Semua Bab Wanita Penjaja Cinta: Bab 51 - Bab 60
99 Bab
Bab 51
"Mey!" Aku melengos, lalu menjauh dari laki-laki bergelar suamiku itu. Ya, sejak obrolan sore itu aku mendiamkan Mas Rahman. Jujur aku gondok banget sama dia. Kok bisa-bisanya mendukung Abah menikah lagi? Apa dia nggak kasihan sama Umi? Jangan-jangan dia mendukung Abah, karena dia juga punya niat melakukan hal sama. Dasar, semua laki-laki sama saja! Pemuja selan*****an."Udah dong, ngembeknya .... Aku minta maaf." Suara itu terdengar begitu memelas. Tapi aku tidak luluh begitu saja. Ini bentuk solidaritas sesama perempuan, kalau ada kaum kami tersakiti yang lain merasa terluka. Aku menuju lemari, mengambil pakaian dan memasukkannya ke dalam tas. Bersiap ke rumah sakit karena hari ini giliranku jaga. Tanpa mempedulikan Mas Rahman yang terus saja merengek, macam anak kecil minta mainan sama emaknya.Aku, Abah, dan Mas Rahman sepakat bergiliran, menjaga Umi selama di rawat di rumah sakit. Karena kami harus kerja, tak mungkin jaga bareng-bareng. Lagi pula kebijakan rumah sakit hanya men
Baca selengkapnya
Bab 52
Setahun berlalu, kondisi Umi sudah mengalami banyak kemajuan. Wajahnya lebih segar, sinar matanya lebih hidup. Bahkan beliau sudah bisa berjalan meski masih tertatih-tatih, ini berkat terapi yang beliau jalani, serta semangat untuk sembuh yang tinggi. "Aku tidak mau terlihat menyedihkan, Mey. Meski hati hancur, aku tidak mau orang menatapku dengan tatapan iba. Aku tak mau dikasihani." Begitu ucap Umi kala pertama kali menjalani terapi. Setahun merubah banyak hal, termasuk hubunganku dengan Umi. Yang dulunya seperti anjing dan kucing, kini jadi seperti ibu dan anak. Kalau orang yang tidak mengenal kami, mungkin dikiranya aku anak kandung Umi, bukan menantunya. "Iya, Mi. Umi harus kembali seperti sedia kala, kan, lebih enak kalau Umi bisa menjalani aktivitas tanpa keterbatasan," ucapku menyemangati. Mungkin karena setiap hari aku yang merawat Umi, menyediakan semua kebutuhannya. Kami jadi lebih dekat. Yang lebih menyenangkan dari semua ini, Umi tak memikirkan Abah yang punya istri
Baca selengkapnya
Bab 53
Aku baru akan menyebut angka, ketika suara bariton memaksaku menatapnya. "Jadi kalian masih ketemuan di belakangku?""Ma---Mas Rahman, i--ini tidak seperti yang kamu pikirkan." Aku tergagap saat berkata, seperti maling yang tertangkap basah sedang mencuri. "Sudah selesai, kan? Ayo pulang!" Suaranya terdengar begitu tegas, nampak sekali kalau suamiku ini tidak mau dibantah. Kemudian, Mas Rahman maju dan menarik tanganku. Memang sedikit keras, tapi tidak kasar."Nggak usah kasar, Bro. Woles aja!" Rey cari gara-gara. Dia berkata seperti itu sambil tersenyum sinis, sebuah tindakan yang bisa diartikan sebagai tantangan. Untuk beberapa saat dua laki-laki itu saling tatap, dengan sorot yang sama-sama mengerikan. Sungguh aku takut. Takut kalau keduanya hilang kendali. Sebagai istrinya, aku paham betul Mas Rahman sudah berusaha menekan emosinya, agar tidak terjadi kegaduhan. Tapi dengan tak tahu dirinya Rey memancing keributan. Ya Allah .... Apa yang harus kulakukan? Tak ingin apa yang
Baca selengkapnya
Bab 54
"Mey!" Suara yang sangat kukenal itu lantang menyerukan namaku. Duh, orang ini. Kok nggak ada kapok-kapoknya, padahal Mas Rahman sudah memperingatkan dia agar tidak lagi mendekatiku. Dia masih penasaran rupanya. Gegas aku mendorong kursi roda Umi menuju pintu keluar, tanpa mempedulikan panggilan itu. Cukup sekali aku berseteru dengan suamiku gara-gara dia. Aku tak ingin kejadian tempo hari terulang lagi. Aku nggak mau Mas Rahman ngambek lagi. Kemarin aku diamkan berhari-hari, hanya karena memenuhi keinginannya untuk bicara. Meski hari ini Mas Rahman tidak bisa menjemput kami, dan meminta kami naik taksi. Aku tetap harus hati-hati, kan. Apalagi sekarang aku sedang bersama Umi. Beliau bisa mengadukan kejadian ini pada anaknya. Dan kesalah pahaman kembali terjadi, kalo sudah begitu aku yang rugi. Sebenarnya aku sudah meminta Umi pindah rumah sakit, untuk melanjutkan terapinya. Atau melakukan terapi di rumah saja. Toh kondisi sudah jauh lebih baik, meski masih pelan, Umi sudah bisa
Baca selengkapnya
Bab 55
"Lalu, apa maksud dan tujuannya mengajakmu bicara berdua? Apa dia mau ngajak balikan? Apa itu juga yang menjadi alasan kamu menunda kehamilan?" Duh, kenapa masalahnya malah melebar kemana-mana? Siapa yang menunda kehamilan? Kalau aku diberi pilihan, tentu aku ingin hamil secepatnya, memeberikan keturunan pada suamiku yang bisa menjadi perekat pernikahan kami. Tapi kalau Allah belum memberi kepercayaan aku bisa apa? Memang kami berdua belum memeriksakan kesehatan, bukan karena tidak mau, tapi kami berdua memang sibuk. Masih ditambah harus mengurus Umi yang sakit, dan sempat lumpuh. Kami tak ada waktu itu. "Kenapa diam, Mey?" Sentak Umi, karena aku tak segera menjawab. Aku harus menjelaskan sejelas-jelasnya pada Umi, agar tidak semakin salah paham. "Rey mengajak saya bicara berdua, karena ingin menebua kesalahannya di masa lalu, Mi. Saya pernah cerita, kalau lelaki yang menghamili saya menolak bertanggung jawab, kan?" Umi mengangguk. "Menebus kesalahan yang bagaimana?""Dia ingin
Baca selengkapnya
Bab 56
Dulu, aku beranggapan perempuan yang melabrak suaminya yang sedang selingkuh itu lebai. Buat apa buang-buang waktu untuk mengurusi hal sepele seperti itu? Kalau masih cinta, ya bertahan! Terima resiko punya suami tukang selingkuh, tukang main perempuan. Kalau sudah tidak tahan, ya sana! Ke pengadilan agama saja! Tuntut cerai! Habis perkara. Nggak usah banyak drama! Main labrak seenaknya, bikin malu saja! Sekarang fikiranku terbuka, semua berbeda ketika statusku sudah menjadi istri sah. Melihat suamiku berduaan dengan wanita lain saja hatiku terluka, apalagi kalau sampai aku menyaksikan sendiri suami selingkuh, main sama pel*cur. Aku nggak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hatiku. Entah Mas Rahman sedang membahas urusan bisnis, atau memang ada affair dengan wanita itu. Yang jelas saat ini hatiku benar-benar terluka. Tapi melihat posisi mereka duduk tadi, siapapun pasti curiga kalau keduanya ada affair. Saat memutuskan menerima pinangan Mas Rahman, aku berharap menjadi istri satu
Baca selengkapnya
Bab 57
"Kondisi rahimnya bagus, sehat, nggak ada masalah," ucap Dokter Obsgin yang memerisaku. Akhirnya kami berdua memeriksakan kesehatan organ reproduksi kami, demi menjalani program kehamilan. Menikah dua tahun tanpa momongan, membuat kami kadang lelah dan bosan menjawab pertanyaan dari banyak pihak. Entah itu keluarga, teman, atau kenalan Mas Rahman. Sudah isi, belum? Itu bukan kalimat yang menyenangkan untuk didengar, menurut kami. "Hasil pemeriksaan Bapak fertil, kan?" Kami kompak mengangguk. "Itu berarti kalian berdua subur." Sebelum periksa ke dokter Obsgin, Mas Rahman terlebih dulu periksa ke androlog. Memastikan dirinya subur. "Tapi kenapa istri saya nggak kunjung hamil, Dok? Padahal bikin tiap hari, lho." Duh, rasanya ingin menenggelamkan diri ke sungai Amazone tanpa pernah muncul lagi. Segala bikin tiap hari diomongin. Kalau memang iya, nggak perlu juga dibicarakan. Malu, Bambang! Lagipula, mana ada bikin tiap hari? Tiap bulan tamu bulananku rutin datang, emang pas aku lagi
Baca selengkapnya
Bab 58
"Umi gimana, Mey?" Mas Rahman menerobos masuk kamar Umi, dengan wajah panik. "Masih belum sadar, Mas. Padahal sudah aku baluri minyak kayu putih badannya, sudah dikasih ke hidungnya juga. Tapi, kok nggak sadar-sadar ya, Mas. Ini sudah setengah jam, lho," ucapku frustasi. "Bagaimana ceritanya, Umi sampai pingsan begini?" Mas Rahman yang kini duduk di sisi ranjang, tepat di samping Umi terbaring itu, menatapku dengan wajah khawatir. Begitu selesai mendapat telfon dari nomor tak dikenal tadi, Umi langsung mencercaku. "Dari siapa, Mey? Kenapa wajahmu jadi pucat begitu?" Aku sempat ingin merahasiakan kabar buruk ini, tapi Umi terus mendesak. "Apa yang kamu sembunyikan dari Umi, Mey?""Itu tadi telfon dari Mbak, eh, Bu Naya. Istri mudanya Abah." Aku sering bingung sendiri kalau mau manggil istri kedua Abah ini dengan sebutan apa? Mau manggil Bu, tapi usianya hanya selisih 5 tahun denganku. Mau manggil Mbak, rasanya tidak sopan. Dia itu istrinya Abah yang berarti mertuaku juga. "Untuk a
Baca selengkapnya
Bab 59
Terdengar Mas Rahman menghela nafas panjang, yang aku tahu artinya bahwa ada beban berat yang disimpan Mas Rahman. Sikapnya ini sukses membuat pikiranku semrawut. "Kenapa, Mas? Abah baik-baik saja, kan?" "Abah kenapa, Mey?" Sela Umi dengan wajah khawatir. "Nggak pa-pa, Mi. Abah baik-baik saja," bohongku. Mendengar nada bicara Mas Rahman, aku tahu kondisi Abah menghawatirkan. Tapi aku tak ingin membuat Umi panik. "Aku mau bicara sama Rahman." Umi berusaha mengambil alih ponsel dari tanganku, tapi aku menepis lembut tangan Umi. Meski aku belum tahu pasti keadaan Abah, tapi dari nada bicara Mas Rahman, aku tahu Abah tidak baik-baik saja. Karena itu aku mau Umi tahu langsung dari Mas Rahman, bisa syok dia nanti. Biarlah nanti aku bicara pelan-pelan padanya. Meski sempat menolak, akhirnya Umi mengangguk juga. Karena tak ingin di dengar Umi, aku memutuskan keluar dari kamar Umi untuk bicara dengan Mas Rahman. "Ya, Mas. Gimana? Tadi Umi maksa mau bicara langsung sama kamu," aduku.Te
Baca selengkapnya
Bab 60
"Sebenarnya Om Rey itu siapa?" Deg! Mendengar pertanyaan Dinda, seketika membuat perasaanku tidak enak. Kenapa dia tiba-tiba bertanya tentang Rey? Sudah lebih dari dua tahun mereka tidak bertemu, selama itu pula Dinda tak pernah menyinggung soal Rey. Mereka berbeda lingkungan, hidup Dinda hanya seputar rumah dan sekolah, jarang sekali keluar rumah kalau nggak penting banget. Itupun perginya bersamaku dan Mas Rahman, biasanya kita keluar makan atau sekedar jalan-jalan.Sedangkan Rey? Yang kutahu dokter spesialis itu sibuk banget, apalagi pediatrik macam dia. Sering kulihat praktek dokter anak antrian pasiennya mengular. Kapan dan dimana Rey ketemu Dinda? "Kok Dinda nanyain, Om Rey? Memang pernah ketemu OM Rey dimana?" Tanyaku pelan, tanpa menunjukkan kekagetanku. "Kemarin Om Rey datang ke sekolah, Ma. Dinda dengar Om Rey ngomong sama Bu Guru, kalau dia itu Papanya Dinda. Apa benar begitu, Ma? Selama ini Mama nggak pernah cerita soal Papa. Mama selalu mengalihkan pembicaraan, kalau D
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status