บททั้งหมดของ Tawanan Cinta Mafia Tampan: บทที่ 31 - บทที่ 40
110
BAB 31
Danny makin diperam kelesah saat pria paruh baya di sebelahnya mendadak murka dan menjambak Danny hingga mendongak. “Kenapa dia bisa tau? Katanya kau mengeksekusi Jonathan tepat di blind spot CCTV?” geram pria itu dengan tatapan berapi-api. Danny hanya bisa meringis dan memohoh ampun. Pemuda itu rupanya tak berkutik dan sangat ketakutan menghadapi pria paruh baya di sebelahnya. “Siap! Maaf Komandan! Saya bersumpah bahwa saya tidak menemukan adanya CCTV lain di ruangan itu. Saya tidak tahu bagaimana George mengetahuinya.”Pria paruh baya itu melepas cengkraman pada rambut Danny setelah dia berhasil membenturkan kepalanya ke kaca mobil. “Kalau sudah begini, aku tak bisa membantumu. Kau harus menerima konsekuensinya, Danny.”Danny menoleh, sedikit terperanjat. Sebelah tangannya mengusap kening yang tampak benjol akibat benturan di kaca mobil. “Ma-maksud Komandan? Saya harus terima jika mendekam di penjara dan kehilangan seluruh pencapaian saya saat ini?”Pria paruh baya itu mengisa
Read More
BAB 32
“Siap, saya tidak tahu, Yang Mulia. Mungkin ajakan Brigjen J untuk memberikan surprise hanyalah alibi agar beliau bisa melancarkan aksinya untuk melecehkanku,” jawab Danny, berusaha tenang.“Sial!” geram George. “Mau sampai kapan kau terus berbohong, Danny?” “Senjata siapa yang kau gunakan untuk menembak?” “Siap, senjata saya sendiri, Yang Mulia. Namun setelah saya menemukan senjata milik beliau, saya menukarnya.”“Apa kau memang selalu membawa senjata kemana pun kau pergi?” “Siap, kadang-kadang, Yang mulia. Saat itu saya hanya khawatir di perjalanan karena hari sudah terlalu larut.”Hakim mengangguk, mendengar pernyataan Danny walau hal itu masih tak dapat diterima oleh George.Keterbatasan bukti CCTV membuat George kesulitan untuk membuktikan bahwa pernyataan Danny palsu atau benar adanya. Pasalnya, CCTV yang dimiliki George hanya dapat menampilkan gambar, tanpa adanya suara. Jadi baik dia beserta pihak pengadilan tak dapat mengetahui dengan pasti apa yang dibicarakan oleh Danny
Read More
BAB 33
Laporan George yang berkata bahwa Danny mengaku disuruh seseorang berhasil membuat gaduh seisi kantor. Bahkan berita itu sampai ke kantor pusat dari mulut ke mulut beberapa polisi yang gemar bergosip. Sayangnya laporan George tak dapat diproses karena tak ada bukti yang menyertakan ucapan tersebut. Peraturan yang melarang bawa ponsel saat membesuk narapidana membuat George kesulitan untuk merekam. Apalagi di era modern seperti ini dia tak kepikiran sama sekali untuk membawa alat perekam.“Argh! Kayaknya gue harus ketemu Danny lagi.” Sejak lima hari George membuat laporan, akhirnya dia memiliki waktu luang untuk bertemu kembali dengan Danny karena jadwalnya yang terlalu padat akhir-akhir ini. Pasalnya, George sedang mengikuti seleksi untuk menjadi anggota BIN. Baru saja George memarkirkan mobilnya di parkiran lapas, tiba-tiba dia mendengar suara ambulans dan beberapa keributan di pintu masuk. Entah kenapa perasaan George tak enak saat berniat KEPO dengan apa yang terjadi. “Siapa y
Read More
BAB 34
Richardo menyesap cerutunya setelah menghabiskan satu mangkuk ramen di ssbuah restauran. Rupanya dia mengajak George untuk makan siang bersama seraya berbicara satu dan lain hal. ‘Kenapa di mengajakku? Tumben sekali,’ batin George. Pemuda itu mengedarkan pandangannya hingga melihat dua ajudan yang duduk beberapa meter di sebelah kanan. “Santai saja, George. Aku sudah lama mengenal ayahmu. Aku turut berduka cita atas kepergiannya yang secepat ini.”George hanya mengangguk pelan, memaksakan senyumnya untuk menghormati sosok atasan di hadapannya. “Terima kasih komandan.”Richardo menghela napas gusar, bersamaan dengan gumpalan asap yang keluar melalui lubang hidungnya. “Sejujurnya aku tak percaya dengan pernyataan Danny bahwa Jonathan telah melecehkannya. Entah apa yang ada di otak anak itu, kenapa bisa memberikan suatu pernyataan yang tak masuk akal,” tutur Richardo. Dia memperhatikan George yang tengah mengaduk es teh manis dengan tatapan kosong. “Dia memang berbohong. Tujuan Dan
Read More
BAB 35
Setibanya di rumah, George segera berlari ke kamar Jonathan untuk menggeledah barang-barang sepeninggalannya. “Kenapa aku nggak mencurigainya dari awal?” desis George sambil sibuk membuka laci dan lemari. Pemuda itu baru menyadari satu hal bahwa Danny merupakan ajudan Richardo, mantan bawahan Jonathan yang karirnya melejit pesat dengan sangat mudah dan tak masuk akal. Bagaimana jika kecurigaan George benar? Bahwa orang yang memerintah Danny adalah Richardo. Terlebih lagi, kenapa pria paruh baya itu tiba-tiba mengajak George makan siang setelah mengetahui bahwa dia pergi untuk menemui Danny hari itu juga? Apa benar hanya sekadar berbela sungkawa? Namun, kenapa dia tak berbela sungkawa sejak awal? Sejak hari pertama George merasa terpukul dan kehilangan. Sebuah tanda tanya besar berkelindan dalam benak. Sampai akhirnya George berhasil menemukan sebuah brankas kecil di dalam lemari. Dia mencoba berbagai kata sandi tapi nihil. Brankasnya tak dapat dibuka hingga George bergeming beberap
Read More
BAB 36
Sebuah club malam dengan bangunan cukup besar terlihat di sudut jalanan sepi di pinggiran kota. Tulisan El Camorra yang dihias oleh lampu kerlap-kerlip membuat George yakin bahwa tempat itu memang tujuannya. Pemuda itu hanya bisa mengamati dari dalam mobil. Dia tak ingin bertindak gegabah untuk masuk begitu saja sebelum mencari tahu lebih detail mengenai El Camorra. “Sepertinya Ayah berkunjung ke sini akhir-akhir ini. Namun ada apa? Kenapa dia tak menulis penjelasan lebih detail mengenai club ini dalam buku catatannya?” George bermonolog sendiri. “Tak mungkin club sebesar El Camorra tak memiliki legalitas usaha dan tak terdaftar di pajak. Pasti ada seseorang yang menyokongnya dari belakang. Seseorang yang memiliki kekuatan hukum hingga berani memanipulasi data.”George mengetuk-ngetuk kemudi menggunakan telunjuknya sambil memandang club tersebut dengan mata terpicing. Tak lama berselang, sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan club. Tampak seorang pria tampan dengan rambut s
Read More
BAB 37
Gabby menenteng banyak sekali tas belanja di tangannya, dibantu oleh Raizel dan beberapa staff yang sudah siap siaga di depan rumah. Lascrea yang berdiri di ambang pintu masuk pun mengernyit heran melihat bosnya yang baru tiba bersama Gabby dengan begitu banyak belanjaan.“Bos, nggak salah?” bisik Lascrea, menghampiri Raizel yang tengah melangkah ke arah pintu masuk. Raizel menaikkan kedua alisnya, memperhatikan Gabby dan seluruh belanjaannya, lalu menoleh ke arah Lascrea sambil menggeleng. “Enggak! Emang salah kenapa?” “Bos beli apa aja sebanyak ini?” Lascrea pantas protes karena dia yang mengatur keuangan Raizel dan selalu mewanti-wanti kepada pria itu agar tidak menghambur-hamburkan uangnya, apalagi saat bisnis tidak berjalan lancar yang menyebabkan berkurangnya pemasukan. Raizel pun menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. Kemudian terkekeh sambil menjawab, “Emm, ya buat baju ganti Gabby.” Lascrea menggeleng dengan tatapan nanar. Tak habis pikir dengan jalan pikiran Raize
Read More
BAB 38
“Sini saya bantu bawakan,” ucap salah satu ajudan, ngambil beberapa tas belanjaan Gabby. Dengan perasaan bimbang, dia pun menyerahkan semuanya kepada ajudan Raizel dengan tergesa-gesa. “Maaf, Pak. Boleh bawakan semua? Saya mendadak ada keperluan yang harus saya selesaikan terlebih dulu.” Tanpa menunggu jawaban dari ajudan tersebut, Gabby lekas berlari mengejar Raizel. Dia khawatir kehilangan jejaknya. Sampai akhirnya Gabby melihat selintas punggung lebar Raizel yang memasuki kamar Lacrea. “Ah, itu dia!” Gabby berjalan mindik-mindik untuk mengintip sekaligus menguping percakapan Raizel dan Lascrea di dalam sana. Untung saja Raizel tak menutup rapat pintunya sehingga menciptakan celah kecil untuk dia mengintip.‘Apa yang mereka bicarakan?’ Gabby tak dapat mendengar jelas ucapan mereka karena Lascrea dan Raizel berbicara dengan suara pelan. Sampai akhirnya Gabby harus dikejutkan oleh pemandangan yang begitu membuat jantungnya hampir copot. Lascrea berciuman dengan Raizel. Itu yan
Read More
BAB 39
Gabby mengempaskan tubuhnya ke kasur lalu membenamkan wajah di atas bantal sambil menggeram kesal. “Arghh! Aku kenapa, sih?”Dia sendiri bahkan tak mengerti kenapa harus merasa kesal saat melihat Raizel berciuman dengan Lascrea. Apa mungkin karena Gabby merasa dipermainkan? Pasalnya hanya kepada Raizel saja dia berani menyerahkan kesuciannya. Sementara Raizel bisa dengan mudahnya melakukan apa pun dengan wanita lain.“Dasar Cowok Brengsek!”Gabby jadi teringat ucapan mantan Raizel saat ditemui di restauran. Pikirnya, Apa memang Raizel sesering itu mempermainkan wanita? Namun kenapa harus Gabby yang jadi korban selanjutnya? Wanita itu sangat jauh dari kesan seksi. Hanya seorang gadis sederhana yang memiliki paras manis dan lugu. Berbeda dengan Lascrea ataupun mantan-mantan Raizel.“Kalau tau bakal begini, harusnya aku nggak sebodoh itu nyerahin semuanya.”Gabby mengacak-acak rambutnya sendiri, merasa sedikit frustrasi. Sementara Raizel tersipu saat memasuki kamar yang tadi pagi sempat
Read More
BAB 40
Raizel memanggil Gabby ke ruangan kerjanya dengan alasan ingin dibuatkan kopi seperti biasa. Sebenarnya itu hanya akal-akalan Raizel saja agar bertemu dengan Gabby dan memastikan perasaannya sekali lagi.Gabby yang masih menyimpan kesal kepada Raizel terpaksa harus membuatkan kopi dengan malas-malasan. Saat dia meraih wadah gula untuk menaburkannya ke kopi hitam Raizel, tiba-tiba tangannya menyentuh wadah garam sehingga Gabby memiliki ide gila untuk menukar rasa manisnya dengan sejumput garam.“Urusan dia marah mah belakangan. Yang penting kerjain aja dulu!” gumamnya, menyeringai sambil menabur garam lebih banyak lagi.Setelah kopi sudah siap disajikan, Gabby pun bergegas ke ruang kerja Raizel dengan membawa nampan. Sementara Raizel rupanya sudah menanti kehadiran Gabby sejak tadi. Dia bahkan membawa cermin kecil ke mejanya dan berkali-kali menatap wajah tampannya di cermin. Memasang berbagai macam ekspresi seraya menyapa bayangannya sendiri di cermin, seperti tengah latihan percakap
Read More
ก่อนหน้า
123456
...
11
DMCA.com Protection Status