All Chapters of Yang Kau Bilang Miskin : Chapter 51 - Chapter 60
80 Chapters
jangan nangis Rini C
"Cie masih ngambek," Mas Bayu menggodaku, ia malah tertawa melihatku.Aku mencebik bibir. Malas meladeni Mas Bayu. "Dimas, anterin aku, yuk! Aku ada acara nih," ucap Eis. Eis juga mau pergi kemana? Kok tumben banget bisa pergi bareng-bareng gini. "Mau kemana, Is?" tanyaku penasaran. "Ada acara aku, Rin. Pinjem Dimas bentar, ya!" Eis beranjak keluar. "Lama juga nggak papa, kok!" sahut Mas Bayu. Semua orang pergi, tinggal aku sama Mas Bayu. Mas Bayu mendekat, aku pura-pura aja cemberut. "Masih ngambek nih?" Jangan ngambek gitu dong, cantiknya ilang tau." Mas Bayu menggodaku. "Sini, duduk di kursi." Mas Bayu mengajakku duduk. Aku masih diam. "Udah dong, jangan ngambek lagi. Gimana kalo malam ini Mas ajak kamu ke tempat yang spesial, Mas jamin, kamu pasti suka." Mas Bayu berusaha mengajakku bicara. "Kemana? Kalau kaya tadi sore, aku moh!" "Sapi dong, moooooohhhh!" sahut Mas Bayu. Hih, bikin tambah sebel deh! Ponsel Mas Bayu yang tergeletak dimeja berdering. Mas Bayu segera mera
Read more
Tolong aku Mas A
"Mau apa kau kesini?" Mas Bayu bangkit lalu maju mendekati laki-laki yang berdiri diambang pintu itu. Laki-laki itu malah berjalan sambil berkacak pinggang memutari Mas Bayu. Aku takut setengah mati, melihat laki-laki ini datang kemari, apa tujuannya kesini. "Hebat kamu, Rini, kau bisa kaya juga, padahal semua harta ayahmu tak secuilpun kau dapatkan," cibir laki-laki itu. "Johan, mau apa kau kemari. Jangan berulah lagi disini. Pergi kau sekarang juga!" bentak Pakde Umar. "Diam kau tua bangka! Atau ku pecahkan kepalamu sekarang juga!" hardik Johan mengacungkan sebuah senjata api ke arah Pakde Umar. Aku bangkit, tubuhku gemetar. Mas Bayu mendekatiku. Mata Johan tajam dan bengis. "Turunkan senjatamu, tak pantas kau berlaku begitu. Katakan baik-baik apa maumu datang kesini," ucap Mas Bayu tegas dan terkesan tenang. Kulihat raut kecemasan dan ketakutan diwajah semua orang disini. "Beri aku uang sekarang, setelah itu aku akan pergi dari sini," ucap Johan dengan senyum licik diwajahn
Read more
Tolong aku Mas B
"Ada apa ini Pak Umar?" Para warga berdatangan ke rumah ini. "Kok ada suara tembakan tadi, siapa yang ditembak?" "Ada rampok! Ya ada rampok. Rampoknya lari tolong bantu kejar," Eis menyahut pertanyaan warga. Aku masih tak bersuara. Rasanya Alhamdulillah sekali bisa lolos dari Johan. Suara warga mendadak riuh diluar rumah. Berteriak rampok. "Rini, kamu nggak papa, Nduk?" Bude kembali bertanya kepadaku. Ku kumpulkan sisa tenaga yang masih ada menjawab pertanyaan Bude Siti. "Rini, nggak papa, Bude," lirihku uang ini masih kugenggam.Ya Allah, tolong permudah polisi meringkus Johan, agar tak ada lagi korban keganasan manusia itu. Aku berdo'a dalam hati. Aku bangkit dengan badan lemas, aku ingin keluar rumah. "Mau kemana, Rin?" Eis bertanya kepadaku. "Aku mau keluar, Is. Aku mau diluar saja. Aku mau tau, apakah Johan berhasil ditangkap atau tidak." Aku melangkah keluar rumah. Tubuhku gemetar melihat senjata api Johan yang tadi sempat menempel dikepalaku. "Pakde, itu senjata Johan
Read more
Ulah Yati A
Yu Santi menangis maratapi kematian adiknya. Mas Hadi, Nilam dan Dion, mendekap Yu Santi yang terduduk ditepi jalan meratapi kepergian mobil bak polisi yang membawa jasad Johan. "Pakde dan semuanya, mari kita bereskan semua sisa makanan yang ada, kita bawa pulang saja, rumah ini biar kosong dulu sampai penyidikan selesai." Mas Bayu memberi instruksi kepada kami semua. Aku masih duduk lemas di kursi yang ada diteras ini. Tak kusangka malam ini adalah akhir kisah hidup Johan kakak tiriku yang jahat itu. Mas Bayu masih ngobrol dengan polisi. Beberapa motor masuk halaman rumah ini, ternyata Bejo dan kawan-kawannya yang datang. "Bejo, bantuin berbenah didalam, bawa semua makanan didalam kerumah Bude Siti," ucap Mas Bayu. "Sudah selesai kok, Pak. Didalam tak ada makanan lagi," ucap Dimas. "Baguslah, bawa Ibu dan keluarga Pakde Umar pulang. Bejo bawa motor Pakde dan motor Eis kerumah. Mas Hadi pamit membawa pulang Yu Santi dan keluarga. Mas Bayu menghampiriku yang mematung melihat ke
Read more
ulah Yati B
Raungan sirine ambulan memecah suasana sepertiga malam yang dingin. Aku terbangun, loncat dari tempat tidur langsung melesat keluar. Diluar masih ramai. "Lho, ada apa Bu Rini?" tanya salah seorang anak buah Bejo saat melihatku di ruang tamu. "Itu, ambulan bunyi!" jawabku singkat. "Tadi Pak Bayu telpon, memang jenazah Johan di bawa pulang sekarang, Bu," terang anak buah Bejo lagi. Raungan ambulan terhenti, taklama kemudian mobil Mas Bayu memasuki halaman rumah. Kutunggu didalam sampai suamiku masuk. "Tutup pintu dan tidur dulu disini," ucap Mas Bayu pada anak buah Bejo. Mas Bayu, Dimas, masuk. "Mas!" Aku yang menunggu diruang tengah bangkit segera saat melihat suamiku. Dimas rebahan di hamparan karpet permadani. "Pak saya istirahat dulu, deh," ucapnya. "Sayang, kok belum tidur?" Mas Bayu memelukku. "Suara sirine tadi membuatku bangun. Mas, jasad Johan dimana?" Ku tatap lekat wajah lelah suamiku. "Disemayamkan di rumah Yu Santi. Mas mau ke kamar mandi sebentar, tunggulah dikam
Read more
Ulah Yati C
"Mbak Rini, jangan dengarkan ocehan Yati. Tenang, ya, jangan dimasukan hati omongan yang tadi. Kita percaya Mbak Rini nggak melakukan apa yang diucapkan Yati." Seorang Ibu paruh baya menasihati ku. Kuurai pelukan Mas Bayu. "Mbak Rini, yang sabar, ya! Yati memang begitu orangnya. Mulutnya suka ngawur kalo ngomong," sahut ibu-ibu yang lain. "Biarin Johan kena azab, mati ditembak polisi. Kelakuannya itu meresahkan sekali," imbuh ibu-ibu lainnya. Ternyata kejahatan Johan melegenda di kampung ini, sampai ibu-ibu ini berceloteh begitu. Aku tersenyum menanggapi para ibu-ibu yang turut takziah kemari. Selesai dimandikan, jenazah Johan dibawa masuk hendak dikafani. Suara jerit tangis Yati terdengar menyayat kalbu. "Mas Johan, jangan pergi, Mas. Jangan tinggalin aku, Mas. Lihatlah anak pembawa sial itu kesini, Mas. Dia mau merebut apa yang kita punya, Mas. Bangun Mas, beri pelajaran anak pembawa sial itu!" Jantungku hampir berhenti mendengar tangis ratapan Yu Yati yang menyebutku anak pemb
Read more
insiden A
3 HARI KEMUDIAN "Mas, besok kita pulang aja kekota, sudah lama kita disini." Ku lipat mukena usai sholat Isya'. Mas Bayu masih duduk bersila di atas sajadahnya. "Kenapa pulang? Kangennya udah sembuh?" "Kerjaan numpuk, Mas. Banyak kostumer di cake shop yang nanyain aku, Mas." Kuletakkan mukenaku diatas meja rias. Aku duduk merenung di ranjang. Mas Bayu bangkit lalu mendekatiku. "Kenapa, kok mendadak pengen pulang, bukanya cake shop udah ada yang handle?" Ku tarik nafas berat, hati ini masih ingin disini. Apalagi setelah Mas Bayu memberiku kejutan rumah untukku. Tapi, apakah aku mampu jika hidup disini? "Yang, sebenarnya Mas udah putuskan untuk tinggal disini selama beberapa bulan kedepan. Mas ingin menikmati waktu bersamamu," ungkap Mas Bayu. Aku spontan menoleh suamiku, kutatap lekat mata teduhnya. Ku cari kebohongan di mata itu. Sia-sia tak ada. "Maksudnya, Mas?" lirihku. "Yang, Bang Riza cerai. Istrinya selingkuh." Mas Bayu tertunduk lesu. Aku kaget bukan main. Bang Riza d
Read more
Insiden B
Eis meletakkan plastik di atas meja makan. "Nih, martabak telor spesial. Aku gajian Bu, biasa makan-makan dulu lah sama Dimas," terang Eis. Ku lihat Dimas senyum-senyum berdiri di dekat pintu. "Dim, sini! Jangan mau kalo diajak makan sama Eis, gendut nanti kamu," godaku pada Dimas. Mata Dimas aneh, kaya ada sesuatu saat menatap Eis sekilas. Aduh, Dimas, naksir kah sama Eis? Dimas duduk dekat Mas Bayu. "Ah, Eis cuma ngajak makan bakso aja, Bu. Nggak mungkin gemuk. Bakso nggak bikin kenyang," ucap Dimas mengundang gelak tawa. "Iyalah, orang aku doang yang makan bakso, dia nggak mau. Dah sekarang makan tuh, sekarang ada nasi di rumah," ucap Eis pada Dimas. Eis berlalu kekamar kami lanjutkan makan malam ini. "Kalau kalian mau pindahan, sebaiknya besok siang masak, Bu. Malamnya biar Bayu dan Rini pindahan, nanti biar bapak suruh orang untuk mengundang warga datang ke acara selamatan di rumah Bayu dan Rini," ungkap Pakde Umar. "Wah kalau gitu, besok Ibu belanja, terus masak-masak di
Read more
Hadiah talak A
"Ih, mau apa lagi sih? Ganti rugi, apa yang harus diganti rugi?" Ku kibaskan tangan Yu Yati yang memegang tanganku. Mata Yu Yati mendelik hampir keluar dari tempatnya. "Kamu b*go, atau b*doh, hah?! Jelas-jelas Yanti kamu tampar, masih ngelak. Cepat ganti rugi sekarang juga!" bentak Yu Yati kepadaku tangannya menengadah. Ku benahi tasku di pundak, lantas ku tatap tajam Yu Yati sambil bersedekap dada. "Itu pantas untuk anak tak tau adab. Masih mending di tampar. Dan ingat, nggak ada se sen uang untuk membayar ganti rugi seperti yang kamu mau itu. Kenapa sih kalian itu ngusik hidupku terus?" Mataku menyipit mengejek ke arah ibu anak dengan dandanan super menor ini. "Ha ha ha. Sebelum kamu mati menyusul ayahmu yang bodoh itu keneraka, aku tak 'kan berhenti mengusikmu!" hardik Yu Yati. Darahku mendidih seketika saat Yu Yati menghina almarhum ayah. Plak Tanganku spontan melayang dan mendarat dipipi Yu Yati. Nafasku memburu, ingin rasanya ku hancurkan mulut busuk itu. "Kamu! Beraninya
Read more
Hadiah Talak B
"Oh, iya. Sudah siap kok, sebentar saya selsaikan ini dulu, ya." Ku lanjutkan menyemprot air ke bunga anggrek ini. "Kamu kenapa? Kok kusut begitu, bajunya rapi, lho, cuma mukanya kok ditekuk," ucapku pada Bejo. Bejo duduk di kursi teras. "Biasalah Bu, habis perang dunia ke sepuluh," seloroh Bejo wajahnya nampak kesal. Aku terkekeh geli, "Walah, pagi-pagi kok wes perang, enak ngopi, Jo. Sudah ngopi belum? Tak buatin mau?" Ku letakkan alat semprot ini. "Nggak usah Bu, saya mau buru-buru ke kolam. Nanti bapak nungguin." Bejo menatapku sebentar lalu mengalihkan pandangannya. "Kalo semua wanita didunia bisa kaya Bu Rini, nggak akan ada laki-laki ambyar, Bu," celoteh Bejo. Aku tertawa mendengar ocehan lucu Bejo pagi ini. "Kok gitu, Jo. Emang kenapa dengan saya?" Aku berdiri di ambang pintu menanggapi Bejo. "Ya, habis Bu Rini itu baik, perhatian, nggak ngamukan kaya yang dirumah." Bejo pagi-pagi curhat membuatku semakin geli. Prok prok prok "Hebat! Hebat! Istri ngomel dirumah ditingga
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status