All Chapters of Dosen Dingin itu Ayah Anakku: Chapter 51 - Chapter 60
86 Chapters
51. Merasa Bersalah.
Setelah mengintip kepergian Iwas melalui jendela kamar, Gayatri merebahkan tubuh ke atas ranjang. Tatapannya nyalang memandangi langit-langit kamar. Dirinya memang sengaja bersikap ketus pada Iwas. Dengan demikian ia berharap Iwas akan menjauhinya. Ia harus mengenyahkan rasa nyaman dan debar-debar halus di dadanya. Iwas itu milik Vira. Gayatri berkali-kali menggaungkan kalimat itu di dalam hati. Deringan suara ponsel terdengar dari dalam tasnya. Pasti ayahnya kembali menelepon. Gayatri menjulurkan tangan ke nakas di samping ranjang. Meraih tas dan mengeluarkan ponselnya. Gayatri seketika terduduk saat memindai nama sipemanggil. Ternyata Vira yang meneleponnya."Hallo, Mbak Vira." Tergagap Gayatri mengangkat ponsel. Ada rasa bersalah di hatinya."Hallo, Tri. Maaf mengganggu. Kamu sedang sibuk tidak?""Tidak kok, Mbak. Saya sedang tidur-tiduran saja. Ada apa ya, Mbak?" Dengan jantung berdebar, Gayatri menjawab pertanyaan Vira. "Saya sedang sedih ini, Tri. Saya boleh curhat tidak?"Jan
Read more
52. Permintaan Maaf.
"Tri, sorry ya. Sebagai sahabat, kali ini gue ingin protes. Lo apa nggak capek mengalah terus jadi orang? Dari umur 17 sampai 27 sekarang ini, lo kok pasrah amat diinjek-injek orang terus? Lo emang punya sindrom menikmati kepedihan atau bagaimana sih? Heran deh gue." Citra menegakkan tubuhnya. Sudah saatnya ia menyadarkan sahabatnya. "Bukan begitu juga kali, Cit. Situasi gue nggak enak banget. Gue hamil dengan calon suami orang. Bayangkan, hujatan apa yang akan gue terima, kalo pernikahan mereka batal? Muka gue mau ditaruh di mana, kalo gue dilabrak Mbak Vira?" "Kalo gue jadi lo sih, sabodo teuing. Kan lo nggak tahu apa-apa. Tahu-tahu bangun lo uda di nananina Bang Iwas. Lo itu korban, Tri. Korban! Kalo mau main salah-salahan, yang paling salah itu Bang Iwas. Jadi biarkan dia bertanggung jawab. Gila aja lo udah dibuntingin dua kali, dia main lenggang kangkung aja ninggalin lo. Terus si Vira juga salah. Dia teledor!"Citra menghentikan kalimatnya ketika ponsel Gayatri yang ia rampas
Read more
53. Musuh Lama, Cerita Baru.
Gayatri menyusuri gerai perlengkapan bayi dengan antusias. Setiap rak ia amati dengan teliti. Ia menimbang-nimbang akan membeli perlengkapan yang mana dan warna apa. Sebentar-sebentar ia membuka notes di ponselnya. Mencocokkan barang yang akan ia beli dengan list yang sudah terlebih dahulu ia buat. Mengetahui akan segera memiliki anak membuat jiwa keibuan Gayatri keluar dengan sendirinya. Dulu, saat mengandung Zana, ia tidak mendapat kesempatan menikmati pertumbuhan janin di rahimnya. Keadaan saat itu kacau balas. Lagi pula ia masih terlalu belia untuk memikirkan sampai sejauh itu.Di salah satu rak, mata Gayatri berbinar saat melihat sepasang sepatu rajut bayi berwarna biru muda. Saat Gayatri akan mengambilnya, ada tangan lain yang juga ingin meraihnya."Maaf," Gayatri dan sang pemilik tangan sama-sama meminta maaf. "Silakan, Mbak. Kalau Mbak menginginkan sepatu ini, untuk Mbak saja. Lho, Windy?" Gayatri terkesiap. Ternyata orang yang menginginkan sepatu rajut itu adalah Windy. Mus
Read more
54. Trauma.
"Bener banget, Tri. Gue cuma dijadiin WC umum doang. Amit-amit." Windy mengetuk meja kafe tiga kali dilanjutkan dengan mengetuk keningnya."Gue mah kagak mau jadi WC umum. Gue ini tim istri sah. Herannya kok ada ya orang yang cuma dijadiin WC umum aja bangga? Otak mereka udah pada geser kali ya?" Windy menimpali sindiran Gayatri sinis. Ia puas sekali melihat kedua perempuan seksi itu terhenyak di tempat duduk masing-masing. "Emangnya mereka punya? Kok gue nggak yakin ya?" imbuh Gayatri pura-pura lugu."Emang kagak. Yang mereka punya cuma aset bawah perut yang nilainya akan terus berkurang seiring usia. Setelah itu siap-siap saja mereka didepak. Karena mereka semakin tua dan kalah saing dengan pendatang baru yang muda-muda." Windy menimpali dengan air muka puas."Akhirnya mereka akan mati merana setelah berkutat dengan berbagai jenis penyakit kelamin. Hih, ngeri banget." Gayatri pura-pura bergidik. "Oh iya. Di neraka juga bakalan disiksa habis-habisan karena telah menjual diri selama
Read more
55. Siapa Dia?
"Iya, Bu. Ada apa Ibu menelepon saya?" Gayatri merutuki diri sendiri setelah mengucapkan kalimatnya. Akibat terlalu tegang ia jadi tidak fokus berbicara."Masih berani bertanya kamu ya? Kamu buta atau bagaimana sampai kamu tidak melihat photo-photo yang saya kirimkan?""Saya bisa menjelaskannya, Bu--""Tidak perlu! Saya cuma mau bilang. Jangan bersikap seperti perempuan murahan yang kerjanya mengejar-ngejar laki-laki!"Tarik napas, buang napas. Sabar, Tri. Bu Arini orang tua."Photo-photo itu diambil di Jakarta kan, Bu? Jadi jelas, siapa yang mengejar siapa."Satu... dua... tiga..."Itu karena kamu menggodanya! Iwas itu laki-laki. Ia pasti mengejarmu kalau kamu mengiming-iminginya sesuatu. Dari dulu kamu terus menggodanya bukan?""Saya tidak pernah menggoda Bang Iwas, baik dulu ataupun sekarang, Bu. Makanya Ibu dengar dulu penjelasan saya," tukas Gayatri sabar. Gayatri merasa ia harus menjelaskan semuanya agar kesalahpahaman ini tidak berlarut-larut."Penjelasan apa lagi? Photo-photo
Read more
56. Cemburu.
"Hallo, Was. Ini Ayah. Ada apa? Siapa yang mengirim photo-photo padamu?"Iwas berdecak. Ayahnya rupanya. Emosi membuatnya kehilangan kewaspadaan. Tidak pernah sejarahnya ia mengangkat telepon tanpa melihat pemanggilnya."Tidak ada apa-apa, Yah. Ada yang mengirim photo-photo dokumen client tanpa nama. Sepertinya orang ini adalah salah seorang ahli waris client yang tidak disebutkan oleh client Iwas." Iwas dengan cepat membuat alasan. Pertimbangannya, jikalau ayahnya mengetahui perihal photo-photo ini, maka ayahnya akan kehilangan respek terhadap Gayatri."Oh, Ayah kira entah photo-photo apalagi. Ayah hanya mau bilang. Ibumu diam-diam menelepon Gayatri.""Menelepon Ratri? Dari mana ibu mengetahui nomor ponsel Ratri?""Dari kontak Ayah. Ibu kemudian menyalinnya dan menelepon Gayatri.""Oh,""Hanya oh, Was. Kamu tidak penasaran dengan apa yang ibu katakan?""Tidak, Yah. Paling ibu meminta Gayatri untuk menjauhi Iwas." Iwas membuka kancing kemejanya. Tiba-tiba saja ia merasa gerah. Photo-p
Read more
57. Pasrah.
"Kamu tadi berbelanja bersama Harsa dan putrinya ya, Tri?" Pak Sanwani menyambut kedatangan Gayatri dengan senyum semringah. Harsa tadi meneleponnya. Menceritakan bahwa Gayatri mulai akrab dengan putrinya. Gayatri tidak menjawab. Ia masih shock memikirkan bahwa dirinya hampir saja celaka. "Kamu kenapa, Tri? Wajahmu kok pucat sekali." Pak Sanwani beringsut dari sofa. Ia heran melihat putrinya masuk ke dalam rumah seperti orang linglung. "Tri, hampir saja celaka, Yah. Ada orang yang mau menabrak Tri di perempatan ta--tadi." Tergagap Gayatri menjelaskan apa yang terjadi."Kok bisa? Siapa yang ingin menabrakmu? Keadaanmu bagaimana?" Pak Sanwani panik. Ia kemudian menghampiri Gayatri. Memeriksa keadaan sang putri yang syukurnya baik-baik saja. "Di mana kejadiannya, Tri? Ada yang melihatnya tidak" Bu Fauziah yang sedang membawakan kopi untuk suaminya, ikut khawatir. Setelah meletakkan kopi di atas meja, Bu Fauziah ikut memeriksa keadaan sang putri. Melihat keadaan putrinya memang baik-b
Read more
58. Cinta Sendirian.
"Ada apa kalian berdua mengumpulkan kami semua, Vir, Was? Kalian berdua ingin mengubah keputusan lagi? Kalau keputusan kalian ingin mempercepat tanggal pernikahan sih, Ibu sangat setuju." Bu Arini menyambut kedatangan Vira berserta kedua orang tuanya dengan gembira. Ada angin apa putranya mengundang calon besannya datang ke rumah? Namun angin apa pun itu, Bu Arini sangat bahagia."Vira juga bingung, Bu. Pertemuan ini diprakarsai Nara sebenarnya. Vira hanya ikut saja." Vira tertawa. Apa yang ia katakan memang benar adanya. Nara mendadak mengundangnya berikut kedua orang tuanya ke rumahnya. Ingin merembukkan sesuatu katanya. Semoga saja apa yang Nara akan rembukkan, sesuai dengan keinginannya."Begitukah?" Bu Arini menjelingkan matanya. Menatap sang putra dengan tatapan skeptis. Akhir-akhir ini sang putra kerap membuatnya sakit kepala. Bu Arini jadi takut kalau putranya akan membuat ulah lagi."Iya, Bu. Iwas dan ayah sepakat untuk mendiskusikan masalah ini bersama-sama." Setelah berdeh
Read more
59. Buka-Bukaan.
"Duduk, Bu. Emosi tidak akan menyelesaikan masalah. Iwas sudah dewasa. Demikian juga dengan Vira. Biarkan mereka menyelesaikan urusan mereka sendiri."Merasa situasi mulai tidak kondusif, Pak Ilham turun tangan. Sedari tadi ia mengamati reaksi setiap orang tatkala Iwas bercerita. Dari bahasa tubuh masing-masing Pak Ilham menyimpulkan sesuatu. Namun ia tidak mau gegabah sembarang menuduh."Ibu harus mencegah Iwas membuat pilihan yang salah, Pak! Coba bayangkan kalau Nabila yang mengalami cobaan seperti Vira?" Bu Arini bersikukuh memegangi lengan Iwas. Ia tidak mau menyerah. Ia harus menyelamatkan masa depan putranya."Ibu hanya memandang satu sisi. Itu tidak adil, Bu. Bisa tidak Ibu bayangkan, bagaimana kalau Nabila dalam posisi Gayatri?" ucap Pak Ilham lembut. Bu Arini terdiam. Ia tidak punya alasan untuk membantah suaminya. Perlahan ia melepaskan pegangannya pada lengan Iwas. Namun ia tetap berdiri di samping Iwas."Tidak bisa begitu juga, Ham. Vira tidak bersalah dalam keruwetan mas
Read more
60. Harus Menikah, Apa pun Yang Terjadi.
"Ini satu sifatmu yang baru aku ketahui lagi. Kamu yang bertanya. Tapi kamu sendiri yang menjawab pertanyaan itu. Kalau begitu, untuk apa kamu bertanya padaku? Buang-buang napas saja," rutuk Iwas kesal."Oke... oke... aku minta maaf. Lanjutkan ceritamu. Aku janji akan mendengarnya hingga selesai," janji Vira. Ia punya rencana baru. Tapi ia harus tahu dulu isi hati Iwas."Pertama kali aku melihat Gayatri adalah saat ia dan teman-temannya menjenguk ayah di rumah. Ayah sakit tipes waktu itu. Aku laki-laki normal. Aku suka melihat Gayatri waktu itu. Iseng memotret Gayatri diam-diam. Sayangnya aksiku itu dipergoki ayah. Ayah kemudian memperingatiku agar tidak mendekati anak-anak didiknya. Bukan hanya Gayatri seorang." Iwas membuka rahasia yang sebelumnya hanya diketahui oleh dirinya dan ayahnya. "Makanya kamu bersedia menemaninya ke ulang tahun Citra? Karena sebelumnya kamu memang menyukainya?" tebak Vira."Benar. Kalau aku tidak menyukainya, buat apa aku mengambil resiko diamuk ayah kare
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status