All Chapters of Teror Pendakian Jalur Selatan Rinjani: Chapter 21 - Chapter 30
67 Chapters
Bab 21 (Sesuatu Yang Tak Kasat Mata)
Mereka berhenti sejenak sambil memastikan penyebab hal aneh itu. Unyil mendongak menyapukan pandangan pada siluet-siluet pohon raksasa. Begitu pun dengan Pak Junet dan timnya, cahaya-cahaya senter dan lampu sorot diarahkan ke setiap sudut hutan dan sumber suara-suara itu, tetapi mereka tak mendapati sesuatu yang janggal sama sekali.Unyil merapatkan diri karena ada rasa khawatir pada dirinya. Begitu juga dengan beberapa orang lainnya yang terlibat dalam misi evakuasi itu. Mereka seakan diawasi.Suara pepohonan tumbang dan kayu-kayu yang patah bergemuruh dalam gelapnya hutan. Kejadian demi kejadian aneh terus mengiringi perjalanan mereka, seolah tim itu tak diberikan jalan untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang ada di dasar kawah. Sekali lagi mereka memastikan, tetapi tetap saja tak ada satu pohon pun yang tumbang atau patah, terlebih angin berembus cukup tenang."Tetap tenang, fokus pada tujuan kita!" tegas Pak Junet mengarahkan timnya.Mereka tetap melanjutkan perjalanan den
Read more
Bab 22 (Apa Yang Terjadi Pada Pak Junet?)
Mendengar suara orang-orang bicara di luar, Dini dan Luris pun terbangun."Ada yang datang, Bang?" tanya Dini dari dalam tenda."Iya, tim SAR baru nyampe," jawab Bang Ochi.Anggota tim SAR yang juga tampak lelah, segera mencari posisi untuk beristirahat. Mereka harus mengumpulkan tenaga agar proses evakuasi dapat berjalan dengan lancar. Sepertinya, hari ini akan menjadi hari yang panjang dan melelahkan bagi mereka yang terlibat."Eh, rame di luar. Alhamdulillah, datang juga bantuan," ucap Luris setelah membuka resleting tenda. "Unyil mana, Bang?" tanya kemudian."Tuh, di tenda sana. Dia tepar," jawab Bang Ochi."Hm, terus dua orang yang dianterin itu, mana, ya?" Luris bertanya lagi."Jeko sama Opik? Katanya, sih, mereka dapet musibah. Nanti aja kita tanya Unyil pas bangun.""Innalillahiwainnailaihiroji'un." Dini dan Luris kompak."Din, bisa minta tolong ambilkan botol air di dalam tendamu?" pintak Bang Ochi sambil meletakkan dahan-dahan cemara kering pada perapian agar semakin menghan
Read more
Bab 23 (Tim SAR Tiba di Danau)
Situasi seketika berubah tegang. Sesuatu terjadi di bawah sana dan tak dapat terpantau langsung walau dengan alat. Awan kelabu bergulungan memenuhi kawah Rinjani."Pada tim evakuasi, mohon laporkan kondisi ... tim evakuasi laporkan kondisi, ganti," perintah Pak Najam.Tak ada jawaban apa pun. Sepi. Sunyi.Pak Najam segera berlari ke arah Bang Ochi dengan raut wajah panik. "Teropongnya!" Ia mengambil teropong yang tadi ia pinjamkan, lalu fokus meneropong dan memantau kondisi di bawah sana.Pak Najam melepas kembali teropong itu, lalu berlari ke arah katrol dan mencoba melihat ke arah tim yang ada di bawah. Ia tak melihat apa pun kecuali kabut tebal di bawah. Kemudian, matanya tertuju ke arah tali carmantel yang digunakan untuk turun. Tangannya mencoba menggoyang-goyangkan tali itu untuk memastikan sesuatu.Tali masih dalam kondisi tegang karena beban, pertanda masih ada orang yang bergantungan di bawah sana. Namun, tiba-tiba saja talinya mengendur. Pak Najam sedikit menarik tali itu. B
Read more
Bab 24 (Bang Ochi Tiba di Danau)
Tim evakuasi yang sudah tiba terlebih dulu, segera menghampiri Pak Junet yang tiba-tiba datang bersama Bang Ochi dan Pak Najam. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi sehingga datang dengan dua tambahan personil.Melihat Pak Junet memegang jarinya yang cedera, tim medis segera memberikan pertolongan pertama dengan memberikan penyangga tulang, lalu dibalut dengan perban agar jari jempol yang menggantung lemas itu tak semakin parah. "Minum obat pereda nyeri ini, Pak Junet, supaya rasa nyerinya berkurang," ucap tim medis segera membuka sling bag mencari obat yang dibutuhkan."Masih tahan, Pak?" tanya Pak Najam menyela."Tahan! Saya baik-baik saja. Hanya agak nyut-nyutan saja rasanya," jawab Pak Junet."Jadi, di mana lokasi jenazahnya?" tanya Pak Junet kepada salah satu rekannya.Pak Junet benar-benar tangguh. Karena tugas dan tanggung jawab, ia tak menghiraukan tulang jarinya yang remuk dan lemas."Mari, Pak, di sana! Jasadnya sudah terbungkus plastik," jawab salah satu anggota tim evak
Read more
Bab 25 (Teman-teman Jingga Lapar)
Salat Magrib telah ditunaikan, Pak Junet datang menghampiri, lalu duduk di samping Bang Ochi. Ia bersandar pada batu besar, lalu sedikit merosotkan badannya."Chi, terima kasih sudah membantu kami. Jujur saja, saya asli kaget liat kamu ikut turun," ujar Pak Junet dengan suara seraknya."Iya, sama-sama, Pak. Kebetulan udah pernah belajar dan ngisi materi rappelling di kampus. Jadi, udah paham gimana caranya." Bang Ochi menimpali."Oh gitu. Siapa yang sempat ajari rappelling dulu?" tanya Pak Junet."Senior, Bang Ogot namanya. Dia keras, Pak. Tapi ajarannya membekas.""Salam sama Ogot ya, saya seangkatan sama dia, tapi beda fakultas.""Oh, nggih, innsyaallah, Pak."Saat asik mengobrol, Pak Najam datang ke arah kami dengan gelas plastik di kedua tangannya."Pak Net, sebaiknya Bapak istirahat saja, biar saya yang ambil alih sementara." Pak Najam datang menyela pembicaraan dalam Bahasa Sasak."Ndak apa-apa. Saya masih bisa tahan, Pak." Pak Junet meyakinkan."Oh, nggih kalau gitu. Silaq kopi
Read more
Bab 26 (Memburu Bocah Penyeret Mayat)
Pak Junet berlari mengejar bocah perempuan yang semakin menarik kantung jenazah itu menuju gelap.Jingga tampak berusaha keras agar bisa menyeret jasad itu dengan kedua tangan mungilnya. Tampak tubuhnya sedikit condong ke belakang karena beban yang ditarik cukup berat. Namun, melihat Pak Junet mendekati, Jingga melepas kantung jenazah itu, lalu berlari seorang diri ke dalam gelap meninggalkan kantung jenazah."Hei, berhenti!" Pak Junet sedikit meneriaki sambil mengarahkan cahaya headlamp ke arah jingga berlari.Bocah perempuan itu berlari dalam gelap tak tentu arah. Jejak langkahnya terdengar begitu jelas.Bang Ochi, Pak Najam, dan Alit menyusul ke arah jenazah."Masa iya itu anaknya Bang Ipul?" tanya Bang Ochi pada Pak Junet yang masih mengarahkan cahaya ke arah gelap."Pak Junet, di sini dari awal memang banyak kejadian aneh. Anaknya Bang Ipul itu kemarin malam juga sempat hilang, lalu balik sendiri dari arah sini," tutur Alit menceritakan."Ayo kita temui bapaknya, mungkin saja bap
Read more
Bab 27 (Berhasilkah Mereka Keluar?)
Kayu bakar semalam telah habis menjadi abu, ia berserah kepada api, menyisakan asap tipis yang masih mengudara. Di timur sana, sinar matahari mulai membersit dari balik puncak gunung setinggi 3726 meter di atas permukaan air laut. Lansekap yang terhampar pagi itu begitu megah dengan tebing raksasa setinggi ribuan meter menjulang di arah timur.Embusan dingin angin gunung menerpa wajahnya dengan lembut, membawa bau khas asap kayu yang terbakar. Bang Ochi membuka mata, lalu menggeliat merenggangkan badan. Pandangan matanya langsung menghadap ke arah langit yang mulai membiru. Dari tempatnya berbaring, jalur menuju puncak tampak serupa anak tangga menuju negeri di atas awan. Di pinggir danau, tenda-tenda berjejer dengan warna-warni cemerlang.Di tepi danau, seorang bocah perempuan cantik melempar kerikil kecil ke tengah danau, menciptakan riak air berbentuk lingkaran kecil, lalu membesar.Tiga orang berseragam oranye tampak mengitari api unggun. Mereka mendekatkan kedua telapak tangann
Read more
Bab 28 (Di Mana Para Penyintas?)
Waktu menunjukkan pukul 08.45 WITA. Proses evakuasi akan segera dilakukan. "Rekan-rekan sekalian, kalau semua sudah sarapan, mohon agar segera berkumpul!" perintah Pak Junet kepada seluruh petugas evakuasi.Semua penyintas berkumpul, termasuk tim Bang Ipul. Walaupun dia bukan bagian dari rombongan Bang Ron, tetapi timnya akan ikut pulang bersama para penyintas melalui jalur Senaru."Baik ... Alit, silahkan maju ke depan. Kemarin kamu menawarkan diri untuk membantu proses evakuasi melalui tebing, saya tanya sekali lagi, apa kamu yakin dan siap?" tanya Pak Junet dengan nada serius memastikan kembali kesiapan Alit.Alit maju ke arah Pak Junet. "Saya yakin dan saya siap, Pak!" jawab Alit tegas.Mereka yang tergabung dalam Komunitas Pencinta Alam, biasanya telah familiar dengan rappelling, tebing, dan alat-alat yang berkaitan dengan itu. Selama mengutamakan keselamatan, semua akan baik-baik saja."Untuk para penyintas, nanti, akan ikut bersama saya dan Bang Ochi. Lalu, untuk Alit akan iku
Read more
Bab 29 (Mayitnya Miring!)
Lembah Gunung Baru Jari.Pak Junet dan Bang Ochi telah berangkat membawa Fadly dan para penyintas lainnya untuk keluar dari lembah Gunung Baru Jari. Mereka akan dievakuasi melalui jalur Senaru. Tinggal Alit bersama Tim SAR yang bersiap akan mengevakuasi jasad Bang Ron melalui jalur selatan.Alit tampak berusaha menenangkan diri. Ia berusaha menahan debaran jantungnya yang kian menendang tulang dada. Rasa trauma saat melihat tubuh Bang Ron terjatuh, lalu menghempas batu, masih membekas dan tergambar jelas dalam ingatannya. Semua terekam nyata.Ini adalah waktu persahabatan Alit dan Bang Ron diuji."Kenapa kamu nekat mengambil resiko untuk pulang lewat sini?" tanya Pak Najam."Bang Ron itu sahabat saya, dan kami mendaki bersama, Pak. Tidak mungkin saya biarkan dia pulang tanpa salah satu dari kami menemani," jawab Alit. Tiba-tiba, matanya memerah, lalu basah. "Saya ingat, bukankah saat ada yang tersesat kita tak boleh saling meninggalkan? Hati saya bener-bener nggak tega. Orang macam ap
Read more
Bab 30 (Selamatkah Pak Najam?)
"Tahan tarikan! Tahan tarikan!" Pak Najam terus berteriak ke arah HT yang tergenggam di tangannya.Petugas yang mengiringi jenazah tampak kewalahan menggeser sisi tandu yang tersangkut karena tali terus di tarik oleh tim base camp dari atas pelawangan. Pak Najam berteriak, "Sialaan! Tahan tarikannyaa ...!"Ternyata, HT tak berfungsi karena masalah sinyal. Tandu semakin terangkat dan kini berjarak sekitar dua puluh meter di atas Alit dan Pak Najam.Pak Najam terus berusaha mengontak base camp. "Tahan tarikan ... tim base camp tahan tarikan, mohon kurangi tarikan, segera! Jenazah tersangkut ... sekali lagi jenazah tersangkut, jenazah hampir jatuh!" perintah Pak Najam hampir putus asa. Kerikil-kerikil tampak berguguran karena gesekan sudut tandu dan tebing. Beruntung, bebatuan hanya membentur sisi depan helm yang terpasang di atas kepala mereka. Mereka bisa saja terluka jika tidak dengan sigap menempelkan tubuh pada permukaan tebing.Situasi semakin berubah genting. Posisi jenazah kini
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status