All Chapters of Unexpected Wedding: Chapter 1 - Chapter 10
206 Chapters
1. Anak Selingkuhan
“Dia?” Safir merentangkan satu tangan, untuk menunjuk gadis yang tengah berbicara dengan kedua orang tuanya di tepi kolam renang. Sementara itu, Safir sendiri saat ini berada di dalam ruang dan juga tengah berbicara dengan seluruh anggota keluarganya. Papa, mama, serta kakak laki-lakinya. “Aku nggak mungkin maulah nikah sama cewek itu!” lanjut Safir menolak, sambil menahan amarah yang sedari tadi hendak ia lontarkan dengan kasar. Namun, sebisa mungkin Safir menahannya demi hubungan baik kedua keluarga. “Dia anak selingkuhan pak Anwar, kan?” “Lintang itu anak istri kedua pak Anwar,” ralat Ario meluruskan prasangka buruk putra bungsunya. “Pak Anwar itu sudah nikah siri sama almarhum mamanya Lintang, jadi—” “Tapi awalnya tetap aja pak Anwar itu selingkuh,” sambar Retno, istri Ario yang sebenarnya juga tidak setuju bila putra bungsunya menikah dengan Lintang. Namun, mereka semua tidak bisa berbuat apa-apa. “Itu sudah jadi rahasia umum.” Satu jam lagi, pernikahan antara Safir Sailend
Read more
2. Turuti Perintahku
Apakah ini yang namanya senjata makan tuan? Semua ucapan yang Raga peruntukkan pada Safir, kini berbalik pada dirinya sendiri. Sampai-sampai, Raga tidak bisa lagi berkutik dan dengan terpaksa mengikrarkan ijab kabul dengan lantang di depan penghulu. Selama resepsi berlangsung pun, Raga bersama Lintang dengan kompak memasang senyum sembari terus menyalami tamu yang hampir tiada henti. Selama prosesi itu pula, baik Raga maupun Lintang tidak pernah bertegur sapa dan hanya fokus pada tamu undangan. Sementara itu, kasak-kusuk yang terjadi dengan para undangan terkait masalah mempelai yang berbeda, semua Raga serahkan pada kedua orangtua mereka. Raga sama sekali tidak ingin ikut campur, karena sudah menjadi korban di sini. "Kenapa diam di sini?" tanya Retno yang segera menghampiri Raga, ketika meliha putranya melamun di ruang VIP keluarga, setelah acara selesai. Semua orang sudah berlalu, tapi Retno tidak melihat putra sulungnya pergi ke atas bersama Lintang. Firasat keibuannya mengata
Read more
3. Banyak Rahasia
"Semua baju-bajumu sudah dikemas dan diantar ke rumah keluarga Sailendra pagi ini." Lintang mengangguk paham atas ucapan Indri, ibu tiri yang tidak pernah menyukainya sama sekali. Sebenarnya, bagi Lintang, Indri bukanlah seorang ibu yang jahat. Wanita itu juga tidak pernah menghina Lintang, maupun bersikap kasar padanya. Indri lebih memilih menjaga jarak, dan hampir-hampir tidak pernah bicara walau mereka tinggal satu atap. "Jadi, kamu nggak perlu pulang," tambah Indri tanpa menyematkan senyum sejak mendatangi kamar pengantin Lintang bersama Anwar pagi ini. Jika bukan karena paksaan Anwar, Indri mana mau mendatangi Lintang seperti sekarang. "Jam sembilan, sopir keluarga Sailendra akan jemput kamu di sini." Anwar menimpali. "Baik-baik di sana dan jaga nama baik keluarga. Cukup Biya yang sudah bikin kami malu karena kabur entah ke mana, jadi, kamu di sana harus jaga sikap. Paham, kamu, Lintang?" "Paham, Pak." Sebagai seorang anak yang sudah dibesarkan sedari kecil, Lintang hanya bi
Read more
4. Tumbal
Sepi. Satu kata itulah yang ada di benak Lintang ketika memasuki ruang tamu keluarga Sailendra. Tidak ada penyambutan, atau sapaan hangat dari pemilik rumah. Lintang lantas tersenyum pahit. Memangnya, siapa Lintang hingga pemilik rumah harus menyambut dirinya dengan ramah tamah. Yang mereka pikirkan, hanya nama baik keluarga dan tidak pernah mau tahu dengan perasaan Lintang saat ini. “Mbak Lintang?” tanya seorang wanita paruh baya yang keluar dari bagian ruang yang lebih dalam, untuk menyambut penghuni baru di kediaman keluarga Sailendra. “Kenalkan, saya Idha, asisten rumah tangga di sini. Subuh tadi, ibu sudah nelpon, kalau Mbak Lintang pagi ini langsung pulang ke rumah. Jadi, ayo ikut saya! Biar saya tunjukin kamarnya mbak Lintang.” Belum sempat Lintang menjawab, wanita yang baru saja memperkenalkan diri dengan cepat itu, langsung berbalik pergi. Memasuki bagian rumah yang lebih dalam, masih dengan langkah yang tergesa. Untuk itu, Lintang pun bergegas mengikuti Idha dan menyamak
Read more
5. Pemeran Utama
“Pagi Bu Idha.”Meskipun tidak akan dianggap di keluarga Sailendra, tapi Lintang harus bisa bersikap baik demi menjaga nama baik keluarganya sendiri. Demi keluarga yang telah membesarkan dan memberi semua fasilitas hingga Lintang bisa seperti sekarang. “Pagi, Mbak Lintang,” balas Idha yang tengah mengangkat ayam goreng dari wajan. “Ngapain ke dapur?”“Ada yang bisa saya bantu, nggak, Bu?” tanya Lintang sudah berdiri di samping Idha dan memperhatikan apa yang wanita itu lakukan. “Saya nggak bisa masak, tapi kalau bantu-bantu nyiapin apaa, gitu, saya bisa.”“Eh! Jangan, Mbak!” tolak Idha sedikit terkejut. “Nanti saya dimarahi ibu, sama mas Raga.”“Mereka nggak bakal marah.” Sadar dirinya tidak dianggap, maka Lintang memiliki pemikiran seperti itu.“Marah, Mbak!” Idha mengulangi ucapannya dengan penuh penekanan. “Dulu, almarhumah istrinya mas Raga sempat dimarahi waktu bantu-bantu saya di dapur. Jadi, saya nggak mau dimarahin lagi sama ibu.”Lintang tercenung dan berpikir. Kira-kira, di
Read more
6. Lima Tahun
“Mau ke mana?” Retno baru saja membuka pintu kamarnya, ketika melihat Lintang berjalan menuju tangga. Hari masih pagi, tapi gadis itu sudah terlihat rapi dengan kemeja dan celana jeans. Tidak lupa, ada sebuah tas ransel yang menggantung di balik punggung. Sungguh tidak mencerminkan keanggunan seorang wanita sama sekali. Bagaimana bisa Retno mengatakan setuju, ketika Ario mengusulkan untuk mengganti calon menantu mereka kala itu. Lintang mendesah tidak ketara. Ia segera memutar tubuh, lalu menghampiri Retno yang baru menutup pintu. “Saya izin mau pulang ke rumah dulu.” “Tapi kamu belum sarapan.” Retno menatap Safir yang juga baru keluar dari kamarnya. “Saya bisa sarapan di rumah nanti.” Lintang hanya melirik pada Safir yang terus berjalan menuju tangga, lalu kembali menatap ibu mertuanya. Retno mengangguk dan tidak mungkin juga ia melarang Lintang untuk pulang ke rumahnya sendiri. “Pamit sama Raga dulu.” “Iya, Bu.” Lintang mengangguk, lalu meraih tangan kanan Retno dengan cepat d
Read more
7. Terserah
“Lin!”Satu sapaan hangat itu, membuat Lintang membalik tubuhnya. Melebarkan mata, begitu pula dengan senyum yang terlukis di bibirnya. Lintang menghampiri pria yang saat ini juga tengah berjalan ke arahnya. “Mas Fajar! Kapan datang?”Lintang mengulurkan tangan lebih dulu, dan pria itu segera menyambutnya dengan ramah.“Sejaman yang lalu.” Fajar menatap Lintang dari ujung rambut, hingga kaki. Tidak ada yang berubah. Tetap cuek, tapi tetap rapi sesuai dengan stylenya. “Kamu resign?”Lintang tersenyum kecil, dipaksakan. “Iya.”“Kenapa?” buru Fajar. “Aku dimutasi ke sini lagi mulai minggu depan, tapi kamu malah resign.”“Capek, Mas, nyales terus.” Lintang menunduk, karena kembali berbohong untuk kesekian kalinya ketika ada yang memberi pertanyaan, kenapa. Ia menatap ujung flat shoesnya seraya menggenggam erat tali ransel yang terulur di depan pundak. “Aku mau buka usaha sendiri. Buka toko buku kecil-kecilan.” Lintang mendongak dan kembali tersenyum. “Entar bantuin, ya! Siapa tahu bisa b
Read more
8. Jangan Berharap Lebih
Setelah pertemuan terakhirnya dengan Raga sore itu, Lintang sudah memutuskan untuk tidak lagi peduli dengan suami di atas kertasnya. Yang terpenting, Lintang selalu bersikap sopan di depan Ario dan Ratna. Selebihnya, Lintang sudah tidak mau merepotkan diri dengan orang yang ada di dalam rumah. Kecuali Rama, bocah tampan ramah yang selalu saja menegur Lintang jika mereka bertemu. Lintang menduga, sifat bocah berusia lima tahun tersebut merupakan turunan dari mendiang mamanya. Tidak mungkin sifat tersebut menurun dari Raga. “Tante mau pergi?” tanya Rama yang kembali menegur Lintang ketika hendak pergi menuruni tangga. “Iya.” Lintang tersenyum seraya menghampiri Rama yang sedang bermain mobil-mobilan dengan Eni. Ia berjongkok di samping Rama kemudian berkata, “Senang tadi di sekolah?” “Aku nggak suka sekolah.” Rama menjawab tanpa melihat Lintang sama sekali. Ia sibuk bermain dengan remote controlnya dan memperhatikan ke mana mobilnya berjalan. Tatapan Lintang reflek tertuju pada Eni.
Read more
9. Jangan Dibantah
“Ke mana Lintang?”Sejak Raga memulai makan malamnya, hingga nasi yang ada di piringnya hampir tersisa separo, Lintang belum juga terlihat bergabung di meja makan.“Tante Lintang bobo!” celetuk Rama sambil terus berusaha mengumpulkan nasi serta lauk di piring, ke dalam sendok makannya.Raga menatap tanya pada Retno. Apa yang terjadi selama dirinya pergi keluar kota? Apakah Lintang jatuh sakit, sehingga tidak ikut makan malam saat ini?“Belakangan ini Lintang tidurnya memang cepat,” ujar Retno tidak jadi menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. “Dia lagi ada kerjaan sama temannya di luar.”“Kerjaan? Aku sudah suruh dia resign.” Raga meletakkan sendoknya di piring. Sudah tidak lagi berminat untuk melanjutkan makan malam, karena Lintang ternyata tidak mengikuti kemauannya. Apa jumlah uang bulanan yang diberi oleh Raga saat itu ternyata kurang?“Resign?” Rama kembali berceletuk saat mendengar satu kata yang tidak dimengertinya. “Apa itu resign, Opa?” tanyanya pada Ario yang duduk bersebelahan.
Read more
10. Suami Istri Bohongan
“Mau ke mana kamu?” Raga menahan napas, berikut dengan rasa kesal yang mendadak menyelinap saat melihat Lintang hendak menuruni tangga dengan sebuah ransel di punggung. Belum ada satu jam Raga menitahkan agar Lintang tidak lagi pergi bekerja, tapi gadis itu sudah terlihat rapi dan hendak pergi. Lintang berhenti di ujung tangga, lalu memutar tubuh dengan helaan. Ia tertunduk, dan menatap kaki Raga yang terus berjalan ke arahnya lalu berhenti dengan jarak tidak sampai satu meter. “Aku sudah bilang—” “Saya mau nemeni Rama outing di kebun binatang,” ujar Lintang seraya mengangkat wajah merengutnya dengan perlahan untuk menatap Raga. “Kasihan, papanya sibuk sendiri sama kerjaan sampe nggak sempat ngurusin anaknya.” “Maksudmu?” Lintang mengangkat kedua bahunya untuk beberapa saat. Tanpa berminat meneruskan obrolan dengan Raga, ia pun segera melanjutkan langkahnya yang tertunda. Menuruni tangga, untuk menghampiri Rama yang sudah siap dengan pakaian olahraga bersama Eni. “Tante, ayoo!”
Read more
PREV
123456
...
21
DMCA.com Protection Status