Semua Bab Istri yang Kau Selingkuhi Ternyata Anak Pewaris: Bab 11 - Bab 20
230 Bab
Bab 11. Penjelasan Tante Ranti
"Mama selalu saja membela dia! Aku yang anak Mama bukan dia!" teriak Vivi.Dia? Dia siapa yang dia maksud. Aku menunda untuk masuk ke dalam rumah, tampak mereka tengah bersitegang di ruang tengah tapi suaranya jelas terdengar hingga ke teras rumah."Vi! Kamu ini memang sudah keterlaluan! Nisa itu Mbakmu! Mama bukan membela Dia! Tapi kamu memang salah!" seru Tante Ranti.Itu artinya Tante Ranti sudah tahu tentang hubungan mereka lalu mengapa Tante Ranti mengijinkan mereka Vivi menikah dengan Mas Adrian, sedangkan jelas Mas Adrian itu masih suamiku. "Sudahlah Ma! Ini sudah terjadi, dan memang Mas Adrian lebih milih aku kok daripada Mbak Nisa. Apalagi sekarang udah ada calon anaknya di dalam sini."Degh! Anak? Itu artinya Vivi sedang hamil anaknya Mas Adrian? Astaghfirullah!Sakit sekali rasanya, di saat pernikahan kami sudah berjalan hingga tiga tahun lamanya, Allah belum menitipkan anak di rahimku, tapi dengan Vivi Allah langsung memberinya keturunan. Aku merasa ini tidak adil Ya T
Baca selengkapnya
Bab 12 Kupakai Saja Uangmu
"Apa ini maksudnya Tan? Selimut siapa ini?" tanyaku."Itu selimut milikmu saat kau masih bayi."Sebuah selimut bayi bahanya bagus tebal, halus, lembut, berwarna pink, ada gambar beruang kecil di ujungnya, serta di balik selimutnya pun ada bordiran nama bertuliskan 'Anisa Andara Putri Hadiwijaya'Hadiwijaya adalah nama Bapakku.Kubuka kotak persegi panjang itu, mata ini membeliak ketika tahu isinya. Sebuah kalung silver dengan liontin berbentuk hati. Di tengah ada sebuah batu safir kecil kebiruan, yang diapit oleh tiga buah permata. Cantik sekali. Berkilau, melihatnya saja aku bisa menebak jika ini bukan barang murah."Ta–Tante, apa maksudnya ini Tan?" Aku tergagap, ini bagus sekali. Baru kali ini aku melihat kalung seindah ini."Itu milikmu Sayang, selama ini Tante menyimpannya, sekarang Tante pikir, sudah saatnya kamu sendiri yang menyimpannya. Dulu sewaktu ibumu sakit, dia menitipkan ini untuk diberikan padamu saat Kau dewasa. Dan sekarang saatnya.""Tan, ini bagus sekali." Aku mas
Baca selengkapnya
Bab 13. Urus Sendiri
Deru suara motor terdengar di halaman rumah ini, semakin lama suaranya semakin kecil dan menjauh. Sepertinya Mas Adrian pergi entah mau kemana, mungkin ia menemui Vivi.Pelan kubuka pintu kamar ini. Benar saja ia telah pergi, aku menyingkap gorden jendela, motor yang tadi sore terparkir di halaman telah tiada.Hati ini gerimis mendapati kenyataan ini, tak kupungkiri hati ini sakit saat tahu suamiku kini punya tempat singgah selain aku, selain rumah ini.Kuhabiskan waktu malam ini dalam kesunyian, hanya televisi yang menemani, itu pun tidak sepenuhnya ku lihat, hanya sekedar untuk mengisi suara di rumah ini agar tak sepi.Aku membuka lemari baju dan menyimpan selimut bayi pemberian Tante Ranti tadi siang. Sekali lagi aku mengamati kalung ini, begitu cantik aku ingin sekali memakainya.Aku pun menyematkan di leherku, dan menatap diri di pantulan cermin. Cantik.Dering ponsel mengagetkanku yang masih mematut diri di depan cermin.Ibu mertua memanggil."Hallo Assalamualaikum Bu," ucapku
Baca selengkapnya
Bab 14. Ibu Mertua
"Mas berangkat dulu, Nis. Assalamualaikum!" seru Mas Adrian dengan tergesa."Wa'alaikumusalam."Rambut yang biasanya klimis itu terlihat acak-acakan, seragam yang biasanya licin itu kini begitu kusut. Aku hanya menggeleng menatap kepergiannya dengan motor matic yang semakin lama semakin menjauh.Semua telah berubah Mas, karena kamu sendiri yang telah merubahnya. Aku tak akan jadi seperti ini kepadamu kalau kau tak mencurangi aku. Seperti biasa usai sarapan pagi aku bersiap untuk ke rumah Bu Salma. Tak enak juga sudah tak datang dua hari ini. Bagaimanapun juga beliau yang banyak membantuku saat aku sering kekurangan.Aku berjalan kaki sekitar sepuluh menit untuk sampai ke rumah Bu Salma."Assalamualaikum Bu Salma. Aku langsung masuk ke rumahnya melalui pintu belakang yang langsung area dapur rumah besar itu. "Wa'alaikumusalam Nis, akhirnya kamu datang hari ini Nis, yuk sini sarapan!" sahut Bu Salma dari ruang makan. Beliau sedang sarapan."Sudah Bu, saya tadi sudah sarapan sebelum
Baca selengkapnya
Bab 15. Mari Bermain
Hingga menjelang magrib Mas Adrian belum juga pulang. Akhirnya selepas magrib ibu meminta Dania untuk menjemputnya di rumahku."Nanti kalau Adrian sudah ada di rumah kabarin ibu ya, Nis. Sekarang Ibu mau siap-siap dulu sebentar lagi Dania datang jemput." "Iya Bu."Selang beberapa menit suara motor terdengar memasuki halaman rumah. Bukan Dania melainkan Mas Adrian."I–ibu, di sini?" Mas Adrian langsung menyambut punggung tangan ibunya"Ya. Nunggu kamu pulang!""Hah, oh. Ada apa Bu, tumben biasanya kalau ada apa-apa Ibu tinggal telpon aja bilang sama Adrian." Mas Adrian menjatuhkan bobotnya di sofa samping ibunya."Siapa itu tadi yang angkat telepon Ibu?" tanya ibu dengan raut wajah serius."Siapa, apa maksudnya Bu?" Mas Adrian balik bertanya.Sepertinya Mas Adrian tidak tahu jika tadi sore ibu sempat menelponnya tapi Vivi yang mengangkatnya.Aku hanya diam jadi pendengar yang baik, sepertinya akan ada perdebatan antara ibu dan anak ini."Jangan pura-pura nggak tahu kamu, Adrian! Jelas
Baca selengkapnya
Bab 16. Ibu Selalu Membela
Aku melangkah keluar rumah. Driver ojeg online sudah menunggu di depan rumah. Aku pun berangkat menuju ke rumah ibu mertuaku sore ini.Senja sore ini begitu syahdu, semilir angin senja yang sejuk seakan membawa terbang anganku jauh berkelana, teringat dulu kami awal menikah, begitu bahagia hari-hari yang kami jalani, meski dulu Mas Adrian sempat kena PHK, tapi hidup kami terasa ringan karena menjalani itu bersama. Sesaat kemudian aku seperti tertarik kembali pada kenyataan. Kehidupanku kini telah berbeda, jika biasanya apa-apa aku selalu mengandalkan Mas Adrian, tapi mulai kini aku harus bisa sendiri, aku harus bisa bangkit dan berdiri di atas kaki sendiri. Tak lagi bergantung padanya.Rasa nyeri dan sesak tiba-tiba menjalar di dalam jiwa. Aku tekan kuat-kuat dada ini dan memejamkan mata ini sesaat, serta beristighfar.Dua puluh menit perjalanan akhirnya aku sampai di pelataran rumah Ibu. Tak lupa di perjalanan tadi aku mampir membeli buah-buahan kesukaan beliau. Sebuah rumah denga
Baca selengkapnya
Bab 17. Kedatangan Vivi
"Maksud kamu apa datang ke rumah Ibu minta pembelaan? Jangan macam-macam kamu Nis!" ketus Mas Adrian saat kami baru saja sampai di rumah."Aku nggak minta pembelaan apa-apa. Kamu lupa sejak awal Ibu memang sangat menyayangiku, Mas. Jadi bukan salahku jika Ibu selalu ada di pihakku!" Aku tak mau kalah."Terus maksud kamu apa datang kesana tanpa mengajakku? Hah?"Aku hanya mendesah kesal."Setiap kamu pulang kerja, yang ada dipikiran kamu cuma datangi Vivi iya kan! Bahkan aku tanya baik-baik kamu bilang bukan urusanku, iya kan! Jadi salahku dimana? Aku mau berkunjung ke rumah ibu mertuaku, apa salahnya!"Mas Adrian mengacak rambutnya kasar. Terlihat begitu frustasi. Aku hanya tersenyum simpul.Makanya kamu jangan gegabah dan asal ngomong mas, memang posisimu yang salah di sini, bukan salahku!"Siapkan aku makanan, aku lapar belum makan?" Aku terperangah, belum makan? Lha tadi lama di rumah Vivi ngapain? Sampai jam delapan malam belum makan."Kamu berjam-jam di sana ngapain Mas? Sampai
Baca selengkapnya
Bab 18. Terima Vivi jadi madu?
"Ekhem! Aku pastikan Ibu akan langsung menerimaku begitu ia tahu aku mengandung cucunya." Vivi berkata setelah menguasai keadaan."Kita lihat saja, apa aku yang akan mundur, atau kau yang akan hancur Vi! Kalaupun kau menginginkan suamiku, ambillah! Kalian memang cocok sama-sama gatal!" pungkasku kemudian berlalu mengunci pintu rumahku dan berlalu meninggalkannya yang masih duduk termangu di kursi teras, aku memilih untuk berangkat saja ke rumah Bu Salma.Walau upahku tak banyak tapi Alhamdulillah sedikit demi sedikit jika dikumpulkan aku jadi punya tabungan, aku punya rencana ingin jualan kue, sedikit banyak aku sudah hafal berbagai resep kue. Berbekal dari pengalaman membantu Bu Salma Alhamdulillah aku dapat banyak ilmu.Setidaknya jika nanti aku berpisah dari Mas Adrian aku bisa buka usaha sendiri jualan kue.Terlihat dari sudut mataku, Vivi masih menatap tajam ke arahku.Sesampainya di rumah Bu Salma, aku mulai membantunya membuat kue seperti biasa. Sembari ngobrol kesana kemari. A
Baca selengkapnya
Bab 19. Keributan Sore Hari
"Aku tak kan pernah lupa tentang ini Mas, demi wanita lain kau sampai bersikap kasar padaku." Aku berkata pelan namun penuh penekanan seraya menunjuk pipiku yang pasti telah memerah. Aku menatap nanar laki-laki yang dulu sangat kudamba, laki-laki yang selalu menatap lembut penuh cinta padaku, kini ia berubah, sedahsyat inikah pengaruh Vivi di hatimu Mas.Mas Adrian menjatuhkan tubuhnya ke sofa menatap telapak tangannya. Mungkinkah ia menyesal telah berbuat kasar padaku, entahlah. Aku memilih berlalu meninggalkannya.Hatiku gerimis, usai kututup pintu kamar aku menyandarkan tubuhku, aku menangis tergugu, berusaha kuat namun ternyata semakin menyakitkan."Vivi? Kau kesini? Harusnya kamu di rumah saja, sebentar lagi juga aku kesana." Suara Mas Adrian berbicara dengan seseorang. Sepertinya Vivi datang lagi kemari."Aku bosen di rumah, Ayo lah Mas, ajak aku belanja atau makan di luar." Suara Vivi terdengar manja. Aku membuka pintu sedikit agar aku bisa melihat mereka. Vivi tengah bergela
Baca selengkapnya
Bab 20. Pindah
Seperti biasa aku berteman sepi di atas ranjang kamar ini. Mas Adrian pasti bermalam di rumah Vivi, apalagi sore tadi aku sempat berseteru dengannya.Ah, tentang laki-laki itu, yang tadi tak sengaja menabrakku di minimarket, kembali terngiang-ngiang di benakku. Siapa dia? Mengapa menyebut namaku?Jika itu kebetulan rasanya tak mungkin. Karena persis lengkap, namaku disebut, Lalu dia itu siapa? Ah, kepalaku pusing memikirkan itu.Memang sejak aku kecil Om Edwin dan Tante Ranti seringkali mengingatkanku untuk hati-hati di manapun. Dan jangan mudah percaya pada siapapun.Pernah suatu hari saat aku kelas lima sekolah dasar, aku pernah akan di culik, tapi aku berhasil lari kabur. Sejak itu, Tante Ranti memindahkan aku ke sekolah lain, bahkan kami pun pindah kontrakan, saat itu Tante Ranti masih ngontrak sana sini.Tiba-tiba aku teringat pembicaraan Tante Ranti dan Om Edwin waktu itu, untuk mengatakan semuanya padaku. Namun Tante Ranti menolak.Ah, kenapa baru sekarang aku menyadari ada yan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
23
DMCA.com Protection Status