All Chapters of Daster Buat Istriku: Chapter 21 - Chapter 30
95 Chapters
Bab 21. Karena Statusku Mantan Narapidana
**** “Lho, Mbak Viona enggak lihat apa gimana penampilan dia! Liat juga dengan seksama rumah kumuh yang dia sewa ini, Mbak! Lantai tanah, kamar dari bilik kardus, letaknya juga di areal rawa-rawa gini, kan? Ini lumayan, karena enggak ada hujan, Mbak! Kalau hujan dikit aja, tempat ini terendam air. Bayangin deh, gimana mereka tidur di atas genangan air! Trus, liat deh, penampilan dia, Mbak! Dekil, kotor, jorok, kumis dan jambang tak terawat, bauk lagi. Persis kayak pemulung di kolong jembatan. Mbak Viona enggak malu jalan bareng dia ke pusat perbelanjaan?” Viona mengeryitkan dahi, kedua alisnya saling menaut. Aku hanya mampu menghela nafas panjang. Hinaan Ninda sudah kelewatan. Rasanya aku sudah tak sabar. Ingin kuremas saja mulut lemasnya itu. Tetapi, aku tak mau mencari perkara. Jika itu kulakukan, maka dia dan suaminya bisa saja mengirim aku kembali ke penjara seperti waktu itu. Sudahlah, aku harus memaksa diri untuk tetap bersabar. “Saran saya, sih, Mbak Vi, Mbak usul aja s
Read more
Bab 22. Karma Buat Sang Pezinah
*** “Mas Reno, ya? Ok, akan saya pertimbangkan, ya,” ucap Viona memberi harapan. Gadis itu melebarkan senyum kepada Reno. Sang pria membalas dengan tak kalah hangat. Tatapan mereka beradu, saling mengunci untuk sekian waktu. Kutangkap sesuatu di antara mereka semakin jelas. Seperti ada … ah, sudahlah, itu bukan urusanku. “Terima kasih, Mbak Vi!” ucap Reno diiringi tatapan teramat teduh. Ninda melebarkan senyum yang merekah di bibirnya. Dasar perempuan bodoh. Sedikitpun dia tak paham, kalau apa yang pernah dia lakukan dulu padaku, saat ini tengah dilakukan oleh Viona dan Reno pula padanya. Sepertinya karma atas perselingkuhannya dulu, telah terpampang di depan mataya. Namun, dia telah dibutakan oleh harta. Kasihan kamu, Ninda! Tolong panjang umurlah! Aku ingin menyaksikan kau lebih menderita saat kau melihat Bima, anakku, yang akan membalas semua perbuatanmu! “Aku pulang duluan, ya! Aku akan paksa Papa buat batalin rencananya pada pria itu, lalu usulin Mas Reno saja yang naik
Read more
Bab 23. Viona Tiba-tiba Tak Mengenalku
***** “Bu Guru bilang kalau papa sebenarnya keren?” tanyaku mengulang kalimatnya barusan. Hey, kenapa aku begitu bersemangat saat dia menyebut nama bu gurunya? Eh, kenapa pula aku penasaran. Bukankah biasa saja kalaupun seorang guru memuji orang tua siswanya? Bukankah itu salah satu cara para guru untuk menanamkan rasa cinta seorang anak kepada orang tuanya? Dasar aku ini. “Iya, Pa. Bu guru pernah bilang begitu. Kata Bu guru… kata Bu guru ….” Kalimat Bima tersendat. Wajahnya bahkan kian menunduk. “Apa kata Bu gurumu?” tanyaku makin penasaran. “Maaf, Pa. Sebetulnya Bu guru meminta Bima agar menyuruh Papa pangkas rambut, cukur kumis dan jambang Papa. Katanya biar bersih. Papa sebenarnya tampan, katanya, kalau mau lebih bersih sedikit. Jadi, teman-teman Bima di sekolah, enggak akan ngejek Bima lagi, karena punya papa dekil, kotor, dan brewokan kayak gelandangan. Maafin Bu guru, Pa! Maafin Bima juga karena gak berani menyampaikan pesan Bu guru sama Papa.” Aku tercekat. Benar yang
Read more
Bab 24. Masa lalu Viona
***** “Kita berangkat sekarang, ayo, masuk mobil!” perintah Pak Alatas lalu berjalan menuju sebuah Alphard hitam, mobil miliknya. Aku menuruti perintah. Berjalan menjejeri langkah sang direktur utama. “Kamu … kamu, beneran Mas Bara yang tadi malam? Atau, tadi malam sebenarnya aku salah orang? Yang aku datangi tadi malam bukan Mas Bara yang ini, ya? Maaf, apakah tadi malam kita ada bertemu?” cecar Viona masih tak percaya. Gadis itu berjalan di sampingku. Sesekali kulirik dia karena aku juga ikut bingung dengan sikapnya. Kedua netra cantiknya tak lekang menatap wajahku. “Sebelah sini, Pak Bara!” perintah Karmin membukakan pintu samping sebelah kiri mobil mewah Pak Alatas untukku. Di kabin tengah. Sementara Pak Alatas sudah masuk dari pintu samping sebelah kanan. “Lho, saya duduk di belakang saja,” tukasku menolak. Sungguh aku merasa sangat sungkan duduk sebangku dan berada di dalam kabin yang sama dengan sang Big Bos. Jangankan untuk duduk, bernafas saja aku sangat takut b
Read more
Bab 25. Viona  Yang Labil
**** “Putri Bapak?” “Ya, mereka sebaya. Awalnya juga Viona tak merespon, tapi dengan kegigihan, putriku barhasil membujuk dan mengembalikan semangat hidup Viona. Mungkin Viona merasa punya teman yang cocok, ada orang yang paham dia. Ada teman yang bisa dia jadikan sandaran. Seminggu kemudian Viona sudah mau keluar kamar, seminggu lagi mau ke sekolah dan mau kembali berinteraksi seperti biasa.” “Kasihan Mbak Viona.” “Ya, itu sebab, aku memintamu agar bisa sabar menghadapi dia. Jiwanya agak labil. Tidak seperti kita. Butuh selalu bimbingan dan arahan. Trauma yang dia alami dulu, kata psikiaternya bersifat permanen. Tidak bisa sepenuhnya hilang.” “Ya, Pak.” “Karena dia juga akhirnya aku menikahi Maya. Viona yang memaksa. Padahal Maya sebenarnya tak mau menikah lagi setelah pengalaman pernikahan keduanya. Tetapi Viona mengamuk dan kembali tidak normal bila Maya menolak. Jelas aku juga merasa tidak enak. Seorang supir, diangkat menjadi Direktur. Bagaimana perasaanmu sekarang, beg
Read more
Bab 26. Demi Hasrat, Viona Rela Lakukan Apapun
**** “Kamu gagal, kan?” sergah Mas Reno tiba-tiba mendorong tubuhku. Rangkulanku terlepas paksa. Ini sungguh mengagetkan. Seumur hubungan terlarang kami, belum pernah sekalipun dia berbuat sekasar ini. “Mas? Kamu kenapa? Berantem sama istri kamu, ya? Kok, aku yang jadi sasarannya, sih?” protesku menatapnya bingung. “Ninda baik-baik saja, ini tidak ada hubungannya dengan istriku!” ketusnya masih dengan wajah ditekuk. Bahkan, aku bisa melihat kemarahan di sorot matanya. Dia marah kenapa? “Trus, aku salah apa?” tanyaku tak mengerti. “Kau gagal, kan, Vi? Kenapa kau gagal menghalangi laki-laki bodoh itu masuk ke perusahaan ini? Kenapa kau tak bisa memaksa papamu untuk membatalkan niatnya mengangkat gelandangan itu menjadi pendampingnya? Kenapa kau tak menghalangi keberangkatan mereka menemui client dari Jakarta itu? Kenapa kau malah terpana saat melihat laki-laki bangsat itu datang dengan penampilan barunya? Kenapa, hah, kenapa?” tanyanya bertubi-tubi. Oh, jadi itu masalahnya. Ak
Read more
Bab 27.  Candu Ranjang Buat Viona
**** “Udah sore, Sayang, kita cek-out sekarang?” Mas Reno merengkuh tubuhku sekali lagi. Kecupan hangatnya menghujani tengkuk dan seluruh punggungku lagi. “Kenapa enggak sampai malam, sih?” rengekku begitu berat untuk berpisah. Entah candu apa yang dimiliki pria ini. Aku pasti akan selalu merasa menderita bila berpisah dengannya. Seperti ada perekat yang dimilikki oleh aura tubuhnya. Begitu sakit di relung hati, bila harus melepasnya kembali ke dalam pelukan Kak Ninda. Andai saja aku bisa menyingkirkan perempuan itu, mungkin, aku akan merasa lebih tenang. “Enggak bisa sampai malam, dong, Sayang! Nanti Ninda curiga, lagi. besok lagi, ya! Di kantor, kan, bisa kita lepas kangen lagi, Yank?” “Hem, iya, sih. Tapi, tetap aja aku itu cemburu bila bayangin Mas pulang ke rumah lalu disambut oleh perempuan itu dengan senyuman. Aku yakin, deh, pasti dia akan bersikap agresif banget kalau malam hari, iyakan?” “Ya, iya, dong. Namanya juga dia istri aku, Sayang. Kamu aja yang bukan istri a
Read more
Bab 28. Bima Masuk Rumah Sakit
**** Rumah kumuh itu tak memiliki halaman. Kutepikan mobil mepet ke selokan. Tak ada tempat parkir sama sekali. Bima langsung membuka pinu mobil lalu berlari ke dalam rumah. Aku mengikutinya setelah memastikan mengunci semua pintu dan jendela mobil. Kewaspadaan harus tetap kujaga. Aku belum tahu kondisi keamanan di wilayah kumuh seperti ini. Berjaga-jaga itu lebih utama. “Papa mana, Bik? Bik Asri! Papa mana?” Kudengar Bima berteriak. “Papamu masih kerja! Kamu pulang sama siapa? Papamu enggak menjemput ke sekolah?” Suara seorang perempuan menjawab. Entah siapa perempuan yang bernama Bik Asri itu. Mudah-mudahan bukan wanita istimewa di hati ayah Bima. Ups, kenapa aku berharap seperti itu? Kenapa ada persaan aneh di hatiku? Perasaan apa ini? Kenapa aku seperti kurang suka kalau ada perempuan lain di dekat mereka? Bagaimana kalau benar perempun itu adalah seseorang bagi ayah Bima? Ah, entahlah! “Oh, diantar Bu Guru kamu, mana orangnya? Ayo, bibik mau ucapin terima kasih,” s
Read more
Bab 29. Tragedi Di Dekat Hotel Tempat Meeting
**** “Kenapa rumahnya udah gak layak, tetap kalian huni, Pak?” tanyaku memecah keheningan. “I-iya, Bu Guru. Maaf, kami terpaksa, belum cukup uang buat nyewa yang lebih layak.” Yang paling sepuh yang menjawab. Keduanya menunduk. Hatiku kembali terenyuh. Seorang perawat keluar dari kamar periksa, spontan aku berdiri dan menghampirinya. “Bagaimana keadaannya, suster?” tanyaku cemas. “Pasien sudah sadar, Bu. Dia manggil bu guru … bu guru, begitu. Apakah ibu, gurunya?” “Iya, benar, boleh saya masuk?” “Silahkan!” Gegas aku menerobos masuk. “Bima, Sayang!” panggilku segera menghambur memeluknya. Bocah itu sesegukan di dadaku. “Sudah jangan takut, Ibu akan menjagamu di sini! Cep-cep, ya …!” bujukku menenangkannya. “Bagaimana kondisinya, Dok?” tanyaku menoleh kepada seorang Dokter yang masih menanganinya. “Tidak apa-apa, Bu. Tidak ada yang parah. Cuma luka gores di kening dan beberapa bagian tubuh. Dan ini, kakinya sedikit terkilir karena ditimpa balok. Tidak parah, kok. Dia pingsan
Read more
Bab 30. Entah Ke Mana Papanya Bima
**** “Bobok lagi, ya!” bujukku mengelus kepalanya setelah dia melepas pipet. “Papa belum pulang, Bu Guru?” tanyanya dengn raut wajah sedih. “Belum, Sayang.” “Tolong telpon lagi, Bima takut papa kenapa-napa. Bima enggak mau Papa masuk penjara lagi. Bima enggak mau dititip di rumah Pak Tua lagi. Bima enggak mau dicubitin sama Mak Tua lagi, Bu Guru ….” “Oh ….” Aku terpana, kalimat yang meluncur dari mulut Bima begitu menyayat hati. Seperti itukah kehidupan yang dia jalani saat papanya di penjara? Numpang di rumah Pak Tuanya, dicubiti sama Mak Tuanya? Begitu miris. “Tolong telpon Papa, Bu Guru!” pintanya menghiba. “I-iya, Sayang. Kita coba, ya. Mudah-mudahan sekarang udah diangkat. Segera kukeluarkan ponsel dari tas sandangku. Kutekan nomor ayah Bima. “Tersambung! Teleponnya tersambung, Sayang!” kataku lega. “Tanya, Papa di mana? Dan suruh ke sini, Bu Guru!” pinta Bima dengan wajah kembali begitu memelas. “Iya, Sayang, belum diangkat. Tapi udah tersambung. Ponsel papa kamu
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status