Semua Bab TUMBAL PENGANTIN: Bab 21 - Bab 30
36 Bab
Bab 21. Setan Yang Menghancurkan Kebahagiaan
Malam yang sunyi, tak biasanya di jam sepuluh malam suasana rumah sudah sepi, semua penghuni telah mendekam di kamar tidur masing-masing. Sementara Edwin masih sibuk membaca artikel tentang keluarganya. Keningnya mengerut. Ia berkata," Ternyata Kusumadinata sudah terkenal di instansi pemerintah, jadi yang melakukan pemujaan iblis itu adalah kakek, tapi kenapa nenek selalu saja menyangkal? Apa maksudnya?" Edwin malah melemparkan koran itu ke meja rias milik istrinya sampai beberapa botol kosmetik berjatuhan. "Mas, belum tidur? Barusan apa yang jatuh?" Tanya Intan yang terbangunkan oleh suara hentakan. "Intan," sapa Edwin. "Kenapa? Aku lagi kurang mood, Mas!" "Sssttt! Saya gak mau kamu jadi tumbal pengantin, tradisi keluarga ini." Lima belas menit kemudian, Edwin memeluk Intan kemudian mengecup berkali-kali hingga gairahnya membuncah dan terpancing, aliran darah membuatnya panas dingin menjalar di sekujur tubuh. "Ini yang kamu tunggu-tunggu, kan?" Bisik Edwin. Awalnya, Intan
Baca selengkapnya
Bab 22. Area Dapur Yang Misterius
Edwin dan Erwin melirik-lirik ke atap dapur. Selain itu tercium bau busuk yang menyeruak sampai mereka menutup hidung karena tak tahan dengan aroma busuknya. Bahkan, suara kumbang berdenging dan bising, sampai Edwin menoleh ke arah kanan di mana ada tempat sampah yang selalu tertutup."Di sana," gumamnya."Mas, itu dia lubangnya!" Seru Erwin menunjuk ke atap yang sejajar dengan pintu dapur."Erwin, kita buka dulu tempat sampah ini," pintanya. Dia tergesa-gesa membuka tempat pembuangan yang berbentuk bulat.Apa yang terjadi setelah Edwin membuka tempat sampah itu?Sekelompok Kumbang hitam sedang mengerumuni daging sapi yang sudah membusuk. Spontan, Pak Haji mengambil air minum lalu dia menyemburkannya pada serangga menjijikan itu.Seketika, kumbang itu terbang bertebaran dan masuk ke atap yang berlubang, seperti sarang yang baru."Nak Edwin, bisa saja daging ini buat makanan serangga itu. Ada yang ngasih, ya seperti diternak," ungkap Pak haji."Hah! Di rumah gue ada yang ternak serang
Baca selengkapnya
Bab 23. Memiliki Seutuhnya Dan Kedatangan Tante Nena
Intan menghindar, menolak penjelasan suaminya. Wanita itu menuruni tangga dengan cepat. Sampai di lantai utama tiba-tiba langkahnya berhenti karena menyaksikan seseorang yang tidak disukainya. "Bu Intan, ada tamu, ini tantenya mau nengok," ucap Mang Jajang. "Tante, kenapa datang ke rumah suami aku, gak bilang-bilang dulu," protes Intan yang masih kaget akan kedatangan sosok tantenya yang ketus. Tante Nena mengenakan pakaian glamor, berkacamata hitam dan kalung emas menjuntai hingga perutnya. Setelah menghadap keponakan, ia baru membuka kacamatanya. "Tante cuma pengen tahu kondisi kamu, kan satu-satunya anggota keluarga tante cuma kamu di sini," ucapnya. "Boleh kan, nginep sehari saja di sini, tidur di kolong ranjang juga gak masalah." "Tante bisa tidur di kamar tamu dekat kamar ART," sahut Edwin. "Tapi, istri saya udah kelelahan, saya gak mau dia capek terus, makanya saya mau suruh dia buat istirahat." Edwin tampak tidak suka akan kehadiran Tante Nena di rumahnya, apalagi tanpa
Baca selengkapnya
Bab 24. Kematian Si Ketus
Mang Jajang tertunduk malu. Lalu, wajahnya berubah menjadi merah karena menahan tangis. "Maafkan saya, Bu juragan. Saya gak nyakitin dia, cuma salah faham sedikit," ungkapnya. "Kalau terbukti bersalah, saya siap masuk jeruji besi." "Sebagai hukumannya kamu dapat tugas dari saya nanti sore," tukas Rani. "Bagaimanapun juga wanita itu kan tantenya Intan, mantu saya! Jangan lancang lagi!" Mang Jajang mengangguk pelan, ia meringis setelah Rani berlalu dari hadapannya. "Udah, gak apa-apa, Mang Jajang makan siang dulu gih," pinta Intan. "Urusan Mama biar saya yang beresin." Intan masuk ke rumah lebih dulu. Setelah menyaksikan Tante Nena hengkang, yang lain pun kembali masuk ke rumah. Erwin dan Edwin menyambangi dapur lagi dan langsung mengambil dua buah cangkir kopi. "Mas, mau kopi bikinan gue?" Tanya Erwin. "Kita lupakan sejenak masalah keluarga ini." "Boleh," sahut Edwin singkat. Sembari menuangkan bubuk kopi dan air panas, tiba-tiba saja Nala melintas di depan mereka. ART itu me
Baca selengkapnya
Bab 25. Boneka Sihir Di Rumah Tante
Kamar yang cukup luas seharusnya berisi ranjang dan lemari. Namun, yang ada malah sebuah meja kecil beralaskan tikar yang terbuat dari anyaman daun pandan. Di atas meja kecil itu terdapat sebuah wadah berupa mangkuk berwarna silver, berisi setumpuk arang yang hancur dan baunya masih menyengat. Di sampingnya terdapat sebuah boneka kecil yang terbuat dari tanah liat.Intan memungut boneka yang sudah berwarna cokelat kehitaman itu. Ia berkata," Mas, ini boneka buat guna-guna orang, apa tante yang jadi dalang di balik kericuhan di keluarga kita?"Dia lanjut menumpahkan mangkuk berisi arang. Tampaklah seikat gulungan rambut."Rambut siapa?""Mana saya tahu, Intan! Maaf, saya gak yakin tante kamu pelakunya."Intan lantas menginjak boneka sihir itu sampai hancur berlanjut mengacak-acak benda bekas ritual di atas meja. Juga, ditemukan lubang di atap sejajar dengan pintu masuk, ada kabel besar yang menjuntai sekitar 50 cm. "Maaf, Anda siapa? Kenapa di sini?" Tegur seorang Polisi yang tiba-ti
Baca selengkapnya
Bab 26. Insiden Yang Tidak Logis
Angin masih berhembus di dalam rumah hingga menjatuhkan beberapa pot bunga dan keramik. Intan tersungkur dan saat ini dalam posisi duduk setengah tengkurap. Edwin terjungkal ke kursi sofa. Elsa dan ibunya terdorong ke arah kursi sofa sampai mereka duduk terdiam karena panik. "Gak logis, kenapa di dalam rumah ada angin? Dari mana datangnya?" Tanya Intan. "Nala, Amel!" Teriak Rani. Kemudian kedua ART itu muncul, terburu-buru mereka hendak menolong. Namun, ada satu keanehan yang terjadi, Nala menatap ke atas dan mulutnya menganga, matanya tak berkedip sama sekali, lambat laun keluarlah air mata. "Ap--ap--ap--apa itu!" Ucapnya tersengal-sengal. "Nala, kalau ada setan jangan dilihat terus," suruh Intan. Sayangnya, Nala seperti tidak menghiraukan, tatapan matanya tetap fokus melihat ke atap. Ia tampak ketakutan dan berjalan mundur. "Nala!" Teriak Amel. Nala hampir saja terjatuh. Jika tak ada Amel yang menahan badannya mungkin sudah tersungkur ke lantai. Seketika angin berhenti ber
Baca selengkapnya
Bab 27. Yang Dicurigai Sering Kali Salah
Di ruang ICU yang dibentengi dinding kaca sehingga tampak Erik Kusumadinata terkapar di atas ranjang. Sebagai anak, pastinya mereka amat sedih mendapati seorang ayah yang sakit."Aku kangen Papa senyum lagi," ucap Elsa melirih. "Bangun, Papa!"Sementara itu, Intan masih merasakan tidak nyaman. Ia melirik kanan kiri, gelagatnya mirip dengan orang yang waspada dan ketakutan."Mas, ada yang ngikutin aku," ucapnya. "Sssttt! Jangan berisik dulu."Kemudian, terlihat sosok yang menyerupai bayangan di dalam ruang ICU. Sosok itu berdiri seperti mengawasi Erik Kusumadinata."Mas, siapa itu?" "Intan, jangan berisik!""Kita pulang sekarang, aku takut! Lihat dia gerak-gerak!""Apanya?"Napas Intan terengah-engah, kakinya gemetaran. Namun, tatapan matanya tertuju ke depan. "Ada apa, Kak Intan?""Elsa, kamu lihat dia, itu dia lagi mengawasi Papa. Itu bukan manusia. Aku takut, lihat dia!"Intan berjalan mundur, matanya terbelalak ketika bayangan hitam itu bergerak seperti hendak menghampiri. Spont
Baca selengkapnya
Bab 28. Ibu Yang Labil Dan Misteri Penagih Uang
Siang hari yang cerah, Edwin dan Intan sengaja pulang ke rumah meskipun perasaan mereka masih tak karuan karena mendapati sang ibu yang selalu berulah. Malahan, Edwin melempar tas kerjanya ke atas kursi tamu. Sampai tas bermerek dan mahal itu menimpa Elsa. "Mas! Apa-apaan sih! Untung aja gak kena muka aku!" "Kamu sama Erwin gak kuliah, ya? Bagus! Kalian sudah belajar bolos, buang-buang uang buat biaya kuliah mahal tapi hasilnya nihil! Kakak kamu ini capek nyari duit buat makan, buat sekolah, buat operasional rumah, tapi kalian enak-enakan nganggur. Keluar kalian semua dari rumah saya!" Elsa tercekat mendapati kakaknya yang naik pitam. Sambil berurai air mata, ia berkata," Mas, kenapa sih! Aku sama Erwin lagi UTS. Kamu, baru aja pulang udah marah begini!" Edwin lantas menghindar, dia menyambangi ruang kerjanya dengan terburu-buru, bahkan membukanya pintu dengan kencang. "Hei, ada apa ini? Siapa yang teriak?" Tanya Erwin yang baru saja menuruni tangga. "Mas Edwin barusan marahin
Baca selengkapnya
Bab 29. Kunci Yang Ditanam
Edwin menoleh ke belakang. Tak melihat siapapun selain pintu kamar ibunya. Sementara Intan sudah bernafas tersengal-sengal, panik dan berkeringat. "Mas, makhluk itu ada di sana, dia kayak bayangan hitam, tinggi besar, aku lihat jarinya runcing, dia kayaknya mau menerkam," ungkap Intan. Dia lantas menutup wajah dengan kedua telapak tangan. "Aku takut, Mas. Astagfirullah." Edwin memeluk istrinya agar lebih tenang. Namun, matanya melirik kanan kiri. Ada hembusan angin yang melintas sampai menyibak rambut Intan. Tampaklah, makhluk hitam berdiri di depannya. Edwin menyaksikan pergerakan makhluk itu, mulai dari berdiri lalu menyerupai seorang wanita, berambut panjang dan berwajah pucat. "Mas!" "Ssssttt! Gak ada apa-apa, tenang ya, ternyata pelukan di sini nyaman juga. Mereka bergegas ke balkon lantai dua. Kebetulan, Elsa dan Erwin ternyata sedang melakukan peregangan badan. "Er, Els," sapa Edwin. "Mas, ngapain jalan-jalan sambil pelukan gitu? Kenapa? Norak tahu!" Sindir Elsa. "Gak
Baca selengkapnya
Bab 30. Noda Baru Dan Hasil Visum Tante
Suara ratusan kumbang tiba-tiba saja terdengar bising, serangga itu beterbangan di langit-langit rumah sampai menggulung. "Astaghfirullah," ucap Pak haji. "Ada yang menyerang saya. Tapi gak apa-apa."Kemudian kumbang itu kembali masuk ke sarangnya lewat lubang di dapur.Sementara itu, Intan sudah agak membaik, namun kakinya lemas sampai berdiri pun harus dibantu suaminya. "Pak haji, sebenarnya saya mau bahas tentang keluarga. Ibu kami sering berbohong, dia beralibi sibuk bekerja, nyatanya sudah satu bulan teledor, perusahaan terbengkalai. Kadang saya bertanya-tanya, ke mana dia perginya," terang Edwin."Kalau nak Edwin penasaran, kenapa gak pernah intip beliau? Kan ibu sendiri, harusnya ada yang berani ikutin dia pergi," jawab Pak haji. Sejenak, dia menghela nafas dalam-dalam. "Jujur saja, kasus seperti ini, apalagi kalau berhubungan sama orang yang memuja kepada selain Tuhan, ya agak berat juga.""Pak haji percaya kakek Kusumadinata itu pemuja setan demi kekayaan? Firasat saya seba
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status