Semua Bab Si Buta Dari Sungai Ular: Bab 61 - Bab 70
1140 Bab
61. Kejadian Aneh
Siapa yang sudi disebut orang sinting? Begitu marahnya Wisesa, sampai-sampai seluruh urat lehernya tersembul ketika memaki."Kita hajar saja dia, Kang," usul Karta pada Wisesa.Dihampirinya pemuda yang tampak berpura-pura ketakutan. Langkahnya terbanting-banting di jembatan bambu, membuat getaran bagai ada gempa."Hati-hati Bambu-bambu itu sudah keropos" teriak pemuda gondrong yang ternyata Manggala, alias Si Buta dari Sungai Ular seraya menjentik kulit bambu yang dikeratnya dari sisi jembatan.Keratan kulit bambu itu kontan meluncur deras tanpa tertangkap mata Wisesa. Dan tiba-tiba saja menghantam bagian jembatan yang hendak diinjak Wisesa.Krak!Sebelah kaki Wisesa kontan terperosok, begitu jentikan kecil Manggala tadi disertai tenaga dalam tingkat tinggi. Memang, bambu yang terkena kontan remuk. Sehingga, tak kuat menahan bobot Wisesa."Kunyuk Kunyuk" umpat Wisesa seraya bangkit terseok. Wisesa memegangi selangkangan yang terantuk
Baca selengkapnya
62. Jangan campuri urusanku!
"Minggir kau! Jangan campuri urusanku!" bentak sosok berpakaian serba merah itu."Kalau kau berurusan dengan kawan kecilku ini, itu berarti berurusan langsung denganku," sanggah Manggala, menanggapi bentakan orang yang ternyata bukan wanita.Sosok itu ternyata lelaki berusia lima puluh tahunan. Rambutnya yang panjang dipenuhi uban. Wajahnya amat menakutkan dengan bekas luka sayatan pedang yang memanjang dari kening hingga ke pipi. Sebelah matanya terlihat sudah tidak utuh lagi karena sayatan itu. Meski rambutnya panjang, bagian depan kepalanya tak berambut. Sehingga keningnya tampak menjadi lebih lebar. Dengan kumis lebat menutupi bibir, lelaki itu makin terlihat sangar."Kau akan menyesal jika mencampuri urusanku, Anak Muda," ancam orang itu dingin.Manggala tersenyum sinis, di bawah terpaan sinar lampu minyak dalam kamar."Keliru Justru kau yang akan menyesal telah berurusan denganku," tangkis Manggala tenang."Kau terlalu memaksa, Kisanak
Baca selengkapnya
63. Putri Ratu Penguasa Laut Selatan
Selanjutnya dia akan mencari tahu tentang bencana seperti disebutkan wanita cantik yang ditemuinya beberapa hari lalu. Dan yang terakhir, akan diselidikinya siapa wanita cantik terselubung teka-teki itu sebenarnya."Benar-benar rumit...," keluh Manggala bersama satu helaan napas panjang."Kopinya, Kang Manggala...."Manggala tersadar dari kecamuk pikirannya. Didapatinya Marni telah berdiri di depannya, membawa dua cangkir tanah liat berisi kopi panas."Wah Pagi-pagi seperti ini, memang tepat kalau disuguhkan kopi ngebul-ngebul," seloroh Manggala seraya menyambut cangkir di tangan kanan Marni."Terima kasih, ya."Gadis manis di depan pemuda itu tersipu-sipu sambil meletakkan cangkir kopi yang lain di meja kayu. Kulit wajahnya yang putih memperlihatkan semu merah, kala mata Manggala berusaha menangkap mata lentiknya."Mmm, kopi ini betul-betul nikmat. Kau yang buat, Ni?" tanya Manggala setelah menyeruput kopi.Marni mengangguk ma
Baca selengkapnya
64. Bencana
Sambil berbicara mata bocah kecil itu terus membesar. Entah karena kesal tidak pernah diberi tahu Manggala tentang dirinya selaku pendekar yang begitu disegani, atau karena bocah kecil itu sama kaget dengan prajurit kadipaten tadi."Kakang ini benar-benar brengsek...," gerutu Walet. "Kalau tahu begitu, aku sudah minta diajarkan jurus saktimu...."Manggala tak mempedulikan gerutuanmu Walet, karena prajurit yang melapor telah kembali."Tuan Pendekar dipersilakan menemui Kanjeng Adipati di pendapa," kata prajurit itu, mempersilakan.Manggala dan Walet memasuki gerbang kadipaten, diantar prajurit tadi. Setelah berjalan melewati taman sari kekadipatenan, mereka tiba di satu bangunan besar bertiang-tiang kokoh. Bangunan ini tak berdinding, sehingga orang di dalamnya bisa melepas pandangan ke seluruh penjuru taman sari. Di tengah ruangan berlantai agak meninggi itu, tampak Adipati Tunggul Manik duduk di atas kursi kebesaran. Mimik wajahnya terlihat senang. Matan
Baca selengkapnya
65. Pertolongan Manggala
Seorang di antara mereka rupanya masih memiliki sedikit keberanian. Walaupun orang itu paling muda, namun memiliki semangat menggebu, sebagaimana layaknya orang berdarah muda."Ayo, jangan biarkan nyali kita ciut. Tak perlu ragu menghadapi maut, jika berada di pihak yang benar" teriak anak muda itu lantang.Namun teriakan penuh gelegak semangat tempur itu seperti tidak berarti dalam membakar keberanian sembilan orang Perguruan Naga Langit yang lain. Mereka terlihat mulai tersurut setindak demi setindak, setelah sebelumnya menghentikan serangan."Kenapa kalian ini?" bentak murid termuda itu gusar. "Apa kalian tak ingin menuntut balas atas kematian guru kita tercinta yang telah dibunuh secara mengerikan oleh orang-orang biadab ini"Sementara itu, kelima lelaki bertopeng sudah siaga penuh menanti serangan selanjutnya. Masing-masing tahu, pihak mereka sudah mampu mengalahkan nyali sisa orang-orang Perguruan Naga Langit.Dalam suatu pertempuran, hal ini
Baca selengkapnya
66. Wasiat Guru Perguruan Naga Langit
Si Buta Dari Sungai Ular memapah pemuda dari Perguruan Naga Lagit yang ditolongnya. Pemuda yang mengaku bernama Senaji kemudian menceritakan kejadian yang sebenarnya, kenapa orang-orang Perguruan Naga Langit sampai bertarung melawan orang-orang bertopeng itu.Menurut Senaji, waktu itu Perguruan Naga Langit tengah dirundung suasana berkabung. Seluruh murid berkumpul di ruang khusus guru mereka yang bernama Ki Kusuma. Seminggu, belakangan, perguruan ini dilanda kejadian aneh yang mengerikan. Setiap malam, beberapa murid mendadak jatuh sakit, memuntahkan darah segar. Lebih mengerikan lagi, pada muntahan darah mereka terserak puluhan batang jarum.Setelah memakan banyak korban dari murid perguruan, malam itu pun Ki Kusuma menderita penyakit aneh pula. Dan hal ini menyebabkan murid-murid Perguruan Naga Langit jadi begitu khawatir.Dan akhirnya berkumpul di sekitar pembaringan Ki Kusuma. Saat mereka lengah, lima lelaki bertopeng menyelinap masuk untuk menjarah benda-b
Baca selengkapnya
67. Lambang Perguruan Ular Iblis
"Aku turut berdukacita atas kematian guru kalian," ucap Manggala setelah tersadar dari kecamuk pikirannya. "Lebih baik kalian segera mengurus jenazah Ki Kusuma dan kawan-kawan yang meninggal di halaman depan. Dan sungguh menyesal aku tidak bisa mengikuti upacara pemakaman, mengingat pesan terakhir Ki Kusuma agar aku segera berangkat malam ini juga."Bersama satu tarikan napas penyesalan, Manggala segera mohon pamit."Tuan Pendekar," cegah Subali, saat Manggala beru saja hendak beranjak. "Ada sesuatu yang hendak kusampaikan. Mari...."Subali mengajak Manggala meninggalkan ruang khusus itu. Mereka lantas berjalan beriringan. Setibanya di lorong kamar-kamar perguruan, barulah Subali memulai."Sewaktu lima orang bertopeng melakukan perampokan tadi, aku berusaha meringkus mereka bersama murid lain. Tanpa sengaja, kalung salah seorang lelaki bertopeng terjatuh, dan kutemukan."Subali mengeluarkan kalung yang dikatakannya dari balik baju."Ini Tuan
Baca selengkapnya
68. Teror Orang-orang bertopeng
"Heaaa...!"Wrrr...!Setibanya di pagar tinggi Perguruan Elang Hitam, Manggala melenting tinggi ke udara. Tubuhnya melayang di udara, melewati pagar dari batang-batang cemara.Jlek!Begitu usai melakukan gerakan indah di udara, kaki Si Buta dari Sungai Ular menjejak mantap di pelataran depan perguruan itu. Apa yang ditemukannya di sana? Ternyata sebuah pemandangan yang semula begitu dikhawatirkan Manggala terjadi. Puluhan mayat murid perguruan tampak berserakan tumpang tindih, bagai onggokan daging tak berharga."Biadaaab! Siapa dalang semua ini?" teriak Manggala, dengan suara menggelegar penuh kemurkaan.Dengan napas memburu, Manggala mencoba mencari sisa-sisa kehidupan di dalam bangunan Perguruan Elang Hitam. Seluruh ruang dijelajahinya.Namun, tak sejengkal pun dilewati. Dan lagi-lagi matanya dijejali anyir darah dan mayat-mayat tanpa tanda kehidupan."Oh, Tuhan...," keluh Manggala lemah.Tak mampu lagi pemuda itu men
Baca selengkapnya
69. Kalian adalah ksatria
"Hih"Seketika orang bertopeng itu secepatnya menyergap tanah untuk menyelamatkan kepalanya. Usahanya berhasil. Tubuhnya langsung bergulingan, tepat di bawah kaki murid Perguruan Tangan Wesi yang tengah melayang. Dan dalam satu rangkaian gerak yang begitu cepat, golok di tangannya menebas ke atas, tepat diarahkan ke sepasang betis murid itu.Crak!Bruk!Setelah kawannya mengalami nasib mengerikan, kali ini murid Perguruan Tangan Wesi itu mendapat giliran. Kedua kakinya terputus sebatas betis di udara. Potongannya langsung terpetal ke samping, diikuti semburan darah segar. Kemudian tubuhnya ambruk ke tanah, karena tidak bisa lagi berpijak."Sayang sekali Sebenarnya aku masih suka main-main denganmu beberapa jurus lagi. Tapi, tampaknya kau tak bisa lagi menjadi lawan tandingku. Lebih menyesal lagi, pemimpinku menugaskan agar pekerjaanku harus diselesaikan secara tuntas. Jadi....""Kau ingin bunuh aku? Bunuhlah Aku tak pernah gentar untuk mati
Baca selengkapnya
70. Kalian harus pergi ke neraka!
"Aku orang yang begitu berselera menghisap darah kalian hidup-hidup." Bibir Si Buta dari Sungai Ular kali ini menyeringai penuh ancaman. Sementara dari balik topeng, mata keenam belas lelaki bertopeng itu menyipit. Bisa jadi mereka menanggapi secara sungguh-sungguh ucapan Manggala barusan."Kam... kami tidak ada urusan denganmu. Kenapa kau turut campur?" untuk yang kedua kalinya, sang Pemimpin pasukan bertopeng bertanya tersendat."Ada. Kenapa tidak?" bentak Manggala sangar."Kau ingin tahu?" bentak Manggala pada pemimpin pasukan lawan.Bentakan barusan disertai penyaluran tenaga dalam penuh, sehingga terdengar mengguntur.Pemimpin orang bertopeng yang memang sudah jatuh nyali tersentak bukan main. Sampai-sampai kepalanya tersentak ke atas seperti sedang mengangguk."Kalau kau dan anak buahmu benar-benar ingin tahu, maka kuizinkan pergi dari sini...."Mereka amat lega mendengar keputusan terakhir Manggala."Dan kalian harus ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
114
DMCA.com Protection Status