Semua Bab Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai : Bab 31 - Bab 40
110 Bab
31. Pulang ke Rumah Nizar
Pulang ke Rumah Nizar----Setelah pikiran menjadi lebih tenang, aku berniat kembali ke dalam ruangan di mana bang Asrul dirawat."Sebaiknya kita kembali masuk, aku takut Risa melakukan sesuatu pada bang Asrul," kataku pada Rahma.Aku menggamit tangan Rahma, untuk mengikutiku. Rahma mensejajarkan langkahnya dengaku, hingga kami berjalan beriringan."Sepertinya, bang Asrul menyembunyikan sesuatu dari Risa deh, Kak," ucap Rahma."Aku juga berpikir begitu, apalagi jika dilihat dari sikap Risa, yang seperti tak menginginkan kesembuhan bang Asrul," jawabku datar.Mungkin, jika tidak melihat sendiri, aku tidak akan percaya. Namun melihat tingkah Risa beberapa hari ini dan ucapan bang Asrul yang kudengar tadi, aku semakin yakin jika Risa tengah mengincar sesuatu, sementara bang Asrul tidak mau memberikannya. Tapi apa?Aku berusaha mengingat segala hal tentang Bang Asrul selama kami bersama dulu.Dan sejauh yang aku tahu, Bang Asrul bukan suami yang suka berbohong atau menyimpan sesuatu untuk
Baca selengkapnya
32. Bang Asrul Tiada
Bang Asrul Tiada ---Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, kami sampai di rumah bang Nizar.Tampak istri bang Nizar menyambut kedatangan kami di depan pintu, dengan senyum ramahnya Aku memeluk istri bang Nizar, ada sedikit haru memuat hati. Karena, ini adalah pertemuan pertama kami sejak aku berpisah dengan banng Asrul.Karena dulu kami sering bertemu ketika ada acara keluarga ataupun acara kantor bang Asrul, di mana sering membawa keluarga masing-masing saat ada kumpul."Marina, apa kabar?" tanya istri bang Nizar sambil memelukku."Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Bagaimana kamu sendiri, Irma, bagaimana dengan si kecil?" tanyaku balik."Alhamdulillah, baik juga, mereka ada di dalam," Irma sambil menjawab menunjuk pada bayi yang sedang tidur pulas di dalam kotak bayi.Bang Nizar dan adik laki-lakinya, membantu bang Asrul masuk ke dalam kamar. Sementara itu, aku berjalan mendekati ke arah kotak bayi, dimana anak bungsu dari bang Nizar dan Irma tertidur.Kuelus pipinya lembu
Baca selengkapnya
33. Risa (1)
Risa (1)----Hari itu, aku mendapat kabar dari Nizar kalau bang Asrul berada di rumah sakit. Dan bukan itu saja, Nizar juga menyempatkan untuk memaki diriku lewat telpon, dengan mengatakan bahwa aku adalah istri yang tidak tahu diri.Menurut dirinya, aku juga termasuk istri durhaka, karena meninggalkan suami ketika sedang sakit. Benar-benar menyebalkan sekali dia. Dia pikir dia siapa?Hanya karena berteman baik dengan bang Asrul, lalu bisa seenaknya memaki diriku. Tidak ingin berlama-lama mendengar ceramahnya, kumatikan telpon setelah mendapat alamat rumah sakit, di mana bang Asrul dirawat.Sebenarnya, ketika mengetahui bang Asrul masuk rumah sakit, ada sedikit rasa kasihan di hatiku dan ingin segera menjenguknya. Tapi buru-buru kutepis rasa itu. Bukankah ini yang aku tunggu selama ini? Jika Asrul sakit, maka tujuanku akan segera terlaksana.Pagi itu, setelah menitipkan Ara, anakku pada ibu, aku bergegas menuju ke rumah sakit. Namun dalam perjalanan, aku bertemu Hesti, teman SMA ku d
Baca selengkapnya
34. Risa (2)
Risa (2)----Tiga bulan sebelumnya "Bang ... baju-baju ini disimpan di mana? Lemari di dalam kamar sudah penuh dengan baju Abang," Tanyaku pada bang Asrul, ketika kami pindah ke kontrakan yang baru.Sebuah rumah kontrakan yang lumayan besar, dan dekat dengan tempat kerja bang Asrul. Dan itu membuatku sedikit kesulitan.Karena baru kusadari, ternyata kami tidak memiliki banyak perabot untuk mengisi rumah ini. Terutama, menyimpan baju-baju kami, apalagi, bajuku sangat banyak.Sementara, di rumah ini hanya ada satu lemari kecil yang sudah agak usang yang ditinggalkan pemilik rumah."Simpan saja di situ, nanti kalau kita sudah beli lemari dan beberapa perabot lain, baru kita susun."Bang Asrul menjawab tanpa melihat ke arahku dan tetap melanjutkan mengepel lantai. Dengan sedikit kesal, kuhentakkan kaki sebelum berlalu meninggalkan bang Asrul.Aku memilih untuk masuk ke dalam kamar, dan merebahkan tubuh di atas kasur yang di gelar di atas lantai. Karena, kami memang belum memiliki ranjan
Baca selengkapnya
35. Surat Wasiat
Surat Wasiat ****Orang-orang yang mengantar Asrul ke pemakaman satu per satu mulai pulang.Hanya menyisakan diriku, bang Nizar dan Rahma serta beberapa teman kerja bang Asrul.Rahma berjongkok di dekat gundukan tanah yang masih basah. Matanya sembab, sesekali punggung tangannya menyeka airmata yang membasahi pipi.“Kita ihklaskan perpisahan bang Arul, ya, Kak,” ucap Rahma ikut berjongkok di sampingku sambil mengusap lembut punggungku.Aku menaburkan sisa bunga yang ada di dalam keranjang ke atas gundukan tanah tersebut, lalu menoleh ke arah Rahma."Kakak sudah mengihklaskannya, Rahma. Kakak hanya sedih, di akhir hidupnya, tak ada satupun keluarga ada di orangtuanya, bahkan di hari ini, hari pemakamannya," ucapku lirih.Aku menghapus airmata yang membasahi kedua pipi, sebelum bangkit berdiri.“Sebaiknya kita pulang sekarang, ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu,” ucap bang Nizar berkata sambil menatap ke arahku, suaranya terdengar berat.“Sesuatu, apa itu, Bang?” Selidikku, aku
Baca selengkapnya
36. Yang Terlupakan
Yang Terlupakan ---“Yang memisahkan sebuah hubungan bukanlah kematian atau perceraian, namun matinya sebuah komunikasi ketika kita masih hidup”---Dan dalam hidupku, aku sudah melalui dua fase tersebut. Pertama, ketika hubunganku dengan bang Asrul retak, yang berawal dari buruknya komunikasi di antara kami. Dan yang ke dua adalah, saat kematian bang Asrul. Di mana aku benar-benar merasakan sebuah perpisahan di sana."Rahma, sebaiknya kita pulang sekarang." Aku mengajak Rahma untuk berpamitan pada bang Nizar dan Irma.Satu per satu, kumasukkan semua surat yang ditinggalkan bang Asrul kembali ke dalam amplop coklat berukuran besar.“Baiklah, hati-hati di jalan ya?” Irma memelukku, mengantar kami sampai ke depan pintu.“Bang Nizar, terima kasih banyak untuk semua yang sudah Abang lakukan untuk Bang Asrul,” ucapku tulus.Bang Nizar mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi, aku memeluk Irma, sebelum meninggalkan rumah mereka.Bang Asrul sungguh beruntung, mempunyai sahabat terbaik merek
Baca selengkapnya
37. Surat Asrul
Surat Asrul-----"Abang tahu, selama menjadi suami, tidak banyak yang bisa abang berikan untukmu. Bahkan, kamu rela membantu abang dengan menerima jahitan di rumah. Bahkan tak jarang, menyelesaikan jahitan sampai tengah malam.' 'Mengingat hal itu, membuat hati abang begitu sakit, sakit karena abang telah menyia-nyiakan wanita yang begitu baik. Bahkan tega mengambil sesuatu yang telah kamu kumpulkan selama bertahun-tahun dan diberikan pada wanita lain.''Marina ... tahukah kamu apa yang paling abang sesalkan dalam hidup? Tak lain dan tidak bukan, adalah saat ketika abang mengucapkan talak untukmu.Andai waktu bisa abang putar ulang, abang lebih memilih untuk tidak pernah mengucapkannya. Namun apa daya, nasi sudah menjadi bubur, dan abang harus menerima segala resiko yang terjadi. Termasuk perlakuan kasar dari wanita yang pernah kumenangkan hatinya.''Wanita yang abang sangka adalah permata, tak lebih dari pecahan kaca. Yang diakhir hidup abang, menggoreskan begitu banyak luka. Hingg
Baca selengkapnya
38. Mencoba Bangkit
Mencoba Bangkit-----Kita sering mendengar istilah "Biarkan waktu yang mengobati luka," yang diperuntukkan buat mereka yang patah hati atau hatinya terluka.Seperti halnya diriku, sejak berpisah dengan bang Asrul, dan kepergiannya menghadap Illahi, aku masih berjuang untuk berdamai dengan diri sendiri, juga dengan hati yang seolah masih enggan untuk berbenah diri.Dua tahun lamanya, bukanlah waktu yang singkat, namun tidak cukup untuk menyembuhkan luka hati. Seharusnya, aku sudah bisa bangkit dalam rentan waktu dua tahun, namun nyatanya, aku masih terpuruk dan bahkan sering meratapi diri. Menyalahkan diri sendiri, kenapa harus aku yang mengalaminya.Setelah melalui pertimbangan panjang, serta melantunkan doa panjang di sepertiga malam, aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Dan salah satu jalan adalah, meninggalkan kota ini. Kota tempat aku dan bang Asrul merintis semuanya dari nol.Kota yang seharusnya menjadi tempat kami tinggal di masa tua nanti. Namun kini, aku harus pergi men
Baca selengkapnya
39. Lelaki Itu, Alvaro
Lelaki Itu, Alvaro -----"Bagaimana habitatnya? Kamu sudah berkeliling ke sekitar, kan?" Grace memyambutku dengan senyum dan langsung menghujani dengan pertanyaan."Iya, aku suka. Tempatnya sangat nyaman, ada laut, angin, pasir pantai ...." "Dan juga cowok keren dan cakep," potong Grace cepat.Kalimat Grace disambut senyuman beberapa karyawan yang kebetulan ada di persahabatan, dan tentu saja aku juga.Grace, selain piawai berbisnis, dia juga pandai membuat temannya tersenyum."Kapan aku bisa mulai bekerja?" tanyaku pada Grace."Kapan kamu siap? Atau kamu ingin berjalan-jalan dulu di kota ini? Kebetulan aku sedang tidak ada urusan, dan aku bisa membawamu berkeliling besok." Grace menawarkan diri."Tidak, terima kasih. Walau sebenarnya aku juga kepengin di sekitar kota ini. Tapi ... sebaiknya besok aku mulai bekerja, agar cepat mendapatkan gaji. Kamu tahu, kan, statusku? Aku janda dan butuh uang untuk bertahan hidup," kataku serius."Iya deh, iya. Oh, hampir aku lupa. Untuk menu har
Baca selengkapnya
40. Lelaki Yang Terluka
Lelaki Yang Terluka ----Pekerjaan baru, teman baru, juga lingkungan baru. Walau kota ini tidak sebesar kotaku, namun cukup ramai. Mungkin karena terletak di dekat pantai, sehingga menjadi destinasi wisata. Banyak wisatawan datang ke sini, terlebih ketika hari libur. Pagi itu, aku berangkat ke tempat kerja seperti biasa. Rumah di mana aku tinggal, tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu sepuluh menit berjalan kaki.Kususuri trotoar, jalan masih sedikit lengang. Terdengar di belakang, suara klakson mobil beberapa kali. Padahal aku sudah berjalan di trotoar, kenapa harus membunyikan klakson? "Marina, ayo masuk!" Teriak seseorang dari dalam mobil, dia menurunkan kaca mobil hingga aku bisa melihat wajahnya."Alavaro?" kataku, dia tersenyum."Ayo masuk, buruan!" perintahnya lagi."Saya jalan saja, lagi pula, sudah dekat kok," tolakku halus sambil menunjuk ke depan, di mana kafe tempatku bekerja sudah terlihat."Buruan." Alvaro kembali berkata, memintaku untuk masuk ke dala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status