All Chapters of Bekal Santet Dari Bibiku : Chapter 11 - Chapter 20
23 Chapters
BAB 11
Aku kembali menolehkan wajahku ke arah ayah dan Ibu. Semula aku melihat ayah dan Ibu sedang memperhatikan ku. Dan di kala itu pula Bibirku sudah bergetar ingin bertanya tentang bibi dan semua terjadi padaku hari ini. Tapi tiba-tiba saja Ibu dan ayah mengalihkan pandangannya dari ku. "Ayah apa......" Belum selesai aku bertanya pada ayah tiba-tiba saja ayah memotong pertanyaanku itu. "Sudah Nis... Sebaiknya kita istirahat deh. Kasihan mama dan adikmu sudah kelelahan. Lagian besok kan kamu mausekolah, jadi alangkah baiknya kamu tidur sekarang supaya gak telat ke sekolah esok hari!" ujar ayah padaku seperti ingin menghentikan obrolan. "Tapi yah... Tunggu sebentar! Aku cuma mau nanya?" "Besok saja Nis! Ayah sudah kecapekan. Ayah seharian capek bekerja di ladang orang untuk mencari uang. Sekarang ayah lagi gak mau membahas apapun lagi! Karena hari sudah terlalu larut. Ayah bilang sekali lagi, sebaiknya kamu istirahat Nis!" ujar Ayah tegas padaku. Seketika Ayah mengalihkan pandangannya d
Read more
BAB 12
Namun saat aku menoleh keluar pintu tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh sesuatu yang aneh sedang ku lihat dari yang mereka pikul itu. "Astaga! Apa itu pocong?" mulutku seketika ternganga melihatnya. Sejenak kembali ku sembunyikan kepalaku dibalik dinding agar tidak ketahuan oleh gerombolan orang-orang tersebut sembari terus bergumam sendiri dalam batinku. Untuk menjawab rasa penasaranku, akhirnya aku pun kembali menoleh untuk memastikannya kembali apa yang telah ku lihat tadi dengan membelalakkan kedua bola mataku ke arah ruangan yang ada secercah cahaya itu namun pantulan cahaya tersebut tak mampu menerangi kegelapan lorong-lorong kamar.Dan setelah cukup lama aku memperhatikan gerombolan orang tersebut akhirnya aku melihat dua orang sedang keberatan menggendong sesuatu yang tidak begitu jelas tampak olehku. Mungkin karena sudah keberatan makanya mereka menyerah untuk memikul benda aneh itu dan benda tersebut semakin jelas terlihat olehku. "Astaga... Apa itu? Kenapa benda yang dibawak
Read more
BAB 13
Dengan cepat ku langkahkan kakiku menuju pintu yang sedang tertutup itu. Sesampainya di depan kamar tanganku langsung memutar gagang pintu namun pintunya sudah terkunci kembali. Suara rongrongan anak kecil itu tak lagi terdengar olehku. Tentu saja itu membuat ku khawatir. "Kenapa suara anak kecil itu tidak lagi terdengar?" gumamku seraya menempelkan kupingnya ke dekat pintu. Tanpa berpikir panjang lagi, aku pun berteriak meminta kepada siapapun yang ada di kamar tersebut untuk membuka pintunya. "Hei siapapun yang ada di dalam, aku mohon buka pintunya! Aku mohon!" pekik ku sembari terus menggedor-gedor pintu kamar yang sedang terkunci itu. Namun tak ada seorang pun jua yang menggubris omonganku. Seketika aku mendengar kamar itu sunyi secara tiba-tiba. Tak ada suara rongrongan maupun suara benda apapun lagi dari kamar tersebut. Lagi dan lagi aku mendekati kupingku di dekat pintu untuk memastikannya. "Hallo... Kalian gak usah berpura-pura tidak mendengar ucapanku. Aku tahu kok, kalia
Read more
BAB 14
Aku memang tidak melihat sosok anak kecil maupun sosok-sosok yang lainnya di sini lagi yang ada hanya aku, ayah dan ibu saja. Rasa penasaran ku membuat ku tak berhenti bergumam dalam batinku sendiri sembari melayangkan pandanganku ke seisi ruangan, "Apa aku benar-benar salah lihat ya? (pikirku). Tapi gak mungkin karena aku sangat yakin mereka masuk ke kamar ini. Aku benar-benar melihat mereka ke arah sini. Tapi kok sekarang gak ada siapa-siapa disini ya? Kemana mereka sebenarnya pergi? Apa ada pintu rahasia di sini?" Kedua bola mataku pun tertuju ke sekeliling ruangan untuk mencari pintu lain yang membantu mereka keluar dari ruangan ini. Ayah nampak memperhatikan aku yang sedang celangak-celinguk mencari pintu tersebut sembari menggeser benda-benda yang tersandar di dinding ruangan itu. "Kamu ngapain lagi sih Nis? Gak mungkin ada orang bersembunyi di balik karton bekas itu (ayah nampak menyunggingkan senyum smirknya). Apa kamu masih tidak percaya dengan apa yang ayah katakan?" tany
Read more
BAB 15
"Nis... Coba deh kamu tengok kacanya sekarang! Tidak ada tulisan apa-apa di kaca itu lagi!" ujar Ibu padaku yang masih bersender di bahu ibu sembari memejamkan matanya. Secara perlahan aku mulai mendongakkan wajahku kembali seraya membuka kedua bola mataku serta mengarahkan pandanganku ke kaca yang ada di di dekatku itu. Dan benar saja apa yang kulihat ternyata tulisan itu benar-benar sudah hilang. "Loh... Kemana tulisan itu? Kok gak ada lagi. Padahal tadi itu jelas-jelas aku ngelihatnya bu!" ujarku pada Ibu. "Nisa? Mungkin kamu hanya mengigau," timpal ayah. "Ayah... Aku gak mengigau kok yah. Aku melihat tulisan itu dengan sangat jelas," gumamku pada ayah. Lagi dan lagi ayah dan ibu tidak percaya dengan apa yang kukatakan itu. "Sudahlah Nis... Lebih baik kamu lanjutin berkemasnya karena ini jam sudah hampir menunjukkan angka tujuh, tidak ada tulisan apa-apa di sini kok! Ayah dan ibu keluar dulu!" ujar ayah seraya mengajak ibu pergi dari kamarku. Aku hanya bisa bergumam dalam bat
Read more
BAB 16
"Arini? Ka... Kamu kok gak ke kelas?" tanyaku terbata-bata. Aku khawatir jika Arini akan marah padaku. Pertanyaanku sama sekali tidak dijawab oleh Arini. Justru sebuah tamparan yang mendarat ke pipi kananku. "Aaaaw..." Tamparan Arini membuatku terasa panas seketikan. Tak disangka Kevin membela ku. Kevin menangkis tangan Arini dengan kasar. "Kamu apa-apaan Ar? Kenapa kamu tiba-tiba menampar Nisa begini?" tanya Kevin dengan ketus."Minggir kamu Vin! Aku mau ngasih pelajaran sama tu cewek biar dia kapok dan gak pernah deketin kamu lagi." ucap Arini."Apa hak kamu melarang Nisa dekat denganku?" tanya Kevin sembari mendongakkan kepalanya. "Karena kamu itu cowokku," jawab Arini dengan penuh rasa percaya diri. Kevin tertawa terbahak-bahak mendengar celotehan Arini yang tiba-tiba menganggapnya sebagai cowok Arini. "Haha... Sejak kapan kita pacaran Ar? Kamu jangan mengada-ada deh. Aku tidak punya hubungan apa-apa sama kamu. Jadi aku berhak di deketin sama siapapun termasuk sama Nisa. Men
Read more
BAB 17
"Ada apa ini Nis? Kenapa Arini lemas begini?" tanya paman cemas melihat keadaan Arini yang masih terkulai lemah dengan mata yang masih merem. Pertanyaan paman membuatku kembali tersadar dan mencoba untuk membantu Arini terlebih dahulu. "Oooh... Ini paman, Arini sepertinya tadi kemasukan mahkluk asral saat dia sedang bersih-bersih di dekat wc sekolah," jelasku pada paman. Tentu saja hal itu membuat paman kaget. "Kok bisa?" Melihat Kevin kesusahan menggendong tubuh lemas Arini itu, paman pun bergegas mempersilahkan kami untuk masuk ke dalam rumah dan menghentikan sejenak rasa penasarannya. "Ya ampun Arini... Ya sudah kalau begitu paman minta tolong bawakan Arini ke dalam ya! Paman gak bisa menggendong Arini soalnya tangan Paman masih sakit," gumam paman sembari menunjuk tangannya yang masih di tutupi perban. "Baik pak!" ucap Kevin dengan cepat masuk ke dalam kamar Arini. Paman hanya bisa mengiringi Kevin hingga ke kamarnya Arini. Bruuuuugh...Kevin menghempaskan tubuh Arini ke a
Read more
BAB 18
Semakin lama aku mendengar cerita ibuk-ibuk itu semakin menakutkan saja dan suasana pun semakin menegangkan. Dan yang lebih mengejutkan dari cerita mereka itu aku mendengar kejadian seperti ini bukanlah kejadian yang pertama kali tapi kejadian yang ke sembilan puluh sembilan kalinya nya. Sontak saja bulu romaku merinding dan teringat dengan kejadian yang terjadi ditengah malam tadi. "Buk-Ibuk kalian benar-benar harus menjaga anak kalian dengan ketat karena bisa jadi anak kalian akan jadi korban selanjutnya. Aku bukan ingin menakut-nakuti kalian tapi aku pernah mendengar cerita dari orang-orang bahwa anak-anak yang meninggal itu berhubungan dengan tumbal yang dilakukan oleh seseorang demi menyempurnakan ilmu hitam yang sedang ia tuntut. Dan para pencari tumbal ini akan terus mencari anak kecil yang sehat dan bugar hingga mencapai seratus orang sesuai dengan target tumbal yang mereka inginkan," jelas seorang ibuk paruh baya yang cukup berperan di kampung tersebut. Seketika semua pasan
Read more
BAB 19
Di sepanjang jalan bulu roma ku merinding. Meskipun hari masih siang dan cahaya matahari masih menyingsing tapi rasa seram jalan yang ku lewati saat ini terasa. Sesekali kedua bola mataku melirik ke kiri dan ke kanan. Untungnya aku hanya melihat pepohonan yang sedang melambai-lambaikan dedaunannya. Semakin jauh ke dalam hutan Bibi pun semakin mempercepat langkah kakinya. "Kenapa Bibi tergesa-gesa begitu?" gumamku sembari berlari agar tidak ketinggalan oleh Bibi. Dan setelah jauh berjalan menyusuri semak belukar tersebut, tiba-tiba Bibi mampir di sebuah gubuk yang terlihat reot di tengah hutan itu. "Kok Bibi singgah di gubuk itu sih?"Aku pun memperhatikan sekeliling dan tidak terlihat orang lain ataupun gubuk lainnya di sana. Aku terus memperhatikan gerak-gerik Bibi dari balik pohon yang memiliki batang cukup besar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari gubuk reot itu. Kini Bibi berdiri di ambang pintu. Sebelum melangkah masuk, kedua bola mata Bibi nampak celangak-celinguk meliha
Read more
BAB 20
Sudah lebih dari lima menit aku berlari-lari mengitari hutan yang dipenuhi semak belukar ini. Rasanya aku sudah berlari cukup jauh dari posisi kakek tua yang baru saja aku dorong itu. "Sepertinya kakek tua itu sudah tidak akan menemukan aku lagi," gumamku dengan wajah sedikit sumringah. "Tapi kenapa aku tidak menemukan jalan keluar?" batinku berkata dengan perasaan sedikit cemas. Aku belum melihat celah-celah cahaya yang akan mengantarkan aku keluar dari sunyinya hutan ini. Suara siulan burung hingga sahutan burung kadang masih terdengar di telinga. Bahkan sesekali suara rauangan binatang buaspun terdengar jelas olehku. Tentu saja hal itu membuat jantungku berdebar semakin kencang dan badanku pun seketika menggigil ketakukan. "Ya Tuhan... Suara apa itu?" Kedua bola mataku tertuju pada bayangan pohon yang nampak bergoyang di tengah hutan belantara itu.Dalam kesunyian dan ketakukan aku memutuskan untuk menghentikan langkah kakiku sejenak. Sesaat kemudian aku merasa ada hal yang jangg
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status