugup?" tanya Rangga di sebelahnya. Gita masih menatap ke depan seraya melemaskan jarinya untuk mengendorkan ketegangannya. "Apa yang kamu lihat dariku?" tanyanya balik. Seharusnya jawabannya sudah jelas, bukan? Dia..."Kamu gugup," tukas Rangga. Benar. Dia gugup. Tiba-tiba Rangga meletakkan tangannya di atas tangannya lalu meremasnya pelan. "Kamu sudah pernah ketemu mereka, dan kamu tahu mereka menyukaimu." Gita menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Dia berusa
Read more
Bab 49
"Gita." Dela memanggil namanya begitu panggilan telepon tersambung. Itu terjadi sekitar waktu makan malam. Seketika kedua alis Gita berkerut. Cara Dela bicara seperti menunjukkan rasa kecewa. Tapi, apa salahnya? "Kenapa?" tanya Gita, memilih untuk berakting tak tahu apa-apa. Dia tak mau terlalu jelas memperlihatkan jika dia bisa membaca emosi wanita itu. "Aku telepon kamu berkali-kali, dan juga chat supaya kamu telepon aku. Tapi kenapa kamu nggak melakukannya?" Oh, Gita ingat. Dia melupakan pesan-pesannya. "Maaf. Aku lupa." Itu adalah kebenarannya. Dia tiba-tiba menjadi sibuk sejak insiden malam ini. Dia bahkan hanya sekali membalas pesan dari adiknya. "Farah punya schedule di Sabtu-Minggu ini?" "Begitulah." Bagian ini adalah kebohongan. Dia selalu menggunakannya sejak Rangga rutin mengunjunginya di akhir pekan. Maaf, Del. "Kenapa telepon?" "Aku mau ajak kamu shopping. Sebentar lagi akan ada pesta anniversary perusahaan Lukman, dan aku butuh dress baru." Kerutan kembali muncul
Read more
Bab 50
"Aku lihat loh." Seketika kerutan tercetak di dahi Gita begitu mendengar kalimat pertama Dela. Dia baru saja sampai dan langsung mendapati wanita itu berkata demikian. Itu jelas membingungkannya. "Apa yang kamu lihat?" "Kamu barusan keluar dari mobil hitam tapi itu bukan mobilmu." Dan kerutan Gita menghilang seiring kelegaan yang dirasakannya. Ternyata Dela melihatnya turun dari mobil Rangga. Atau lebih tepatnya, mobil Kirana yang Rangga pinjam untuk mengantarkannya ke sini. Untungnya, dia meminta Rangga menurunkannya agak jauh jadi Dela tidak bisa melihat siapa yang mengendarainya. "Kamu ingat Kirana? Dia yang anterin aku ke sini." Kenapa bukan nama Rangga yang keluar dari bibirnya?"Kamu sering ketemu dia?" "Nggak juga. Kita beberapa kali ketemu untuk membahas soal rekomendasiku." Dan kebohongan Gita terus berlanjut. "Rekomendasi apa?" "Pesta ulang tahunnya." Dan lagi-lagi terus berlanjut. Betapa bodoh Gita yang tak berani mengungkapkan kebenarannya padahal ini hanya sesimpel
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status