Semua Bab Panglima Kuno Terjebak di Tubuh CEO: Bab 51 - Bab 60
373 Bab
51 - Bulan Madu Disetujui!
Dua hari ini, Leila mendapatkan gempuran bujukan tak hanya dari Lenita saja, tapi juga dari Hartono.“Sudahlah, Mih, jangan larang mereka untuk menikmati bulan madu.” Hartono sekarang sedang membujuk istri tuanya di rumah Leila. “Lagipula, mereka belum pernah bulan madu karena Nita keburu hamil waktu itu, ya kan?”“Papih ini kenapa sama saja dengan Nita, sih!” Mata galak Leila melotot ke suaminya. “Kenapa kalian akhir-akhir ini jadi sering membela si brengsek tak berguna itu?”“Mamih, bukannya Papih membela, tapi ini juga demi kebahagiaan anak kamu, anak kita. Kasihan Nita, dia uring-uringan setiap hari. Apa Mamih mau dia ngambek terus ke Mamih?” Hartono sudah terbiasa menerima ucapan kasar istri pertamanya maka dia tak gentar.“Sialan, kamu Pih! Malah bawa-bawa soal Nita ngambek padaku pula!” Leila melotot ganas ke suaminya.“Begini saja, biarkan mereka bulan madu, nanti Papih pesankan liburan untuk Mamih. Ke mana, deh? Eropa? Amerika? Sebut saja mana yang Mamih mau.” Hartono terpaks
Baca selengkapnya
52 - Gairah Membara Susah Ditahan
Baru kali ini Wenti merasakan rumah sangat sepi. Ini pertama kali baginya ditinggal pergi sekaligus oleh suami dan anak-anak.Meski di hatinya dia menjerit tidak ingin ditinggal Hartono, tapi mau bagaimana lagi? Melawan Leila jelas saja bukan sesuatu yang dia sanggup lakukan. Apalagi Leila mensyaratkan bulan madu dengan Hartono demi Juna dan Lenita bisa berbulan madu.‘Yah sudah! Anggap saja ini pengorbanan aku. Ikhlaskan saja!’ Wenti menghela napas saat memikirkan itu.Sementara itu, Juna dan Wenti hanya pergi ke pulau terkenal di Nusantara yang selalu menjadi destinasi wisata turis lokal dan mancanegara. Pulau Balen.Itu pilihan Juna setelah dia melakukan pencarian di internet. Lagipula, dia penasaran dengan pulau yang sepertinya belum pernah dia rambah di era dulu.Mereka sudah tiba di Balen dan menuju ke resor yang sudah dipesan Juna sebelumnya.“Sungguhan bagus yah Resor Sewupuro?” tanya Lenita ketika mobil yang mereka sewa mengarah ke destinasi tempat menginap mereka nantinya.“
Baca selengkapnya
53 - Setan di Rumah Hartono?
Baru saja Wenti membuka mata untuk mengetahui bunyi apa tadi yang membuatnya terbangun, matanya menemukan bayangan berkelebat di depan jendela kamarnya.“Hah?” Wenti kaget bukan kepalang. ‘Apa itu? Seperti bayangan beberapa orang ada di depan jendela kamar! Tapi … ini kan lantai dua!’ jeritnya di hati.Belum usai keheranannya, Wenti dikejutkan dengan bunyi pintu kamar yang seperti sedang dicongkel paksa dari luar.“Arghh!” Wenti tak bisa menahan teriakannya lagi.Kemudian, hal selanjutnya yang membuat Wenti makin terkesiap adalah jeritan orang dari arah jendelanya, diikuti suara jeritan orang di depan pintu kamarnya yang sedang dibobol memakai linggis.“Ampun! Ampun!” Orang-orang itu berteriak.Heran, bingung, takut, dan panik, Wenti segera berteriak sekeras mungkin. “Tolong! Ada maling! Tolong!”Teriakannya di tengah malam sepi itu alhasil membangunkan beberapa pekerja di rumah kecil tak jauh dari rumah inti. Lingkup area hunian milik Hartono ini terdiri dari 1 rumah inti, 1 rumah kh
Baca selengkapnya
54 - Menyaksikan Drama Keluarga
Secuil jiwa Juna yang ditinggalkannya di rumah menyaksikan Hartono dan Leila pulang kembali ke Samanggi.Seakan menonton drama keluarga, secuil jiwa itu hanya duduk sambil tersenyum melihat adegan demi adegan.“Wen, kamu tidak apa-apa, kan?” tanya Hartono begitu tiba di rumah besarnya. Leila di belakangnya hanya mencibirkan bibir dengan ekspresi culas.“Mas!” Wenti lekas memeluk suaminya dan merasa lega bukan kepalang atas kepulangan sang suami.“Bagus! Di depanku masih berani bermesra-mesraan!” sindir keras Leila sambil melipat dua tangan di depan dada.Wenti sadar dan lekas melepaskan pelukannya. Dulu mereka sudah membuat kesepakatan kalau Wenti dilarang terlihat mesra dengan Hartono di depan Leila jika ingin direstui Leila sebagai istri muda.“Ma—maaf, Mbakyu.” Wenti sedikit menundukkan kepala.Hartono berdecak ke istri tuanya dan berkata, “Mih, jangan begitu. Wenti kan sedang kalut dan syok. Dia meluk aku juga bukan karena ingin bermesraan, tapi karena saking lega aku datang. Ya,
Baca selengkapnya
55 - Jangan Samakan Aku dengan Pria Lain!
Dua minggu berbulan madu dengan Lenita sungguh mengenyangkan hasrat lelaki Juna. Dia puas dan mengakui memiliki istri cantik memang sebuah keberuntungan setelah dilempar ke era modern ini.‘Dewata sudah melemparku ke zaman tak kukenal ini dan membuatku kebingungan, maka sudah sewajarnya aku sekarang menikmati apa yang seharusnya di sini.’ Juna menggumam dalam hati sambil memasukkan seluruh koper ke bagasi mobil.“Ini kita sungguhan pulang?” tanya Lenita dari samping, memperhatikan suaminya yang masih sibuk memasukkan koper ke bagasi mobil sewaan mereka.“Ini sudah terlalu lama, Len. Kantor membutuhkan aku. Apalagi ada beberapa klien dan relasi yang menunggu aku untuk membicarakan berbagai kesepakatan.” Juna memang tak bisa memperpanjang liburan mereka meski dia ingin.Lagipula, dia rasa ini sudah lebih dari cukup bersenang-senang tanpa memikirkan hal berat apapun.***“Papa, Mama.” Juna menyapa ayah dan ibu mertua mudanya ketika dia dan istrinya sudah tiba di rumah.“Sudah pulang, Jun
Baca selengkapnya
56 - Melamar Pekerjaan
Lenita ditantang Juna untuk mencoba melamar pekerjaan di kantor sang suami jika memang dia ingin terus bisa berdekatan dengan suaminya.Dia sendiri tak paham kenapa melakukan semua itu. Sepertinya niatnya sudah mulai kabur, tak lagi tegas dan jelas sehingga terdistorsi antara ingin menaklukkan Juna dalam genggamannya seperti dulu agar bisa menggunakan Juna sesuka hati, atau ingin memiliki suaminya tanpa Juna bisa disentuh wanita manapun kecuali dia karena dia tak mau kehilangan pria itu.‘Pokoknya, aku harus menjadi penguasa Juna satu-satunya!’ Lenita tidak mampu menjawab apakah motivasinya dulu masih sama dengan yang kini semenjak dia berbulan madu.Maka, pagi ini dengan menggunakan setelan blazer layaknya pebisnis wanita sukses, Lenita berjalan di lobi gedung kantor Juna.Resepsionis lantai dasar yang mengenali Lenita tentu langsung menyambut, berjalan tergopoh-gopoh seperti kemarin dulu. “Selamat pagi, Bu Lenita. Mari saya antar Ibu ke ruangan Bapak.”Lenita memandang rendah ke wan
Baca selengkapnya
57 - Hari Pertama Mempekerjakan Istri
Mata Lenita membola lebar mendengar ucapan suaminya.Juna mengulangi lagi ucapannya menggunakan kalimat berbeda, “Sebagai pemimpin perusahaan ini, kunyatakan bahwa berkas ini tidak memenuhi syarat. Bu Saraswati, apakah Anda sudah melakukan wawancara dengan Bu Lenita?”Saraswati makin gugup. “Be—belum, Pak!” Dia benar-benar tak sanggup menatap Juna, sepertinya nasibnya sudah jelas: dipecat.Helaan napas keluar dari mulut Juna. Dia bisa meraba rasa takut Bu Saraswati dari sikap dan caranya menjawab. Pasti istrinya bersikap bossy dan memaksa seperti layaknya Lenita si putri konglomerat pemilik perusahaan.“Bu Saraswati bisa meninggalkan ruanganku dulu, hanya saja, saya harap lain kali Anda bersikap profesional! Saya masih memaafkan Ibu.” Juna mengerti dilema Kepala HRD dan masih memberi kesempatan Saraswati.Ucapan Juna bagaikan guyuran embun segar di kepala Saraswati. Seketika dia mengangkat kepalanya dan menampilkan senyum lebar nan cerah sembari berkata, “Baik, Pak! Terima kasih! Teri
Baca selengkapnya
58 - Istri sebagai Pegawai Magang
Lenita tidak menyangka dia dianggap salah lagi oleh suaminya. “Baiklah! Baiklah! Aku akan segera berdiri kalau kamu datang dan tidak lagi memanggilmu Juna di kantor!” Dia menyadari apa yang membuat Juna tak senang.“Bahkan saat ini dan detik ini pun kamu masih memiliki kesalahan. Kau benar-benar tidak pantas berada di kantor sebagai bawahan orang lain. Kau sudah terbiasa tegak mendongak sejak kecil.” Juna menghela napas.“P—Pak Juna, maafkan aku! Maafkan keteledoranku. Aku … aku sungguh masih ingin bekerja di sisi Bapak!” Lenita mencicit lirih dengan wajah paling memelas yang bisa dia gunakan. Otot-otot wajahnya dikerutkan semaksimal mungkin untuk menunjukkan kesedihan.“Hgh! Cukup kali ini, dan tidak akan ada lagi lain kali untukmu!” tegas Juna. Padahal dalam hatinya dia tertawa karena berhasil menakuti Lenita sampai istrinya bersikap memelas sedemikian rupa.Namun, di benak Lenita pun dia tertawa riang. ‘Ha ha ha! Saran temanku memang benar! Lelaki kadang lebih mudah ditaklukkan den
Baca selengkapnya
59 - Diam-Diam Memuja Bos
Juna menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu relasi bisnisnya dan kembali ke kantor bersama Velina menggunakan mobil pribadinya tanpa sopir.Di sampingnya, Velina terus merasakan debaran jantung yang tak karuan setiap berdekatan dengan sang bos. ‘Pak Juna ini memang penuh kharismatik. Dulu memang dia tidak terlihat begini karena jarang muncul di kantor. Tapi, setelah Beliau sering datang ke kantor, aku akui Beliau memang memancarkan wibawa dan pesona seorang bos besar.’Sesekali, Velina akan melirik, mencuri pandang ke arah Juna yang sedang fokus mengemudikan mobil. ‘Punya suami seperti Pak Juna pasti membuat hati lega. Dia berkharisma, tegas, profesional, tidak bertingkah sembarangan, dan sepertinya dia lelaki yang benar-benar baik, tidak sembrono pada siapapun.’Di hatinya, Velina mengeluh, ‘Kapan aku bisa punya pasangan seperti Pak Juna, ya? Bu Lenita sangat beruntung! Tapi kenapa dulu aku dengar kalau Pak Juna selalu di bawah ketiak istrinya? Rumor itu sepertinya salah. Bukti
Baca selengkapnya
60 - Menemui Shevia
Mata Lenita berbinar senang, apakah pertanyaan Juna itu menyiratkan ketidaksukaan suaminya jika dia tampil seksi dan gaya meski tidak berbusana terbuka?“Iya, aku ingin pakai pakaian seperti ini. Kenapa?” tanya Lenita, bersiap mendengar Juna akan menyuruhnya mengganti baju atau semacam itu. Dia menantikan momen-momen Juna khawatir lelaki terpikat padanya.‘Ha! Ayo, larang aku! Suruh aku ganti baju!’ Lenita berseru girang di hatinya. Jangan cuma dia yang terus kelimpungan karena takut kehilangan Juna! Juna juga harus merasa demikian!“Oh, ya sudah. Terserah saja, sih! Aku hanya merasa aneh kalau karyawan kantor pakai baju seperti itu, terlihat kurang profesional.” Setelah mengatakan itu, Juna meraih jas dan tasnya, lalu keluar kamar karena dia sudah rapi.Lenita mematung di tempatnya. Kesal! Tentu saja dia kesal! Ternyata bukan karena takut Lenita ditatap lelaki lain dengan pandngan napsu, melainkan karena dianggap aneh serta tidak terlihat profesional!Dia mematut dirinya di depan kac
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
38
DMCA.com Protection Status