Semua Bab SEPEDA TUA WARISAN KAKEK : Bab 41 - Bab 50
165 Bab
BAB 41 BUDE KUSRINI
"Siapa yang bilang seperti itu, Mbak?" tanya Ayah dengan menoleh ke arah kami semua, aku dan Bude Kusrini saling pandang karena kaget dengan pertanyaannya barusan. Tidak kami sadari jika Ayah ternyata sudah pulang dari pemakaman dan mendengar apa yang tengah kami perbincangkan. Sungguh di luar dugaan. Namun, bukankah itu adalah sebuah kebaikan? Supaya Ayah tahu lagi perbuatan dari saudaranya tersebut meskipun itu sangat memalukan karena banyak keluarga dari pihak Ibu yang akhirnya tahu akan sifat Bi Salimah sekeluarga?Ah, entahlah, disini aku sendiri menjadi seseorang yang serba salah. Harus memberitahukan tabiat salah satu keluarga supaya keluarga lain melihat jelas dan menilai sendiri siapa mereka. Namun, itu justru akan membuat Ayah semakin terpojok karena ulah dari adiknya. Kalau hanya diam saja, nanti Ibu yang merasa sakit, seperti seolah tidak ada yang membelanya. Aku menunduk, mengikuti alur yang sedang berjalan seperti hembusan angin yang menerpa wajah."Tuh, adik kamu! Kal
Baca selengkapnya
BAB 42 KELUARGA MACAM APA INI?
"Bukan ulah kami, Mbah. Namun, sikap dari mereka yang tidak mencerminkan sebagai saudara. Maaf, jika saya mengambil keputusan ini, tapi sekali lagi saya ucapkan, tidak ada yang bisa lagi menghina keluarga kami. Saya tidak akan melepaskannya begitu saja, kecuali mereka meminta maaf kepada Ayah, Ibu juga Mas Agus," jawab Mas Yanuar yang membuat Bude Kusrini menyunggingkan senyum."Bagus, lelaki seperti ini yang saya mau. Lakukan apa yang menurutmu baik!" Bude Kusrini menepuk pundak Mas Yanuar dengan membusungkan dadanya. Wanita itu terlihat sumringah kala mendengar perkataan suamiku. Mbah Darma pun berlalu pulang tanpa lagi menoleh ke arah kami yang masih berdiri di tempatnya. "Sudahlah, persiapkan saja untuk tahlilan nanti malam, untuk masalah ini nggak usah dilanjutkan. Nanti setelah tujuh harinya Agus baru kamu kasih pelajaran mereka, Bude mendukung penuh. Jangan gentar jika benar, bukan begitu Budi?" ujar Bude Kusrini. Sedangkan yang ditanya hanya diam dan menggandeng tangan Ibu,
Baca selengkapnya
BAB 43 ISU
Seminggu berlalu semenjak kepergian Mas Agus untuk selamanya. Ada sesuatu yang kurang di rumah ini. Apalagi Ibu yang setiap pagi seusai mengerjakan tugasnya, kini menjadi melamun dengan duduk di tempat Mas Agus kala masih hidup. Sungguh pemandangan yang membuat diri ini ikut bersedih. Bagaimana tidak? Keseharian beliau yang memang selalu merawat anak lelakinya tersebut kini harus selesai dan itu menyisakan banyak kenangan yang harus dihapus dari ingatan. Mengikhlaskan adalah cara untuk meredakan rasa rindu yang membuncah ketika sepenggal kisah masa lalu terngiang diantara hari-hari yang kaki lewati.Dan, selama itulah Bi Salimah sekeluarga juga Lek Kandar tidak pernah bertatap muka dengan kami sekeluarga. Entahlah, jarak antara kami semakin membentang. Terlalu jauh untuk didekatkan dan terlalu sulit untuk dieratkan, meskipun ada dua yang terkadang menjadi tali itu sedikit baik. Namun, bukan pada keluarga kami.Aku duduk di teras rumah menikmati semilirnya angin yang menyapa dengan se
Baca selengkapnya
BAB 44 PESUGIHAN
Mbak Kiki mengangguk, tangannya mengelus punggung ini berulang-ulang. Hingga terhenti saat mendengar ocehan Bi Salimah yang seolah itu tertuju padaku. Sakit, dia mencoba menyentil luka ini kembali. Entah apa maksudnya? "Sehatlah, 'kan, duitnya banyak. Nggak pernah keluar untuk bekerja, tapi uang selalu saja datang dengan tiba-tiba." Bi Salimah terlihat geram, tangannya yang memegang seikat sayuran dibanting kasar. Kami yang hendak memilih sayuran saling pandang dengan dahi yang berkerut."Benar, Mbak Suci kalau suamimu itu mempunyai suruhan untuk mengambil uang orang lain? Idih, masih muda kok malas bekerja dan nggak suka menggerakkan ototnya. Apa nggak takut dosa, neraka lho jaminannya," celetuk Bu Ita, wajahnya berubah sedikit jutek dengan senyum sinis terhadapku. Bahkan belum berselang satu detik, wajah wanita ayu itu terlihat seperti seseorang yang jijik melihat ke arahku. Mbak Kiki yang tak jauh berdiri dariku seolah tahu apa yang aku rasakan saat ini. Dia berusaha menenangkan
Baca selengkapnya
BAB 45 KEJUTAN
"APA?!" teriak Ayah dan Ibu hampir bersamaan dengan mata nyaris membulat sempurna.Aku dan Mas Yanuar mengangguk, mengiyakan apa yang baru saja membuat kedua orang tua kami kaget. Aku tahu mereka pasti tidak pernah mengira jika keadaan akan menjadi semakin runyam dengan segala macam badai menerpa kehidupan kami.Ayah terduduk kembali dengan lemas, matanya sedikit terpejam lalu kembali terbuka hingga membuat tangan Ibu mengelus lembut lelaki tercintanya itu. Mungkin Ayah tidak pernah menyangka jika keluarga kami akan menerima fitnah kejam seperti ini."Siapa yang memberitakan hal tersebut?" tanya Ibu dengan mimik muka serius."Bi Salimah sekeluarga," jawab mas Yanuar pasti. "Yakin, Mas. Siapa tahu ada orang lain yang membenci keluarga kita lalu memfitnah mereka sebagai orang pertama yang mengatakan. Bukannya aku membela, hanya saja takutnya nanti malah timbul fitnah jika berbicara tanpa ada bukti nyata," ujarku menghibur Mas Yanuar yang sedikit geram karena bunyi giginya yang bergemel
Baca selengkapnya
BAB 46 MENYEMBUNYIKAN
Aku mendesah, bisa-bisanya Ayahku menyembunyikan rasa itu sendirian. Dan aku bukanlah anak kecil yang bisa dibohongi dengan perasaan yang dimiliki oleh seorang Ayah. Mas Yanuar meminta izin untuk keluar sebentar, dandanannya rapi seperti hendak pergi keluar kota saja. Aroma minyak wangi pun mengundang tanya dalam hati, mau kemana suamiku siang hari begini? Meskipun berbagai macam pertanyaan menjejal otak ini, tapi aku masih enggan membuka mulut. Sebab, dilihat dari wajahnya, suamiku itu seperti sedang memendam amarah dan aku tidak ingin menambahnya. ⭐⭐⭐Senja mulai berjalan dan akan berganti malam. Namun, Mas Yanuar belum juga menampakkan batang hidungnya. Sekali saja tadi dia menghubungiku untuk memintaku segera makan siang dan beribadah. Dada ini bertalu-talu tak karuan, seakan menunggu sesuatu yang akan membuat hati ini kaget. Hingga azan magrib berkumandang pun, Mas Yanuar belum juga pulang. Kekalutan diri ini terlihat oleh Ayah yang sedang duduk di kursi. "Kamu kenapa? Shola
Baca selengkapnya
BAB 47 PANGGILAN
Pagi ini aku mengemas barang-barang pesanan untuk segera dikirim sore nanti yang akan dijemput oleh kurir. Begitu kebiasaan ku kala mendekam di dalam rumah, bukannya duduk dan bersantai ria. Akan tetapi selalu sibuk dengan pekerjaan online yang selama ini menjadi pekerjaan utama setelah acara pengurangan karyawan saat itu.Pun demikian dengan Mas Yanuar, dia sibuk di depan layar ponselnya yang selalu bersinar. Pekerjaan kami memang di rumah, tidak banyak menghabiskan waktu diluar. Hingga ada yang mempunyai pikiran buruk jika kami ini mengadakan ritual aneh yang selama ini terdengar. Desas-desus itu pun semakin merambah ke tempat tinggal Mas Yanuar, kemarin Kakak dari suamiku itu menelpon dan menanyakan perihal berita yang santer tersebar bak artis yang tengah digosipkan para netizen. Bukannya sedih atau marah, mereka justru tampak menganggap semua itu adalah sebuah lelucon. Padahal dalam hatiku teramat sakit difitnah oleh keluarga sendiri, iri boleh, tapi kalau berlebihan itu justru
Baca selengkapnya
BAB 48 HADIAH
Keluarga yang selalu kuterima dengan pandangan sebelah mata dari mereka. Terkadang aku merasa iri ketika melihat para tetangga yang saling mendukung satu sama lainnya walaupun orang tua mereka telah tiada, tapi rasa kekeluargaan masih saja erat. Mereka bercengkrama bersama bahkan disaat ada salah satu keluarga yang sakit begitu cepatnya mereka membantu tanpa meminta pertolongan terlebih dahulu. Indahnya kekeluargaan itu selalu aku rindukan sejak kecil. Namun, jalan hidup seseorang memang tidak sama. Sekuat apapun keinginan itu aku rencanakan, tapi nyatanya saudara dari pihak Ayah terlampau jauh untuk didekatkan. Ada jarak yang membentang dan sulit untuk disatukan. Berbeda jauh dengan keluarga dari pihak Ibu. Mereka menyayangi kami tanpa balas, bahkan rasanya seperti saudara kandung sendiri padahal kami hanya saudara sepupu. Aku tersenyum kala mengingat kejadian waktu kecil saat bermain dengan saudara-saudara dari pihak Ibu, sangat menyenangkan."Ibu kok semakin takut, ya." Suara Ib
Baca selengkapnya
BAB 49 IRI
Wangi aromaterapi menusuk hidung, kusapu pandangan ke sekeliling yang didominasi dengan warna putih. Sama seperti kamarku dan nyatanya tebakanku kali ini benar adanya. Ibu yang memijat pelan telapak tangan ini tersenyum kala aku memandangnya penuh tanya. Rasa pusing masih saja tersisa, hingga rasanya diri ini enggan bergerak. "Syukurlah kamu sadar, saking bahagianya sampai-sampai nggak bisa bawa diri sendiri. Anak Ibu memang lucu," ujar Ibu dengan mencubit pelan hidung ini.Perlahan tubuh ini ku topang untuk bisa duduk di tepi ranjang dan ingin menanyakan perihal mimpi yang telah terjadi barusan. "Bu …." "Alhamdulillah, aku kira kamu nggak akan sadar," ujar Mas Yanuar yang membuat Ibu mengerutkan keningnya."Eh, maksudnya apa, Nak? Ini anak Ibu yang paling cantik akan pingsan selamanya? Nggak, Ibu nggak setuju." Kami tertawa bersama, Ibu ternyata bisa juga bercanda disaat seperti ini. Aku mencoba berdiri dan berjalan keluar, uneg-uneg dalam pikiran memaksa untuk di jalankan. Nam
Baca selengkapnya
BAB 50 ANEH
Tanpa menjawab, adik dari Ayah itu berlalu meninggalkan rumah kami dengan menghentakkan kakinya di tanah berulang-ulang dan mengumpat sumpah serapah yang tidak boleh didengar oleh anak-anak. Kami semua menggeleng-geleng melihat sikap dari wanita yang terkenal pedas lidahnya tersebut."Bungkam dia, jadi orang kok aneh banget. Tetangga senang dia marah, tetangga sedih dia berpesta, sudah tua bukannya tobat malah semakin menjadi-jadi. Hadeh." Mas Yanuar memijat kepalanya seraya menggeleng-geleng. Ibu malah terkekeh geli mendengar menantunya seperti kebingungan. "Maafkan saudara Ayah, Nak. Ayah nggak tahu lagi harus bagaimana menghadapi makhluk hidup itu, di lembutin malah diinjak-injak. Lalu jika sebaliknya maka mereka akan merasakan sebagai korban keke jaman Ayah, pusing!" "Jangan pusing, Yah. Kita keluar makan ayam bakar saja, yuk! Sekali-kali aku traktir Ayah dan Ibu sebagai bentuk rasa syukur Suci pingsan." "Apa?!" Aku terkejut atas perkataan Mas Yanuar, dia bahagia aku tidak sad
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
17
DMCA.com Protection Status