Semua Bab Jadi Miskin Di Hadapan Mertua: Bab 31 - Bab 40
393 Bab
KEDATANGAN PAPA
KEDATANGAN PAPASeketika keadaan berubah menjadi panik. Semua berusaha menelepon Ifah namunl tak seorangpun bisa menghubunginya."Mas Hasan lebih baik pulang sekarang bersama Mbak Eva dan Mas Zain, barangkali di jalan bertemu Ifah. Sementara kalian pulang ke rumah, Dinda dan Mbak Alif akan berusaha mencari dan menghubungi Ifah. Kita tak bisa begini terus, kalau semua panik keadaan juga tak akan bertambah baik," usul Dinda."Ya itu aku rasa lebih baik saat ini," ucap Zain setuju.Mereka bertiga akhirnya pulang ke rumah lebih dahulu. Mbak Alif dan Dinda berusaha menghubungi Ifah. Pikiran Dinda tertuju pada seseorang lelaki yang ditemuinya saat membeli HP tadi."Tapi apakah mungkin Ifah melakukannya? Apa demi hp iPhone yang diinginkan? Dari mana Ifah mendapatkan uang sebanyak? Harga HP itu mencapai puluhan juta, sedangkan Ifah bekerja hanya menerima beberapa endors dengan harga yang tak seberapa," tanya Dinda dalam hati."Apakah aku harus mengatakannya pada Mbak Alif atau menyimpannya se
Baca selengkapnya
TAK TAHU MALU!
"Aduh besan, maaf ya! Kami tidak bisa membawa apa-apa, hanya buah," kata mama Dinda."Aduh! Kok buah sih Besan? Aku kan tidak begitu suka buah lho, lain kali kalau ke sini jangan bawa buah! Lebih baik bawa roti saja yang coklat itu loh atau yang vanila juga boleh," pinta bu Nafis tak tahu diri.Papa hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan besannya itu."Oh iya Besan, kemarin Dinda membelikan aku HP baru loh!" kata Bu Nafi sambil menunjukkan hp-nya."Nih! Ya walaupun tidak begitu mahal cuma 4 juta tetapi ya sudahlah, itu kan tanda bahwa dia menyayangi mertuanya. Padahal tuh saya pengennya HP yang matanya 3 itu, apa ya namanya ya? Boba atau apa gitu, aku kurang tahu pokoknya itu!" jelas bu Nafis tanpa rasa bersalah."Oh kalau saya mah HP apa saja, yang penting bisa untuk menelpon dan memberikan kabar. Buat apa HP bagus jika tidak ada guna dan fungsinya? Toh HP itu dijual harganya pasti lebih murah! Lebih baik uangnya diinvestasikan bentuk lain," sahut mama Dinda."Ya memang sih,
Baca selengkapnya
KETAHUAN!
Ketahuan!"Astaghfirullahaladzim Ifah!" teriak Hasan.Hasan berlari sekuat tenaga menghampiri adiknya. Ifah jelas terlihat turun dari mobil seseorang yang tidak dikenal mereka. Ya lelaki yang pernah ditemui oleh Dinda saat membeli HP mertuanya."Siapa dia Ifah?' tanya Hasan dengan sedikit membentak."Dia hanya teman Ifah kok Mas, tadi kebetulan ketemu dan mengantarkan Ifah ke sini karena motor Ifah bocor di tengah jalan," jelas Ifah dengan sedikit tergagap."Kau pikir Mas Hasan itu bodoh?" teriak Hasan di pinggir jalan raya.Dinda mengelus pundak suaminya. Dia tahu saat ini posisi Hasan sudah sangat marah mengetahui adiknya berada satu mobil dengan yang bukan mahram. Apalagi lelaki itu lebih tua dan pantas disebut Om daripada teman."Sabar, Mas! sabar saya bisa jelaskan semuanya," kata lelaki di dalam mobil."Turun kau! Apa maksudmu membawa adikku?" tanya Hasan."Mana ktpmu?" bentak Hasan lagi tak sabar.Dengan gugup lelaki itu turun dari mobil. Hasan segera menghampirinya. Tak lama le
Baca selengkapnya
KEMANA HASAN?
Kemana Hasan?"Entahlah Bu, tiba-tiba Mas Hasan menyita HP Ifah tanpa kejelasan yang pasti," kata Ifah membuat alasan."Sebenarnya ada apa sih Din?" tanya Bu Nafis pada menantunya.Bu Nafis bertanya pada Dinda karena dia tahu menantunya tidak akan mungkin berbohong. Ifah anaknya masih memiliki peluang membohongi dirinya."Dinda sendiri juga kurang paham Bu, mengapa HP Ifah sampai disita Mas Hasan. Makanya ini Dinda mau mencari Mas Hasan. Ibu di sini dulu ya, dengan Ifah tak papa kan?" tanya Dinda meminta izin pergi mencari suaminya.Bu Nafis hanya menggangguk. Dinda bersyukur, setidaknya hari ini ibunya akan baik karena sudah mendapat uang dari orangtuanya. Walaupun menurutnya jumlah itu tak seberapa namun mampu membuat Bu Nafis bergembira.Dinda berjalan keluar mencari keberadaan suaminya. Dia mencari Hasan ke gerbang Rumah Sakit tempatnya tadi. Tapi mereka sudah tidak ada, bahkan mobil lelaki itu juga sudah pergi. Dinda berkali-kali menghubungi HP Hasan tetapi nihil tak diangkat han
Baca selengkapnya
BUKAN PERKARA DUDA ATAU PERJAKA!
BUKAN PERKARA DUDA ATAU PERJAKA!"Namanya adalah Aris Wijaya," kata Dinda."Apa? Coba kau ulang sekali lagi Dek! Aris Wijaya," gumam Mbak Alif dengan sedikit terkejut."Iya Mbak, benar tak salah lagi namanya Arif Wijaya," ujar Dinda."Sebentar, apakah orangnya itu berbadan atletis? Mobilnya kalau tidak salah Innova ya? Warna silver, benar tidak? tanya Mbak Alif."Kalau itu Dinda kurang memperhatikan Mbak, yang jelas mobilnya memang berwarna silver, badannya memang besar khas orang-orang gym yang seneng sama olahraga gitu loh Mbak," jelas Dinda."Apakah orangnya lumayan tinggi Dek? Lebih tinggi sedikitlah dari Hasan, paling tidak dia itu dandanan- nya rapi mengenakan kemeja khas cowok metroseksual, benar bukan?" tanya Mbak Alif mengintrogasi detail."Ah begini, dia kepalanya agak plontos dengan wajah yang oval," sambung Mbak Alif lagi mendeskripsikan wajah Arif Wijaya."Mbak Alif kenal?" tanya Dinda bingung."Sepertinya aku tahu siapa lelaki y
Baca selengkapnya
IFAH HILANG LAGI?
IFAH HILANG LAGI?"Eh, tidak Bu! Hanya mau mengatakan mungkin Ibu perlu sesuatu atau bosan dengan makanan rumah sakit ini? Mbak Alif datang dengan membawakan makanan kesukaan Ibu, ada sayur asem, tempe goreng, ikan asin. Itu kan makanan kesukaan Ibu semua toh," Dinda mengalihkan perhatian mertuanya."Ya kan Mbak Alif?" tanya Dinda sambil menginjak kaki Alif."Iya Bu, ini lho Alif membawakan makanan kesukaan Ibu. Barangkali Ibu bosan dengan makanan yang ada di rumah sakit, pasti rasanya hambar," kata Mbak Alif menimpali."Iyo, rasanya itu tidak enak walaupun lauknya daging dan ayam, tak ada sedep-sedepnya sama sekali. Kau sudah makan belum? Kalau belum dampingi Ibu makan yuk, mendengar lauknya Ibu sangat lapar! Dokter tidak memberikan pantangan makanan Ibu karena yang masalah hanya kaki dan jahitan, bukan perut tenggorokan atau tensi jadi bebas makan apapun," kata bu Nafis.Dinda segera menggeret lengan Mbak Alip untuk pergi meninggalkan bangku taman, meskipu
Baca selengkapnya
ARIF WIJAYA
ARIF WIJAYA"Tidak ada apa-apa Bu, Ifah hanya sedikit ada masalah dengan Hasan! Biasalah masalah salah paham, wajar toh Bu! Problematika antara kakak dan adik," ucap Alif.Zain menatap ke arah kakak perempuannya dengan pandangan tak percaya. Namun dia belum berani bertanya adaa apa sebenarnya. Waktu menunjukkan jam lima sore, Ifah masih belum balik ke kamar bu Nafis."Assalamualaikum," ucap Hasan."Waalaikumsalam!" jawab mereka serempak. Hasan masuk lalu mencium tangan ibunya, kemudian bergantian dengan Mbak Alif dan Mas Zain. Terakhir Dinda mencium tangan Hasan."Bagaimana Bu? Ibu merasa lebih baik atau masih ada yang sakit?" tanya Hasan pada ibunya."Sudah lebih baik Nak, tadi Dokter juga sudah memeriksa semua stabil. Nanti kalau sudah bisa berjalan dengan tongkat sendiri Ibu sudah bisa pulang," ucap bu Nafis menjelaskan kondisinya."Di mana Ifah?" tanya Hasan yang menyadari saudara kandungnya kurang satu.Semua diam tak ada yang menjawab.
Baca selengkapnya
KARENA WANITA BUTUH KENYAMANAN
KARENA WANITA BUTUH KENYAMANANZain dan Hasan menghela nafas panjang mengetahui bahwa adiknya Ifah sudah jauh melangkah tanpa mereka sadari."Apa yang harus kita lakukan sekarang Mas?" tanya Hasan pada Zain.Zain terdiam tak menjawab. Dia sendiri tak tahu harus berbuat apa."Menurutmu bagaimana Dek? Kau kan sesama wanita, mungkin memiliki pemikiran yang berbeda," kaa Hasan meminta pertimbangan istrinya."Kalau boleh Dinda jujur, andai itu menimpa Adik Dinda, sekarang Dinda akan cari kemanai Adik Dinda pergi. Bukan untuk dihakimi Mas, orang Jawa dulu bilang kalau memiliki anak perempuan itu seperti memegang telur di atas duri. Ketika kita menekannya terlalu dalam, telur itu akan pecah! Tapi ketika kita membiarkannya dia akan terguling jatuh akhirnya pecah juga. Resiko yang sangat besar kan? Kita dituntut bagaimana cara agar telur itu tetap bisa berdiri tegak di atas duri," kata Dinda.Hasan dan Zain menyimak semua tuturan Dinda. Perkataan dari wanita yang
Baca selengkapnya
SEPERTi DRAMA TELENOVELA
SEPERTI DRAMA TELENOVELA"Bagaimana kalau ini kita sembunyikan dulu dari Ibu Mas?" usul Dinda."Bukannya apa-apa, pertama kondisi Ibu juga masih sakit. Kita tidak bisa membiarkan Ibu banyak pikiran, biarlah Ibu sementara fokus untuk sembuh dahulu. Kedua jika kita katakan pada ibu sekarang, Ibu tak dapat banyak membantu! Bisa-bisa Ibu mericuki rencana kita, lebih baik kita bercerita nanti setelah Ifah ditemukan saja. Kita juga harus belajar menghargai pendapat Ifah, apakah dia ingin Ibu tahu atau tidak. Kita harus memperlakukan Ifah layaknya orang dewasa bukan anak kecil lagi yang selalu dituntut agar dia kembali ke keluarga kita," saran Dinda."Baik Dek! Mas setuju dengan pendapatmu kali ini. Bagaimana dengan Mas Zain?" tanya Hasan."Itu bukanlah ide yang buruk, mengingat sekarang kondisi Ibu juga seperti ini. Kita tidak berbohong tetapi akan menyampaikan faktanya nanti! Begitu bukan?" tanya Mas Zain."Ya, maksud Dinda seperti itu Mas! Kita hanya tinggal men
Baca selengkapnya
Naluri Wanita Dinda
"Ya dia tadi menemuiku dan menangis, karena hp-nya disita oleh Masnya. Bahkan ktp-ku juga dibawa oleh adik iparmu," kata Arif Wijaya."Syukurlah kalau memang dia bersamamu, setidaknya aku lega sekarang karena dia berada di tangan orang yang tepat. Apakah kita bisa bertemu sore ini?" tanya Mas Andri."Bisa, tapi datanglah sendiri! Jangan dengan keluargamu, bukannya apa-apa kasihan Ifah jika dia dipaksa menuruti semua permintaan keluarganya. Apalagi sepertinya Ifah tak dekat dengan saudara kandungnya," ujar Arif Wijaya."Aku akan mengajak seorang wanita yang mungkin Ifah juga akan nyaman bersamanya. Tolong tanyakan padanya dulu, apa dia setuju jika aku mengajak Dinda? Itu adik iparku nomer tiga, suami dari lelaki yang menyita ktpmu," jelas Mas Andri."Baik, aku akan menanyakannya nanti. Jawabannya aku wa ya, sekarang aku sedang bekerja! Ifah di tempat sepupuku, Insyallah dia akan aman," kata Arif Wijaya."Oke aku tunggu kabarmu, terimakasih sudah menjaga Ifah," uca
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
40
DMCA.com Protection Status