Semua Bab Daster Buat Istriku: Bab 31 - Bab 40
95 Bab
Bab 31. Fitnah Pada Pak Bara
**** “Maksud Abang, karyawan baru Papa itu mantan pemulung, namanya Bara? Dan, Polisi menduga kalau dia adalah pelaku kejahatan yang menimpa Papa dan anggota lainnya?!” seruku kaget. “Benar, Mbak.” “lho, kok, bisa Papa mengangkat seorang pemulung menjadi karyawan?” “Awalnya, karena Pak Bara menemukan dokumen penting perusahaan di tempat pembuangan sampah. Sertifikat alih kepemilikan dari nama Nbak Viona menjadi nama Pak Dirut. Sertifikat itu sengaja dibuat untuk memudahkan dan melancarkaan bisnis kita selama ini, bukan. Nah, tiba-tiba hilang. Dan Pak Bara menemukannya saat mulung. Dia lalu mengembalikannya langsung kepada Pak Dirut, khawatir kalau pakai perantara, orangya tidak amanah. Kejujuran Pak Bara, dihargai mahal oleh Pak Dirut, yitu memberinya pekerjaan.” “Berarti Pak Bara itu orangnya jujur dan bisa dipercaya. Lalu, kenapa Polisi justru menduga Pak Bara adalah pelaku kejahatan yang menimpa Papa?” “Karena Pak Bara menghilang, Mbak.” “Kenapa polisi tidak menanyakan a
Baca selengkapnya
Bab 32. Telepon Dari Nomor Pak Bara
**** Papa, begitu mulia hatimu. Kau pintar memilih pria yang berhati bersih dan jujur. Jangankan kamu, Pa. Aku sendiri telah jatuh hati pada Pak Bara. Dia pria yang baik, sangat baik. Sulit mencari seorang laki-laki sejujur dan setulus dia di jaman sekarang ini. Aku juga mencintainya, Papa. Tapi, tidak apa-apa, Pa. Aku bisa mengalah. Aku akan pura-pura tak pernah punya rasa kepada Pak Bara. Akan kuhipnotis diriku untuk tidak jatuh cinta lagi padanya. Aku kan baik-baik saja, Papa. Karena aku tahu kau sudah sangat lelah menghadapi Viona dan juga perusahaannya. Mungkin dengan mencarikan Viona pria yang tepat, bebanmu akan sedikit berkurang. Aku janji akan membantumu, Pa. Aku akan bantu papa menyatukan Pak Bara dan Viona. “Kak, cepat bangunin Papa! Tanya dia, Mas Bara ke mana?” rengek Viona kali ini bahuku yang dia guncang. Persis seperti anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya. Pantas tadi dia begitu emosi sehingga berbuat kasar dan berteriak di dekat telinga papa. Adikku me
Baca selengkapnya
Bab 33. Menjemput Pak Bara
*** Buru-buru kututup telepon, karena Viona sudah berlari duluan. “Tunggu, Vi!” seruku memburunya. “Vi mau jemput Mas Bara, Kak!” teriaknya tak menghiraukanku. “Ada apa, Mbak Asya?” Seorang petugas Polisi yang berjaga di luar menghentikanku. Pengawal Papa langsung mendekat. “Kami baru saja mendapat info tentang keberadaan Pak Bara, kita ke sana, Pak! Bang, tolong hentikan Viona!” jelasku, lalu langsung memberi perintah kepada pengawal Papa. Semua bergerak cepat. Kuminta salah seorang anggota papa yang menyetir mobilku agar lebih cepat. Mereka juga berhasil menghentikan Viona. Namun, Viona berteriak membabi buta. Itu sebab aku turun lagi dari mobilku dan ikut masuk ke mobilnya. “Biar Bang Karmin yang nyetir, kalau tidak, kakak telpon Pak Syahrul untuk menyembunyikan Pak Bara ke tempat lain, kau mau?” ancamku menatapnya tajam. Dengan terpaksa dia mengalah. Mobil yang kami kendarai melaju kemudian. Polisi juga sudah bergerak setelah aku memberi tahu mereka alamat Pak Syahru
Baca selengkapnya
Bab 34. Siapa Perempuan Penculik Bara
****Kasihan Viona. Sepertinya Pak Bara sama sekali tak tertarik padanya. Tak ada juga rasa. Bahkan mungkin dia merasa risih dengan sikap agresif Viona.“Bagaimana dengan Pak Dirut?” tanya Pak Bara dengan ekspresi penuh penyesalan.“Papa baik, dia di rumah sakit Matern* Tenang saja, Papa akan baik-baik saja. Yang perlu dikhawatirkan itu justru Mas Bara. Mas Bara hilang tanpa jejak,” kata Viona lalu duduk di atas dipan, tepat di samping Pak Bara.“Syukurlah, Pak Dirut baik-baik saja. Bu Guru …. Maaf, bagaimana Ibu bisa bersama Mbak Viona? Ibu kenal?” tanya Pak Bara menatapku lagi.Belum sempat kujawab, petugas polisi dan dua orang pengawal Papa memasuki kamar.“Selamat malam, Pak Bara, maaf, boleh kami minta keterangannya sedikit saja sebagai bahan laporan awal? Kami harus mengirim laporan ke pusat. Setelah itu kita pulang ke Medan, Bapak bersedia?” Salah seorang petugas bertanya.“Bisa, Pak!” Pak Bara menegakkan tubuhnya, berusaha bersender di dinding kamar. Viona membantunya. Syuku
Baca selengkapnya
Bab 35. Bara Diberi Kuasa Sebagai  Pengganti Dirut
**** Entah terbuat dari apa hati wanita itu. Begitu sabar menghadapai Mbak Viona. Entah kenapa pula dia bisa mengenal Mbak Viona, oh, aku lupa. Mungkin karena Mbak Viona adalah putri pemilik sekolah di mana Bu Asya mengajar. Itu sebab Bu Asya harus menghormati dan menghargai Mbak Viona. Kasihan dia. “Aku lapar!” Tiba-tibaperempuan itu berteriak. Sepertinya dia akan membuat ulah lagi. “Tahan dulu, dong, Vi! Satu jam perjalanan lagi kita udah sampai di Medan!” Kembali Bu Asya yang sabar membujuknya. “Enggak bisa, aku lapar banget! Cepat cari restoran pinggir jalan yang udah buka. Ini udj jam setengah enam pagi, pasti sudah ada restoran yang buka!” paksanya. Jelas semua orang jengkel mendengarnya. “Vi, kita semua capek banget. Pengennya cepat-cepat sampai di rumah lalu istirahat sebentar. Kakak aja harus masuk sekolah lagi. Tolonglah kamu paham! Kita sarapan di rumah aja, ya!” Bu Asya tak lelah membujuk. “Tidak! Aku mau sarapan sekarang! Perutku minta makan! Bang Karmin, berhenti
Baca selengkapnya
Bab 36. Kuterima Tugas Baru Itu Demi Bu Alya
**** Perasaanku makin tak enak. Ingin kutinggalkan ruangan ini sekarang juga. Gayanya persis seperti Ninda yang tergila gila pada selingkuhannya. Itu membuatku makin merasa muak. Baik, aku pergi sekarang saja. Terserah apapun yang akan terjadi dengan keluarga aneh ini. Segera aku membalikkan badan dan melangkahkan kaki. “Pak Bara, tolong kami!” Langkahku terhenti. Suara lembut itu kembali membuat hatiku membuncah akan sesuatu yang tak kupaham. Kutoleh ke sumber suara. Bu Asya menatapku dengan begitu sendunya. Aku terhenyak saat mata kami seling berserobot. Aku tank sanggup, segera aku menunduk. “Vi, tolong jangan ganggu Pak Bara dulu, biarkan dia beradaptasi dulu dengan kehidupn kantor! Pak Bara butuh waktu untuk meyesuaikan diri. Jangan kamu tambah bebannya dengan sikap kolokan dan suka memaksakan kehendakmu! Itu kalau kau mau Pak Bara mau menolong kita!” lanjutnya mengalihkan tatapan kepada kepada Mbak Viona. “Tapi aku ….” Gadis itu kembali membantah. “Dengar kakak! Kamu tah
Baca selengkapnya
Bab 37. Kenapa Aku Berharap Bu Asya Cemburu?
**** “Iya, Sayang, bentar Ibu panggilin susternya, ya!” Bu Asya keluar dari ruangan melewati kami. “Biar saya yang panggil susternya, Bu Guru!” Asri langsung bergerak mendahului Bu Asya. “Oh, iya, terima kasih Mbak.” Wanita anggun itu berbalik. Tetap tak mau menoleh padaku sedikitpun. Aku semakin kikuk dibuatnya. Selanjutnya dia bercengkrama dengan Bima. Kekompakan mereka persis seperti seorang ibu dengan anak kandungnya. Bima bahkan sempat menghapalkan bunyi lima sila Panca Sila dengan begitu lancar. Bu Asya memuji dan menghadiahinya kembali dengan kecupan. Putra dekilku seolah pangeran tampan baginya. Tuhan, kenapa perempuan ini membuat hatiku makin tak karuan. Tolong bilang padanya agar jangan sampai dia membuatku jatuh cinta! “Selamat pagi semua! Selamat pagi jagoan tampan!” sapa seorang Dokter yang masuk bersama seorang perawat. Asri mengiring di belakangnya. Dokter ramah itu memeriksa keadaan Bima sekali lagi sambil mengajak berbincang. Perawat lalu melepas selang infus
Baca selengkapnya
Bab 38. Suami Baru Mantan Istriku Mulai Berulah
**** “Mas …?” lirih Asri menatapku sendu. Kulihat mendung menghitm di wajahnya. Tapi, aku tak boleh merasa kasihan. Tak ingin memberinya harapan. “Bukankah selama ini antara kita tak ada hubungan apa-apa? sejak kapan aku peduli dengan pekerjaan yang kau geluti? Apakah aku pernah protes saat kau kerja malam dan pulang pagi diantar oleh berganti ganti laki-laki? Tidak, bukan? Jadi, bila kau mau berganti profesi, itu tidak ada hubungannya denganku. Berterima kasihlah pada Bu Asya karena dia telah memberimu pekerjaan. Dan aku sangat mendukung jika kau kembali ke jalan yang benar. Aku pergi duluan, permisi!” ucapku lalu membalikan badan. Aku tahu Asri masih menatapku begitu nanar. Aku tahu dia sangat kecewa, tapi aku tak akan memberinya ruang untuk berfikir yang lebih, apalagi memberinya harapan akan sesuatu yang bagiku itu sangat mustahil. Aku harus bersikap tegas padanya. Kalau tentang balas jasa atas kebaikannya selama ini, itu akan aku pikirkan nanti. Aku bukan kacang yang lupa
Baca selengkapnya
Bab 39. Reno Kalah Telak
**** Aku memang hanya lulusan SMA. Tapi aku paham apa makna surat resmi seperti itu. Aku diberi kuasa untuk bertindak layaknya seorang Direktur Utama. “Hey, kau bicara apa, Gelandangan! Kau mau mengusirku?” Reno bangkit dari duduknya, lau berdiri menantangku. Aku hanya tersenyum, senyum penuh kharisma, eh, semoga, betul berkharisma. Aku hanya meniru gaya Pak Alatas saja. Juga, gaya para CEO-CEO di TV yang pernah kutonton saat aku masih SMA dulu. “Maaf, Pak Reno! Pak Bara harus siap-siap. sebentar lagi ada client penting yang datang. Mereka katanya mau protes tentang pengiriman barang yang mengecewakan dan sangat merugikan mereka. Sebaiknya Pak Reno ke ruangan Bapak saja. Nanti akan saya panggil bila dibutuhkan, tolong ya, Pak!” Risma membujuk Reno. “Kau, Risma …, jaga sopan santunmu! Yang perlu kau hormati saat ini adalah aku! Bukan gembel yang barusan ganti baju ini! Beraninya kau mengatur-atur aku! Aku bisa saja memecatmu sekarang juga!” Reno meneriaki Risma. “Maaf, Pak! Say
Baca selengkapnya
Bab 40. Sekretaris Seksi Membuat Risih
***** “Jangan nekat, Pak Manager! Atau Anda saya pecat sekarang juga, ha?” “Viona! kau tak bisa melakukan ini sama aku! Kau sudah berjanji akan memberiku jabatan itu, Viona …! Vi …. Sial! Dia putus lagi!” Reno meremas ponselnya. Wajah menghitam itu terlihat ditekuk dan semakin tegang. Aku tersenyum miring. “Sekarang, aku perintahkan kau keluar! Kembali ke ruangan kerjamu! Ingat, saat ini, aku adalah atasanmu!” perintahku mengagetkannya. “Kau …!” sergahnya tak percaya. “Ya, aku. Aku adalah BOS mu, ingat, BOS mu, Tuan RENO yang terhormat! Patuh pada perintahku, atau kau kupecat!” ancamku lagi. “Kau bukan BOS! Kau hanya PECUNDANG!” Reno mengejarku. Kulihat tangannya mengepal dan siap mendarat di rahangku. Secepatnya aku menghindar. Daripada kulawan dan aku berakhir di penjara lagi seperti dulu. Kurogoh dan kutekan intercom di dalam saku jasku. Hitungan detik, beberapa anak buah Pak Dirut yang kini menjadi anak buahku sudah menerobos masuk ke dalam ruangan itu. “Seret dia keluar!
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status