All Chapters of Unexpected Wedding: Chapter 141 - Chapter 150
206 Chapters
S2~141
“Pagi, Bu Tati.” Intan menyapa, saat ia baru saja menutup pintu pagar. Wanita yang tengah menyapu dedaunan kering di depan pagar rumahnya itu, segera menoleh dan tersenyum.“Mau cari sarapan?” tanya Tati sudah hafal dengan kegiatan Intan di pagi hari seperti ini. Gadis itu akan melakukan jalan pagi, dan pulangnya akan membawa kue basah, serta lauk pauk untuk disantap hari ini.“Iya, Bu. Seperti biasa,” jawab Intan lalu terkekeh pelan.“Oia, kata Widi, kamu lagi hamil, ya?” tanya Tati mendadak penasaran, dan menghampiri Intan seraya melihat perut gadis itu yang masih tidak terlihat. “Sudah berapa bulan?”“Dua, bulan.” Setelah berbohong pada Fajar tentang usia kehamilannya tempo hari, kini Intan harus kembali menutup aibnya dan tidak berani mengatakan usia kehamilan yang sesungguhnya.Rupanya, tadi malam Intan sempat menjadi topik pembicaraan di keluarga Fajar. Apa gara-gara hal tersebut, Fajar mendadak bersikap tidak jelas seperti tadi malam? Menelepon Intan tanpa tujuan, dan mengakhir
Read more
S2~142
“Astaga! Aku kangeeen!” ujar Lintang sambil memeluk erat tubuh Intan. Akhirnya, setelah berpisah beberapa waktu, mereka bertemu kembali.“Aku juga kangeeen!” Saat melihat wajah Rama yang mengerut di belakang Lintang, Intan segera melepas pelukannya. Ia menghampiri Rama, lalu memberi satu pelukan juga pada bocah itu. “Tante kangen juga sama kamu.”“Tante, aku mau main.”Senyum Intan sontak memudar, setelah mendengar ucapan datar Rama. Ia melepas pelukan tersebut, dan masih melihat wajah cemberut bocah itu. “Oh, ya udah. Rama main dulu sama Sus Eni.” Saat Rama pergi, Intan menoleh pada Lintang dengan kedua alis yang tersentak tinggi. Berharap mendapat jawaban dari Lintang, atas sikap Rama yang tidak biasa barusan.“Rama ngambek.” Lintang meraih strollernya, lalu mengajak Intan menuju tempat makan yang tidak jauh dari playground. “Harusnya, hari ini kita jalan-jalan sama Mas Raga juga, tapi papanya mendadak harus pergi. Makanya manyun aja dari tadi.”“Pantes!” Intan melihat sebentar pada
Read more
S2~143
“Ibu nggak ngelarang kamu berteman.”Fajar baru saja memasukkan suapan pertama ke mulutnya, saat sang ibu memasuki area dapur dan langsung memulai ceramah tanpa pemanasan terlebih dahulu.“Berteman sama siapa aja, nggak masalah,” lanjut Tati melihat keadaan kompor, dan memastikan sudah tidak menyala, karena ia akan pergi dengan sang suami sebentar lagi. “Ibu juga nggak akan ngelarang, misal kamu punya teman preman, pemulung, atau siapalah itu di luar sana. CUMA …” Tati menarik kursi di samping Fajar, lalu mendudukinya. “Ibu minta tolong, untuk kasus Intan—““Bu, aku lagi makan.”“Justru karena kamu lagi makan.” Tati menepuk lengan Fajar geregetan. “Kalau nggak begini, kamu pasti sudah kabur ke kamar terus sibuk sendiri.”Karena sang ibu tidak bisa disanggah, jalan satu-satunya adalah mempercepat suapannya ke dalam mulut.“Jar, perempuan yang ngekos di depan itu, masih banyak yang belum nikah,” sambung Tati sembari melihat Fikri memasuki dapur. Sebelum sang suami membuka mulutnya, Tati
Read more
S2~144
Kalau begini caranya, sepertinya Intan tidak bisa melanjutkan kedekatannya dengan Fajar. Pria itu semakin terus terang menunjukkan perasaannya, dan Intan sungguh tidak bisa membalas itu semua. Mungkin, Intan harus mencari pekerjaan lain saja. Atau, ia juga bisa masuk ke beberapa komunitas, dan mem-branding dirinya sendiri.Intan tahu hal tersebut bisa memakan waktu yang lama, tetapi, apa boleh buat. Intan harus memutus mata rantai, yang menjadi penghubung antara dirinya dan Fajar segera mungkin, agar perasaan pria itu tidak berkembang semakin dalam lagi.Lantas, pagi itu, Intan sudah melihat Fajar berdiri di teras rumah. Pria itu pasti akan beralasan membeli kue, sehingga bisa jalan pagi bersama Intan.Kemudian, yang bisa dilakukan Intan saat Fajar menghampirinya adalah tersenyum. “Bu Tati ke mana, Mas? Tumben nggak nyapu-nyapu?”“Lagi masak,” jawab Fajar sembari berjalan bersama Intan menuju tempat biasanya. “Ibu kesiangan.”“Ohh, pantes.” Intan mengangguk-angguk. Berusaha mengumpulk
Read more
S2~145
“Kenapa aku nggak dikasih tahu, kalau jalannya sempit gini?” Raga menggumam kesal sendiri, saat memasuki area tempat tinggal tinggal Intan. Jalan menuju rumah Intan memang hanya satu jalur saja, tetapi, bila Raga memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan ada mobil lain yang hendak lewat, pasti akan membutuhkan effort yang lumayan. Jika tidak ahli, mungkin body mobilnya akan sedikit bersenggolan dengan mobil lainnya. “Pake mobil Safir harusnya kalau begini.”“Ya udah, pelan-pelan aja, Pa,” ujar Lintang yang duduk di belakang bersama Mana. Sementara Rama, berada di samping kemudi bersama sanga papa. “Nanti parkirnya bisa mepet-mepet pagar.”“Nanti beli mobil lagi ajalah, yang kecilan.” Mengingat mobil yang digunakan Rama dan Lintang juga berukuran lebar, sepertinya Raga akan membeli satu city car yang berukuran kecil.“Mobil listrik aja, Pa,” pinta Lintang sudah sering melihat mobil kecil dengan warna-warna yang menggemaskan, berkeliaran di jalan. “Bentuknya lucu, mungil.”“Mama beli se
Read more
S2~146
Sejak masuk ke kamar kosan Intan, Lintang masih membahas tentang hal-hal umum karena masih ada Rama bersama mereka. Membicarakan tentang perkembangan Mana, kehamilan mereka, juga perkembangan Rama di sekolah. Setelah Rama mulai bosan, dan memilih pergi untuk bersama Raga, barulah Lintang bisa sedikit serius.“Kamu ada hubungan sama mas Fajar?” Lintang rasa, ia tidak perlu berbasa-basi.Intan menggeleng, sambil menepuk-nepuk bokong Mana yang sedang bertelungkup di kasurnya. “Kenapa Mbak Lintang tanya begitu?”“Karena waktu itu … katanya Safir, dia sempat ketemu kamu makan siang berdua, kan?” Jika melihat ukuran kamar yang ditempati Intan, sepertinya Lintang akan membujuk gadis itu agar segera pindah saja. Lintang merasa tidak tega, jika harus membiarkan Intan yang hamil berada di kamar yang sempit tersebut. Lebih baik Intan menempati rumah Lintang, agar orang tua gadis itu bisa bebas mengunjungi putrinya. “Terus sekarang, kamu malah ngekos di depan rumah mas Fajar.”“Aku nggak ada hubu
Read more
S2~147
“Mau ke mana!” desis Tati menahan siku Fajar yang hendak berlalu melewati pagar rumah. Mobil Raga baru saja menjauh, tetapi putranya itu sepertinya hendak pergi ke kosan Intan. “Nggak dengar tadi mas Raga bilang, kalau keluarga mereka sebenarnya masih mau Intan sama suaminya itu rujuk?”“Dengar.” Fajar mengangguk. Raga memang sempat mengatakan, keluarga besarnya masih berharap Intan dan Safir rujuk kembali. Meskipun, pria itu tidak menjelaskan mengenai penyebab perceraian mereka. Raga hanya mengatakan, kedua orang itu hanya termakan emosi sehingga terjadi hal seperti sekarang.Namun, Fajar jelas saja tidak bisa memercayainya.“Terus kamu mau ngapain?” tanya Tati semakin geregetan dengan putranya. Tidak bisakah Fajar mencari gadis lain yang statusnya sama-sama lajang, dan tidak merepotkan seperti sekarang. Sebagai seorang ibu, Tati pasti menginginkan, agar putranya mendapat pasangan yang statusnya sama-sama belum menikah.Akan beda ceritanya, bila status Fajar saat ini adalah seorang d
Read more
S2~148
Raga yang baru masuk kamar, sontak mengerutkan dahi saat melihat Rama sudah tertidur pulas di ranjangnya. Ia menutup pintu dengan perlahan, kemudian menghampiri Lintang yang tengah menepuk-nepuk pinggul Rama yang berbaring miring, memeluk guling. “Kenapa Rama tidur di sini?” tanya Raga pelan sembari duduk di samping putranya. “Rama mendadak minta dipuk-puk kayak Mana.” Lintang hanya bisa menggeleng, melihat tingkah Rama yang terkadang bisa mengejutkan. “Kan, bisa di kasurnya sendiri, kenapa harus di sini?” Kalau begini caranya, malam ini Raga tidak bisa tidur sambil memeluk Lintang. Entah sampai kapan, Rama akan terus tidur di kamar Raga seperti sekarang. Jika dilarang, Rama pasti akan ngambek dan menyalahkan Mana. Benar-benar serba salah. Raga ingin bersikap tegas, tetapi Lintang melarangnya karena kasihan. Lintang beralasan, selama ini Rama hidup tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya. Untuk itulah, Lintang tidak akan melarang Rama tidur di kamar mereka. Karena pada waktunya
Read more
S2~149
“Mas Safir, tolong sopan sedikit dengan ibu hamil.”Sambil terus membawa Intan menuju mobilnya, Safir menunjuk pria yang sedang berjalan menghampirinya. “Orang luar, jangan ikut campur.”“Mas Fajar …” Intan menggeleng pada Fajar, agar tidak membuat keributan di tempat umum. “Nggak papa,” kata Intan hanya dengan gerakan bibir, tanpa suara. Fajar juga ikut menggeleng, dan tidak bisa diam saja melihat Intan diperlakukan kasar seperti itu. Baginya, Safir sudah bertindak kelewatan. Karena itu, Fajar tidak bisa tinggal tinggal diam. Ia mempercepat langkahnya, lalu menghalangi Safir tepat ketika pria itu hendak mengitari sebuah mobil.“Lepaskan Intan, dan bicarakan semua baik-baik,” pinta Fajar sembari menahan geram di dalam dada, dan mencoba bersabar.Safir menahan napas sejenak, sembari melihat datar pada Intan. Andai tidak mengingat ada nama Sailendra di belakangnya, Safir pasti sudah menghajar Fajar karena pria itu masih saja ikut campur. “Apa hubunganmu sama orang ini?”Intan melihat F
Read more
S2~150
Fajar terbelalak, saat melihat Intan menampar wajah Safir. Firasatnya benar, pasti akan terjadi sesuatu yang buruk di antara mereka berdua. Karena itulah, Fajar meninggalkan Widi dan tidak jadi pergi makan siang untuk mengikuti mobil Safir. Kemudian, di sinilah Fajar. Berada di parkiran motor, dan tengah melihat sejauh mana kedua orang itu akan melakukan pembicaraan. Namun, Fajar tidak menduga bila pertemuan tersebut akan menjadi ajang perdebatan dan berakhir dengan satu tamparan keras. Guna menghindari keributan yang mungkin akan merugikan Intan, Fajar bergegas melepas helm dan meletakkannya di tangki motor. Ia berlari menghampiri Intan, dan menarik Intan menjauh dari Safir. Fajar berdiri di antaranya, dan tetap berusaha untuk menjadi penengah yang netral, walaupun ada sebagian dari dirinya hendak memukul Safir karena telah bersikap kasar dengan Intan. “Cukup, Mas,” ujar Fajar dengan satu tangan terangkat di udara untuk memperingatkan Safir. “Kita di tempat umum, dan semua ini ngga
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
21
DMCA.com Protection Status