All Chapters of Pendekar Krisan Putih: Chapter 1 - Chapter 5
5 Chapters
Masa Lalu dan Masa Depan
Rumah kayu itu luluh lantak dilalap api, isak tangis dan teriakan besahut-sahutan di segala sisi. Dalam kemelut asap yang membumbung tinggi, orang-orang berlarian menyelamatkan diri; tak memedulikan apapun kecuali dirinya sendiri.Sembari berlari dengan kekhawatiran, buah hati yang tengah tertidur tersebut terlihat nyaman berada di dekapan kedua tangan ibunya. Napas terengah-engah wanita itu kian memberat, mencoba lepas dari buruan berandalan yang terus membuntutinya.Sampai dia berhenti di suatu celah di sebelah rumah tua, memulihkan tenaganya yang terkuras hampir tak tersisa. Kedua kakinya sudah terasa kesemutan, tak mampu berlari lebih lama. Sedangkan saat dia menoleh ke sebelah, ada sungai dangkal yang mengalir tak terlalu deras dengan sebuah sampan yang tersedia.Tanpa berpikir lebih lanjut dia buru-buru melangkah di tepian sungai, memeriksa keadaan anak kesayangannya. Kedua mata indah kebiruan itu merembes air mata, menetes tepat di muka rupawan bayi yang bereaksi manis sekali,
Read more
Latihan Bela Diri
Suara tumbukan terdengar di tengah hutan belantara, erangan rasa sakit dan teriakan mewarnai suasana yang hampa. Di halaman luas yang ditumbuhi rerumputan kecil, terlihat ada dua manusia melancarkan serangan satu sama lain. Di sisi satu ada anak muda yang kesusahan menahan semua hantaman dari kakek-kakek di depan. Meski sudah renta, kemampuannya masih luar biasa.Hentakan telapak tangan di dada membuat laki-laki berambut hitam meringis, mencoba menyeimbangkan kedua kaki ketika dia ambruk akibat dorongan kuat kakek tersebut. Dia mencoba kembali tegak berdiri, menghela napas untuk memusatkan semua konsentrasi. Memperhatikan secara seksama kedua tangan kakek di hadapannya. "Mara bahaya bisa muncul dari segala arah," tutur sesepuh tersebut mengulurkan tangan ke depan sambil membuka telapak, melangkah mendekat. "Ingatlah untuk selalu berwaspada.""Baik, Guru Janardana!" Pemuda itu kembali fokus dan mulai berjalan memutar berlawanan arah dari Janardana. Tatapan murid tersebut awas akan se
Read more
Alam Bawah Sadar
Antariksa mulai kelam dengan taburan kartika dan bulan. Hewan-hewan malam bersahutan di tengah hutan yang minim cahaya bila Radin tak membawa sebuah lentera di tangan. Janardana memimpin arah, melangkah sembari membabat semak-semak belukar yang semakin menyeruak tak karuan.Suara burung hantu sesekali menemani perjalanan mereka, tak sedikit pun menakuti anak empat belas tahun itu. Dia lebih khawatir bila dia gagal, ketakutan bila Prana tak mau menerima. Masa depan Radin ditentukan di sini, sebagai seorang pendekar tangguh atau malah sebaliknya."Saat kau bermeditasi, tepis semua angan-anganmu di dalam benak," tutur Janardana tanpa menoleh ke Radin. "Kosongkan kepala, jangan biarkan apapun merasuk ke dalam dan memperkeruh konsentrasimu."Lalu Radin bertanya-tanya, "Tapi Guru, bukankah itu berarti malah akan dengan mudah kerasukan makhluk halus?""Tidak selama kau masih terbangun," sahut kakek tersebut yang kini terdiam sebentar. "Kesadaranmu adalah hal krusial yang akan menentukan kebe
Read more
Memori Rasa Takut
Keramaian mewarnai keadaan desa kala itu dikarenakan ada acara spesial di tengah masyarakat. Peken Akbar, acara di mana semua saudagar akan berusaha menjajakan barang dagangannya, menurunkan harga sampai membuat konsumen terpikat. Seakan-akan mereka tak lagi memedulikan keuntungan melainkan bagaimana caranya menarik sebanyak mungkin orang supaya mendekat.Termasuk anak di bawah umur kira-kira berada di usia dua belas, mencoba suatu peruntungan di tengah padatnya hiruk pikuk keramaian yang panas. Dia tak sendirian membawa keranjang rotan berisikan buah-buahan berwarna merah, akan tetapi ditemani oleh laki-laki sepantaran berambut kecokelatan; sama-sama kesusahan. Dengan tubuh kecil serta rapuh itu, mereka sudah dipastikan tak akan mampu terus melangkah tanpa rehat sementara waktu. Alhasil bocah-bocah berbusana biasa bahkan dipandang rendah di sebagian insan yang lewat, tak banyak pilihan selain berhenti di depan rumah tua tak terawat. Latarnya kotor berserakan sampah, mustahil dijadik
Read more
Kultivasi Prana
Sudah hampir sebulan lebih Radin bermeditasi di atas batu, dia belum merasakan sama sekali kehadiran Prana, Malahan, dia selalu diperlihatkan sesuatu yang teramat aneh dan tidak masuk akal ketika dia berada di alam bawah sadar. Mulai dari memori entah siapa, suatu kerajaan yang hancur terbakar, bahkan melihat sosok manusia yang dapat berlevitasi sambil membawa tongkat. Mimpi-mimpi itu seperti terasa nyata. Dia membuka mata, entah secara kebetulan atau bagaimana, mendapati Kinanti yang berada di sana, memetik tumbuhan indah berwarna kebiruan. Pakaian yang dikenakan wanita itu kini terbalut sempurna, memancarkan kesucian yang terawat dengan baik tanpa ada sedikit pun kotoran yang menempel. Rambut yang diikat konde itu merupakan hal baru untuk Radin, selama dia berada di rumah Guru Janardana, tak sesekali dia melihat Kinanti memodel rambutnya seperti itu. Radin turun dari batu besar sontak membuat Kinanti berbalik, memperhatikan Radin yang melangkah mendekat tanpa alas kaki. Laki-laki
Read more
DMCA.com Protection Status