Bagaimana kelanjutan kisah Aliyah dan Arif?
*** Sangat benar kalau impian Arif merupakan kejutan untukku, karena ternyata kami memiliki cita-cita dan harapan yang sama. Laki-laki itu mampu memberikan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sama sekali. Cinta dan pengorbanan yang ia punya juga membuat pikiran melambung. Jika mengingat semua tentang dia, rasa sakit seketika hilang dengan sendirinya. Aku hampir lupa kalau kenyataan pahit baru terjadi. Laki-laki yang menikahiku selama bertahun-tahun lebih memilih istri kedua yang baru ia halalkan. Kebersamaan yang sudah lama terbina tidak berarti apa-apa untuknya. Aku ikhlas, tapi masih terasa sakit menghujam jantung ini. Akhirnya perjalananku berakhir di rumah Kak Radit, segera kuparkirkan kendaraan roda empat yang selalu setia menemani. Aku segera turun lalu menghampiri Kak Ayu di depan teras yang sudah menunggu. “Hai, Kak,” sapaku lalu kami saling merangkul. “Yuk, kita langsung ke dalam aja,” ajak Kak Ayu lalu melepas pelukan. Kami beranjak meninggalkan teras dengan arsitektu
*** Aku merasa bahagia mendengarkan suara laki-laki yang ada dalam pikiran saat ini. Dia mampu membuat hatiku jauh lebih tenang dari sebelumnya. Aku tidak mengerti kenapa perasaan ini begitu cepat menikmati sikap peduli dari Arif. Apa mungkin karena dia merupakan cinta pertama yang mampu menggetarkan jiwa? “Iya, Rif. Suamiku sudah menceraikan aku tepatnya hari ini.” Suaraku sedikit melemah. “Kenapa kamu mengatakan hal ini dengan nada seperti itu?” “Maksud kamu?” Aku tidak mengerti arah pembicaraannya. “Apa kamu merasa bersedih?” Ternyata dia menyadari perubahan suaraku. Terus terang aku sama sekali tidak merasa bersedih atau menyesal, aku hanya masih terkejut dengan status baru yang kudapatkan hari ini dari mantan suami. Tidak pernah terpikirkan sama sekali hingga akhirnya menerima kenyataan ini. “Sama sekali nggak, kok.”Aku memberikan jawaban pada Arif. “Terus, kamu kenapa?” “Mungkin karena masih baru, jadi merasa belum terbiasa dengan status yang sekarang.” “Itu tidak akan
***“Apa? Secepat itu, Al?” Sudah kuduga sebelumnya, apa yang akan Kak Radit ucapkan.“Iya, Kak. Dia teman masa kecilku di desa nenek. Dari dulu kami sudah saling suka, tapi berusaha memendamnya.” Aku mencoba memberikan penjelasan.“Jangan bilang kalau dia laki-laki yang mantan suamimu maksud saat itu.” Kak Radit ternyata masih ingat apa yang dikatakan Mas Arif kala itu.“Iya, Kak, itu benar. Mas Arif juga pernah bertemu dengan laki-laki itu. Kebetulan nama mereka berdua juga sama. Mungkin kalau Mama masih ingat pasti tahu dengan teman masa kecilku.”“Atau jangan-jangan kamu dulu memilih mantan suamimu karena namanya sama dengan teman masa kecilmu?” Mama tiba-tiba menebak apa yang ada dalam pikiranku selama ini.“Iya, Mah, itu benar. Awalnya Aliyah tertarik pada Mas Arif karena namanya sama dengan laki-laki yang Aliyah cintai.” Akhirnya aku jujur dengan apa yang telah kusembunyikan selama ini.“Pantes aja akhir-akhir ini sering senyum-senyum sendiri kalau lihat layar gawai, ternyata a
*** Waktu menunjukkan pukul 14.06 WIB, akhirnya Arif tiba di rumah. Dia terlihat canggung saat berhadapan dengan keluargaku. Rasanya ingin menggoda laki-laki itu karena sikap yang biasa yang ia tunjukkan sungguh sangat berbeda. Tadi aku langsung mengajaknya ke ruang TV untuk ikut berkumpul bersama keluargaku. Papa dan Mama sangat menikmati drama keluarga yang biasa mereka saksikan di televisi. Namun, setelah Arif tiba, mereka serius pada laki-laki itu. “Apa kegiatan kamu sekarang?” tanya Papa pada Arif. “Mengajar di salah satu SMP yang ada di desa, Om.” Sahabat kecilku terlihat malu-malu. “Saya langsung ke intinya saja, ya. Apa hubungan kamu dengan anak saya?” Aku hanya bisa diam mendengar pertanyaan Papa. “Kami sekarang lagi tahap pendekatan, Om. Saya menunggu masa iddah untuk Aliyah berakhir. Setelah itu saya akan melamarnya.” Aku sangat terharu mendengarkan kejujuran dan ketegasan Arif di depan keluarga. “Saya harap kamu tidak main-main dengan anak saya. Kamu sudah sangat tah
*** Arif menatapku penuh arti, reaksi wajahnya sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Sekarang dia terlihat murung dan diam. Aku juga merasa serba salah karena telah membuka dan membaca pesan dari mantan suami. Aku tidak mengerti, ketika sedang berduaan dengan sang pujaan hati, tiba-tiba Mas Arif menghubungiku. Dia telah merusak suasana pertemuan dua insan yang saling melepas rindu karena tidak bertemu sudah hampir tiga bulan lamanya. Sebaiknya aku membuka pembicaraan terlebih dahulu untuk mencairkan keadaan kami yang tiba-tiba terdiam. Aku sangat mengerti bagaimana perasaan Arif setelah mengetahui bahwa mantan suami masih berusaha menghubungiku. “Kok, diam?” tanyaku pada laki-laki yang berada di sampingku. “Nggak apa-apa.” Jawaban Arif begitu singkat menurutku. “Kamu marah?” tanyaku kembali. “Apa aku punya hak untuk marah, Sayang?” Dia justru balik bertanya dan membuatku merasa serba salah. “Aku juga nggak ngerti kenapa dia tiba-tiba hubungin aku. Semenjak kami resmi bercerai, b
*** “Jangan panggil kami dengan sebutan itu, kamu bukan siapa-siapa lagi di rumah ini. Pergi kamu dari rumah ini! Saya sudah tidak sudi lagi melihat wajahmu. Sudah cukup penderitaan yang kamu berikan untuk anak saya!” Papa terlihat sangat marah. “Tolong berikan saya kesempatan sekali lagi, Pah. Saya akan berusaha untuk lebih baik lagi, saya janji.” “Kamu benar-benar tidak tahu diri! Bawa dia pergi dari sini Pak Yono!” Akhirnya Papa juga melakukan hal yang sama denganku. Pak Yono berusaha membawa pergi Mas Arif dari hadapan kami. Sungguh aku tiba-tiba merasa sangat kesal hari ini. Dia telah berhasil mengobrak-abrik hati dan perasaanku. Laki-laki itu benar-benar tidak tahu diri hingga nekat memasuki lingkungan rumah Papa dan Mama. Mungkin dia berpikir bahwa aku adalah wanita yang dulu mencintainya. Selalu menurut dan menghormati apa yang menjadi keputusannya sebelum wanita pengganggu memasuki rumah tangga kami. Namun, sekarang sudah tidak dapat lagi disamakan dengan yang dulu. Kini
***Tiga bulan telah berlalu, akhirnya masa iddah itu telah berakhir. Hari ini Minggu, keluarga Arif sudah berada di rumahku. Laki-laki tersebut telah memberitahukan sebelumnya bahwa dia dan orang tuanya akan datang melamarku. Hati ini berdebar tidak beraturan.Sebelum kedatangan mereka, aku sudah meminta pada Papa sebagai wali dan juga orang tua agar mengatakan yang sebenarnya pada keluarga Arif. Aku sudah memantapkan hati untuk berusaha ikhlas dan tabah dengan apa yang akan terjadi.“Kalau mereka menolak untuk menerima kamu, apa kamu sudah siap, Nak?” tanya Papa beberapa hari yang lalu padaku.“Aliyah sudah siap, Pah, dengan apa yang akan terjadi.” Aku meyakinkan Papa. Aku benar-benar yakin dengan keputusanku.“Baiklah, jika kamu sudah siap, Papa dan Mama, juga keluarga akan dukung kamu.” Papa mengusap kepalaku. Aku menyunggingkan senyum.Sekarang adalah penentuan hubungan aku dan Arif, apakah kami akan tetap bersama atau justru sebaliknya? Aku sudah sangat yakin dengan keputusan ya
POV Mas Arif***Diri ini merasa telah dipermainkan oleh kehidupan. Wanita yang dulu sangat aku cintai dengan tega telah menciptakan sebuah kebohongan besar, bahkan bisa dikatakan sebagai penipuan. Dirinya telah berhasil membuatku merasa menjadi laki-laki yang sangat berarti karena telah melahirkan darah daging yang sudah lama kuharapkan.Beberapa bulan yang lalu, Alexa kembali hadir dalam hidupku dengan sebuah pengakuan yang sangat mengejutkan. Dia memberikan penjelasan bahwa dirinya telah melahirkan buah hati yang sudah berusia lima tahun. Aku hampir tidak percaya mendengar kabar gembira itu, walaupun aku menyadari bahwa dulu kami sering melakukan hubungan terlarang.“Ini anak kamu, Rif.” Kami akhirnya bertemu, dia membawa seorang anak laki-laki yang diakui sebagai anakku.Awalnya aku sangat ragu untuk mengakui anak itu sebagai hasil dari perbuatan kami berdua. Namun, Alexa mengajakku melakukan tes DNA, dan setelah hasilnya keluar, ternyata benar bahwa di atas kertas itu tertulis, b