Semua Bab Aku Keguguran, Suamiku Umumkan Punya Momongan: Bab 11 - Bab 20
37 Bab
Kenyataan yang Terungkap
*** “Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Pernikahanku baik-baik aja dan aku bahagia hidup bersama suami. Kami saling mencintai.” Aku tetap menutupi apa yang terjadi di depan Arif. “Al, Al … ternyata ketabahanmu lebih dari yang aku kira.” Saat Arif mencoba mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dalam rumah tanggaku, tiba-tiba mobil laki-laki yang telah menikahiku memasuki halaman rumah nenek. Kenapa dia menyusul ke desa? Siapa yang telah memberitahukan keberadaanku padanya? Laki-laki itu memarkirkan kendaraan roda empat miliknya lalu turun. Dia melangkah dan pandangannya langsung tertuju pada sosok pria yang sedang bersamaku saat ini. Aku tidak tahu apa yang ada dalam pikirannya sekarang. “Ngapain kamu ke sini, Mas?” Aku langsung melontarkan pertanyaan itu. Ternyata aku tiba-tiba lupa kalau Arif ada di antara kami. “Kenapa? Kamu nggak suka aku ke sini, Sayang …karena ada dia?” Suamiku menunjuk ke arah Arif. “Kamu apa-apaan, sih, Mas. Baru datang langsung nuduh gitu.” “Kamu ya
Baca selengkapnya
Mengetahui Kebenaran
*** “Kakek dan Nenek pasti membelanya, itu sudah pasti.” Mas Arif justru memberikan balasan dari ucapan Kakek. “Dia pantas dibela karena telah disakiti oleh suaminya sendiri.” Aku terharu mendengarkan penuturan Nenek. “Tapi dia istri saya.” “Karena statusnya sebagai istrimu, kau merasa bebas untuk menyakitinya?” Kakek berjalan ke arahku dan Mas Arif. “Hanya karena satu tamparan, Kakek merasa kalau saya menyakitinya?” Aku tidak percaya mendengarkan apa yang disampaikan Mas Arif. Dia tega mengatakan kata hanya atas kekerasan yang ia lakukan. “Kau bilang hanya? Saya sampai detik ini tidak pernah berbuat kasar atau menyakiti istri saya, neneknya Aliyah. Paham! Laki-laki tidak tahu diri!” Kakek tiba-tiba mendaratkan tamparan di pipi kiri Mas Arif. Laki-laki yang telah menikahiku tersebut seketika terdiam sambil memegang pipi kirinya. Aku tidak pernah menyangka sebesar ini pembelaan seorang kakek terhadap cucunya. Ternyata Kakek juga bisa berubah menjadi seseorang yang tegas. Selama i
Baca selengkapnya
Mengikuti Kata Hati
*** Betapa bahagia rasanya di saat laki-laki masa lalu dan juga merupakan cinta pertama, mengutarakan perasaannya. Aku merasa menjadi wanita yang paling beruntung karena ternyata apa yang kurasakan sebelum bertemu dengan suami, tidak bertepuk sebelah tangan. Cintaku dan cinta Arif saling bersahut, walaupun kami sama-sama tidak menyadarinya. Saat kami sudah sangat dekat dan aku mengetahui besarnya rasa cinta yang dimiliki, justru rasa bimbang yang muncul. Bagaimana mungkin aku akan menyambut hangat perasaan yang telah diungkapkan oleh laki-laki lain, sedangkan statusku masih menjadi istri dari Mas Arif. Dulu aku pernah meminta berpisah dan lepas dari ikatan sakral dengan suami, saat dirinya akan menghalalkan Alexa. Namun, apa yang kudapatkan, Mas Arif justru tidak bersedia memenuhi permintaanku. Dia tetap bersikeras mempertahankan hubungan pernikahan kami, walaupun sudah menikah dengan sang mantan kekasih. Kala itu aku masih terlalu mencintai laki-laki tersebut hingga tetap bertahan
Baca selengkapnya
Keputusan yang Tepat
*** Mungkin ini sudah menjadi jalan hidup yang harus kuhadapi, ternyata setiap orang itu bisa berubah. Mas Arif yang dulunya terlihat sangat peduli dan mencintaiku, sekarang sudah seperti orang lain yamg tidak aku kenal. Perubahan itu begitu cepat terjadi setelah dia bertemu kembali dengan wanita masa lalunya. Sungguh sangat sulit diterima oleh akal dan pikiran, hati terasa sakit jika mengingat semua kenangan dan kebersamaan selama beberapa tahun hidup dengan Mas Arif. Namun, semua kemesraan yang pernah terjadi di antara kami hanya akan menjadi masa lalu semata. Semuanya telah berubah drastis dalam waktu sekejap saja. Sekarang, waktu menunjukkan pukul 14.06 WIB. Setelah melakukan kewajiban sebagai umat Muslim, aku dan Nenek sekarang sedang berjalan menuju sawah milik orang tua tersebut. Aku ingin melihat pemandangan di sekitar tanah yang telah ditumbuhi padi. Walaupun cuaca masih sangat panas, tapi aku menikmati perjalanan bersama Nenek. Banyak tanaman padi yang sudah menguning dan
Baca selengkapnya
Penyelidikan
*** “Aku mohon, jangan tinggalin aku, Sayang.” Mas Arif meraih tanganku setelah Papa menyatakan niat agar berpisah dengannya. “Aku nggak bisa, Mas. Aku ingin bebas dari hubungan yang sudah tidak sehat ini. Kamu nggak perlu menahanku, masih ada wanita yang sangat kamu cintai selama ini yang akan menemanimu.” Aku menepiskan tangannya. “Aku juga butuh kamu, Sayang.” “Butuh untuk disakiti?” “Kenapa kamu ngomong seperti itu?” “Karena itu adalah kenyataan.” Setelah tadi berpamitan pada kakek dan nenek, akhirnya kami kembali ke kota dan langsung menuju rumah Mas Arif. Ternyata hari ini dia tidak masuk kerja karena sedang demam dan juga batuk. Terus terang, rasanya hati ini iba melihat dirinya yang berbaring di atas sofa ruang TV. Tidak ada yang memperhatikan. Aku tidak mengerti kenapa di saat seperti ini, Alexa justru tidak ada di sampingnya. “Kau sudah terlalu jahat terhadap anak saya!” Papa yang biasanya menyebut diri ‘Papa’ pada Mas Arif, tiba-tiba berubah menjadi ‘saya’. “Saya mi
Baca selengkapnya
Siapa yang Alexa Temui?
*** Masih banyak pesan yang dikirimkan oleh laki-laki tersebut, tapi isinya hampir semua sama, pertanyaan itu-itu saja. Terus terang, aku merasa bersalah karena tadi mengakhiri pembicaraan dengan Arif di telepon secara sepihak. Saat masih berpikir akan berbuat apa dengan kesalahan yang kuperbuat padanya, tiba-tiba nada panggilan masuk di ponsel terdengar lagi, dan ternyata dari dia yang ada dalam pikiranku saat ini. Oh, Arif … aku benar-benar tersanjung karena usahamu. “Assalamu’alaikum.” Akhirnya aku mengangkat telepon dari laki-laki itu. “Wa’alaikumsalam. Kamu kenapa, Al?” Pertanyaan itu yang langsung dilontarkan padaku. “Aku nggak apa-apa, kok.” “Kenapa kamu tiba-tiba memintaku untuk tidak menghubungimu? Terus, kamu juga matiin telepon. Setelah aku telepon lagi, kamu nggak angkat. Apa kamu marah? Mungkin aku melakukan kesalahan.” “Kamu, kok, ngomongnya gitu? Aku nggak marah sama sekali. Tadi aku lagi nyetir. Tapi aku minta, untuk sekarang kita tidak usah saling berkomunikasi
Baca selengkapnya
Mengetahui Kebenaran
*** Aku mencoba mendekati ruangan yang dimasuki oleh Alexa dengan sangat hati-hati agar tidak dicurigai oleh laki-laki yang menunggu di depan pintu. Akhirnya aku berhasil melihat wanita itu dari jendela yang berada di samping kamar pasien tersebut dan mengintip mereka dari celah-celah. Di dalam ruangan seseorang sedang duduk dengan tubuh yang kurus dan dilihat dari penampilannya, dia adalah laki-laki paruh baya yang rambutnya sudah ditumbuhi uban. Dia tidak menghadap ke arahku, hingga tidak dapat melihat wajahnya. “Lexa udah berhasil balas dendam, Pah. Sekarang dia pasti sudah merasa tersiksa dan menderita. Semoga Papa cepat sembuh, ya. Kita kembali kumpul seperti dulu lagi. Lexa kangen menjalani hidup bersama Papa. Mama dan Rifa juga pasti kangen Papa.” Aku mendengar Alexa memanggil orang itu dengan sebutan ‘Papa’. Ternyata laki-laki paruh baya tersebut adalah ayahnya wanita yang telah merebut cinta suamiku. Balas dendam apa yang ia maksud? Siapa yang tersiksa dan menderita? “Lex
Baca selengkapnya
Yakin dengan Keputusan
*** Hari ini aku benar-benar sangat puas karena sudah berhasil mengatakan kalimat yang mungkin mampu membuat Alexa terkejut. Dia tidak tahu kalau aku juga bisa lebih kuat dan berani karena sudah mengetahui adanya kebohongan yang telah diciptakan oleh wanita itu. Dirinya telah memasuki rumah tangga yang sudah terjalin beberapa tahun hingga membuat hati ini sakit dan perih. Aku kembali mengemudikan kendaraan roda empat milikku dan pergi meninggalkan rumah yang dulunya sebagai istana cinta untukku dan Mas Arif. Semua itu hanya akan menjadi kenangan, karena kenyataannya sekarang aku tidak tinggal lagi di tempat itu. Terdengar nada panggilan masuk dari ponsel yang sudah aku masukkan ke dalam tas berwarna kuning itu. Aku memarkirkan mobil di tepi jalan dan mengeluarkan benda bentuk pipih tersebut. Ada nama Arif di layar. Tidak bosan-bosannya laki-laki itu berusaha menghubungiku setiap hari. Aku merasa bersalah karena sudah satu minggu tidak menerima panggilan darinya. Tanpa menunggu lama
Baca selengkapnya
Status Baru
*** Hari ini aku sengaja mampir ke kantor Mas Arif. Tidak seperti biasanya, para karyawan dan juga karyawati memandang aneh padaku. Namun, aku tidak memedulikan tatapan itu, hanya bisa berusaha tetap ramah dengan mengembangkan senyuman pada mereka. Saat sudah berada di depan pintu ruangan Mas Arif, aku mendengar suara Alexa. Aku akhirnya berpikir, mungkin ini alasan kenapa tadi para karyawan dan karyawati menatapku penuh dengan keanehan. “Aku nggak mau kalau kamu tetap mempertahankan Aliyah menjadi istrimu. Sekarang kamu harus bisa memilih antara aku atau dia.” Aku tidak terkejut sama sekali dengan kalimat yang diucapkan wanita itu. “Tapi, Sayang … aku tidak bisa memilih di antara kalian berdua. Aku juga mencintai Aliyah.” Sebenarnya aku muak mendengar pengakuan Mas Arif. Katanya cinta, tapi tega menyakiti. “Ya, udah … jika itu yang kamu inginkan, aku dan Rifa akan pergi dari kehidupanmu selamanya.” “Itu tidak mungkin, Sayang. Aku nggak mau kalau harus berpisah lagi dengan wanita
Baca selengkapnya
Kenyataan yang Lain
*** Sangat benar kalau impian Arif merupakan kejutan untukku, karena ternyata kami memiliki cita-cita dan harapan yang sama. Laki-laki itu mampu memberikan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sama sekali. Cinta dan pengorbanan yang ia punya juga membuat pikiran melambung. Jika mengingat semua tentang dia, rasa sakit seketika hilang dengan sendirinya. Aku hampir lupa kalau kenyataan pahit baru terjadi. Laki-laki yang menikahiku selama bertahun-tahun lebih memilih istri kedua yang baru ia halalkan. Kebersamaan yang sudah lama terbina tidak berarti apa-apa untuknya. Aku ikhlas, tapi masih terasa sakit menghujam jantung ini. Akhirnya perjalananku berakhir di rumah Kak Radit, segera kuparkirkan kendaraan roda empat yang selalu setia menemani. Aku segera turun lalu menghampiri Kak Ayu di depan teras yang sudah menunggu. “Hai, Kak,” sapaku lalu kami saling merangkul. “Yuk, kita langsung ke dalam aja,” ajak Kak Ayu lalu melepas pelukan. Kami beranjak meninggalkan teras dengan arsitektu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status