All Chapters of Nafkah yang Keliru: Chapter 21 - Chapter 30
107 Chapters
Bab 21
“Terus sekarang anak-anaknya di mana Bu?” “Ya ada di rumah saya! Musa yang nemeinin Lara di rumah sakit.” “Hm, sa-saya ke rumah sakit dulu, nanti biar Musa yang ambil anak-anak, di rumah ya!” “Ya sudah buruan kalau mau ke Rumah sakit, takut kenapa-kenapa sama ibu dan bayinya.” Bu Yeni yang terbiasa bicara dengan lembut saja sampai mendadak mengeraskan suaranya. Saking paniknya. Melihat dari darah yang masih cair. Bisa dipastikan kejadiannya masih belum lama. Jadi, tanpa pikir panjang aku langsung menuju rumah sakit untuk memastikan keadaan istri dan anakku. Di sana ternyata Lara sedang ditangani. Musa yang tak diperkenankan masuk, hanya bisa menunggunya di lorong rumah sakit. Melihatku datang anak itu bahkan terlihat biasa saja. Dari pada merasa senang, karena ada yang membantunya Musa malah tampak kesal melihatku. “Ngapain ke sini sih?” “Ya, Ayah ke sini khawatir sama Bunda. Salah?” “Yang bikin Bunda harus melahir
Read more
Bab 22
"Oh ya udah Bu, terima kasih untuk informasinya. Nanti saya secepatnya ke sana."Jika, aku tidak salah ingat Cirebon adalah kota di mana istri Kang Yana berasal. Bisa-bisanya aku tidak terpikir untuk mencari sampai ke sana."Kamu mau pergi?"Saat itu suara lirih terdengar dari arah belakang. Itu artinya berasal dari ranjang tempat Lara berbaring. Benar saja begitu aku melihatnya, Lara sudah terjaga. Wanita itu, lantas menatapku dengan pandangan yang sayu."Alhamdulillah kamu udah sadar, Dek. Ya Allah akang bersyukur banget kamu bisa sadar. Akang pikir kamu nggak bakal bangun lagi."Entah kenapa aku begitu emosional ketika melihat mata larang yang terbuka. Mendengar suaranya saja sudah membuatku bahagia bukan main. Rasanya seperti dihidupkan kembali.Ya Tuhan, aku tidak pernah merasakan setakut ini kehilangan seseorang. Tanpa peduli Lara akan berpikir apa, aku sudah tidak bisa mengendalikan perasaan yang mendadak begitu emosional."Jad
Read more
Bab 23
Aku tidak percaya bagaimana bisa Lara melemparkan cincinnya begitu saja, padahal aku bersusah payah mendapatkan cincin itu? Entah kenapa sikapnya menjadi sangat kasar. Laraku tak pernah begini sebelumnya. Aku bahkan sampai tak bisa berkata-kata melihatnya sampai semarah ini."Kenapa masih di sini! Sana pergi!"Saat itu aku memilih untuk tetap diam bukan, karena aku merasa kalah, tetapi aku tahu dia sedang tidak baik-baik saja. Terbukti, setelah meluapkan emosinya Lara malah menangis sejadi-jadinya. Seperti anak kecil yang kehilangan mainannya, Ia menangis bahkan sampai tersedu-sedu. "Aku nggak mau makan, aku juga gak mau lihat muka kamu! Kenapa nggak pergi aja sih? Biarin Musa yang di sini, aku nggak butuh kamu!"Dari pada mendengarkan Lara yang terus-menerus meluapkan kemarahannya, aku memilih untuk mencari cincin pernikahan kami yang dilemparkan entah ke mana. Lagi pula menanggapi ucapan Lara juga bukan sebuah solusi yang baik. Jika wanita sedang
Read more
Bab 24
Saat itu tanpa peduli aku memohon padanya Lara malah memilih untuk meraih ponselnya yang saat itu terletak di atas nakas. Entah apa yang dia ketikan di sana. Aku yang saat itu sangat penasaran pun langsung merebutnya. Ternyata dia malah mengirim pesan pada Musa agar anak itu segera datang ke rumah sakit.“Kamu bener-bener enggak mau ditemani aku, Ra?”Lihat saja sekarang ia bahkan bukan sekedar tak ingin melihatku, wanita ini juga tak mau menjawab saat aku mengajaknya bicara.“Oke, Akang pergi. Akang yang jaga anak-anak aja! Kamu ingin harta itu bukan? Akang akan mengurusnya secepatnya. Kamu tunggu saja!”Aku tidak tahu kenapa kamu bisa sampai semarah itu padaku. Ia bahkan masih saja memunggungiku. Bahkan, ketika aku mengajaknya bersalaman pun ia juga hanya diam saja. Kalau sudah begini aku bisa apa? Bahkan, rasanya jika aku memohon sebagaimana pun ketika ia sudah diam tak mau merespons seperti sekarang, semua yang aku lakukan akan
Read more
Bab 25
“Kalau rumah di kampung dijual terus ibu mau tinggal di mana, Jimy? Tega kamu bikin ibu jadi gelandangan, hiks.”Lagi-lagi ibu terisak, bahkan sekarang terdengar sangat memilukan. Ia memang paling pandai menarik simpati orang lain. Mungkin saja sekarang baik Hamzah maupun polisi menjadi kasihan.“Mereka yang minta ibu buat jual angkot, Jim. Ibu juga tadinya mah enggak mau.”“Ibu ‘kan orang tua, bukan anak kecil. Mereka juga anak-anak ibu. Ibu harusnya bisa nolak, kalau butuh uang kenapa enggak jual emas atau rumah aja sekalian? Kenapa malah jual barang-barang punya aku?”Entahlah aku bahkan tidak bisa mempercayainya lagi. Tak peduli dia berkata jujur atau tidak aku akan tetap meminta ganti rugi apa-apa yang telah mereka ambil. Setidaknya meski mereka juga tak akan menggantinya secara utuh, minimal ini akan jadi teguran keras agar ke depannya mereka tidak sembarangan merampas hak orang lain. Apa lagi hanya kar
Read more
Bab 26
“Ibu nggak perlu sungkan apalagi merasa malu. Aku juga udah tahu kok, bagaimana perlakuan ibu sama anak-anakku. Ayolah, enggak usah melarikan diri lagi. Banyak barang yang aku harus bawa, sebelum kita pulang ke Sukabumi."Saat itu aku menarik pergelangan tangan ibu, demi bisa menahannya agar ia tidak melarikan diri. Namun, sekali lagi ibu malah menangis. Membuat kami jadi pusat perhatian para pengguna jalan yang saat itu melintas. Bukan ibu namanya, jika tidak mencari perhatian.Entah perasaanku saja atau memang benar, semakin ke sini ibu selalu saja ingin jadi pusat perhatian semua orang. Ia tidak suka jika ada orang lain yang jadi pusat perhatian. Termasuk jika aku lebih memperhatikan Lara daripada dirinya."Ibu mau pulang pakai apa emangnya, kalau nggak sama aku? Bukannya Ibu juga nggak punya uang?"Setahuku berdasarkan keterangan ibu di kantor polisi, Tia dan Ari turut mengambil dompet yang berisi kartu debit milik ibu. Di mana di dalamnya saldo
Read more
Bab 27
Tanpa pikir panjang aku langsung melakukan pertolongan pertama padanya. Untung saja ibu cepat sadar, hanya dengan mendekatkan minyak angin ke hidungnya. Namun, ia juga masih diam saja begitu mendapatkan kesadarannya kembali.Seperti orang yang linglung, ibu hanya menatap kosong ke arah dinding rumah kami.“Kita ke dokter ya? Ibu minum dulu aja, ini aku udah bikin teh manis.”“Ibu mau puasa Jim, hiks.”“Sudah, enggak perlu diteruskan. Orang udah pingsan, enggak apa-apa buka aja. Jangan menyiksa diri, ibu mungkin kaget, karena baru puasa lagi.”“Ibu bilang ibu mau puasa. Kenapa kamu malah maksa ibu buat buka?”“Ya, karena emang ibu enggak kuat. Kalau, kuat mah ngapain Jimy nyuruh ibu batal, padahal nanggung udah sore. Hayu diminum aja. Habis ini kita ke dokter. Periksain takut ibu kenapa-kenapa?”“Kenapa kamu masih perhatian sama ibu? Kenapa kamu ajak ibu ke dokter? Engga
Read more
Bab 28
Bukannya aku tak mendengar. Hanya saja ini sedikit tidak masuk akal. Bukankah dulu ibu ikut bersekongkol dengan mereka. Lantas, atas dasar apa dia tiba-tiba membongkar tempat persembunyian mereka. Meski, aku sedikit tenang, karena pada akhirnya Tia dan Ari telah ditemukan. Namun, tetap saja aku masih sedikit kesal, karena itu artinya selama ini ibu tahu keberadaan mereka, tetapi memilih untuk diam saja.Aku yang saat itu sudah bersiap untuk pulang, lantas dikejutkan dengan keberadaan ibu yang kini berada tepat di depan ambang pintu kamar.“Cuma itu yang bisa ibu lakuin. Ibu udah enggak tahu lagi bagaimana cara minta maaf sama kamu.”Saat itu aku juga tidak tahu harus berkata apa. Kenyataannya bukan hanya aku yang tersakiti. “Ibu sebenarnya sengaja ya menyembunyikan semua ini dari aku?”“Enggak Jim, ibu sebenarnya baru dikabarin waktu di bis. Ibu kaget dengar Ari yang bilang kalau dia dipukuli sama Kang Yana.&rdqu
Read more
Bab 29
“Jelas-jelas kamu masih cinta, kenapa malah pisah sih? Percaya sama aku Ra, hubungan kalian itu masih bisa diperbaiki. Cuma kurang komunikasi aja sebenarnya.”“Aku udah pernah melakukan berbagai cara, supaya Akang ngerti, tapi kenyataannya mau berapa kali pun Akang janji buat memperbaiki diri ujungnya dia akan tetap luluh sama permintaan ibu. Udahlah, emang udah saatnya aku pergi. Lagian kamu tahu sendiri, cinta aja enggak akan cukup buat mempertahankan rumah tangga, bukan?"“Sekarang, aku tanya kalau tiba-tiba suami kamu nikah sama perempuan lain bagaimana? Emangnya kamu udah siap nerima hal itu? ‘Kan bisa aja Ra, namanya laki-laki itu langkahnya panjang. Siapa tahu pisah dari kamu langsung nyari perempuan lain.”“Terserah Akang. Bukannya itu bagus. Setidaknya Akang akan sibuk sama keluarga barunya, enggak akan mikirin anak-anak lagi. Aku jadi bisa bawa mereka pergi jauh.”“Pergi ke mana?”
Read more
Bab 30
“Kita pulang pakai mobil ya, nanti biarin motor Musa yang ambil sama temannya.”“Iya.”Aku memang tidak punya kendaraan roda empat, jadi kami menggunakan taxy online untuk mengantar kami pulang. “Aku mau ketemu sama bayi kita dulu.”“Boleh, kita belum kasih nama loh. Mau kamu kasih nama siapa?”“Hafsah.”“Udah itu aja.”“Terserah Akang mau tambahin apa.”“Hm, Hafsah Mahira?”“Bagus.”“Kalau boleh tahu arti Hafsah itu apa?”“Adil.”“Kamu nyindir Akang.”“Enggak.”Sudah jelas sekali dia menyindirku lewat nama. Ah, wanita memang suka sekali mengungkapkan kemarahannya lewat teka-teki. Kaum kami dipaksa mengerti, hanya dengan kode-kode yang membingungkan.Untung saja Lara diperbolehkan untuk menggendong Hafsah, padah
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status