Lahat ng Kabanata ng Diceraikan Suamiku, Dinikahi Adik Iparku : Kabanata 31 - Kabanata 40
99 Kabanata
Bantuan dari Pelakor
Seno menghentikan mobilnya di parkiran rumah megah Dewi, karena orang tua Dewi di Amerika jadi saat ini hanya ada dia dan para pekerja di rumah tersebut. "Selamat pagi, Mas Seno. Mau ketemu Mbak Dewi ya?" tanya Bibik. "Ya iyalah, masa mau ketemu kamu sih Bik. Mana majikan kamu?" "Mbak Dewi ada di kamarnya, Mas," jawab Bibik dengan wajah masam. Seno menyenggol perempuan paruh baya itu, suasana hatinya sedang tidak baik. Jadi dia lampiaskan pada orang lain. Seno berjalan menuju lantai dua di mana kamar Dewi berada. "Gila ini rumah mewah banget, apa sebaiknya aku ceraikan saja Andin itu? Dengan begitu aku bisa turut menikmati kekayaan Dewi. Lagian Dewi juga sudah cinta mati denganku, tinggal kubuat hamil saja dia. Beres cerita," gumam Seno. Laki-laki bejat yang bahkan tidak bisa memperlakukan istrinya dengan baik itu tengah berangan ingin memanfaatkan perempuan yang mencintai dirinya, niat buruk yang terselubung di hati Seno mulai terlihat ketika Dewi kembali hadir dalam hidupnya.
Magbasa pa
Hasil Sidang
Hari persidangan pertama telah tiba, Seno, Dewi, dan Bu Sekar telah hadir dengan seorang pengacara yang dijanjikan Dewi. Ketiganya dengan angkuhnya berada di ruang sidang tersebut. "Mas, lihat ternyata pemilik diskotik itu komplotan wanita kampung itu," bisik Dewi.Seno yang semula hanya memperhatikan Andin, dia pun mengalihkan pandangannya ke arah yang dimaksud Dewi. Dengusan kesal pun dia keluarkan saat itu, padahal selama ini Seno sudah banyak bercerita tentang kebusukannya pada orang yang dia kira tidak punya hubungan dengan Andin. "Sialan, ternyata mereka memang sudah memata-matai kita. Aku tidak percaya Andin bisa setega ini denganku, dia sudah lupa daratan. Padahal aku lah yang telah mengangkat nama baiknya, ku jadikan dia istri di saat semua orang menjauhinya karena status sosialnya. Kalau dia tidak menikah denganku, dia itu selamanya akan menjadi pembantu," gerutu Seno. Lelaki itu makin panas dengan perubahan drastis Andin. Istrinya yang selama ini kucel, kurus kering, dan
Magbasa pa
Makanan Penuh Cinta
Beberapa hari setelah sidang cerai itu, Andin masih belum beraktivitas di luar sana. Dia masih menumpang di rumah Lukman, rencananya Andin akan mencairkan asuransi orang tuanya dan akan membeli seunit rumah. Tidak perlu besar yang penting dia bisa tinggal dengan tenang. Pagi ini Andin seperti biasa bangun lebih pagi, walau semua pekerjaan rumah telah dikerjakan oleh Bibik. Namun Andin tidak mau bersantai-santai, dia sadar diri bahwa dirinya hanya menumpang saja. Lagi pula Andin tidak mau menjadi bahan omongan karyawan Lukman, karena masih tinggal seatap dengan orang yang bahkan bukan bagian dari keluarganya lagi. Derap langkah kaki terdengar begitu keras, rupanya Lukman menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Seperti orang yang sedang dikejar setan. "Lukman, kamu tidak sarapan dulu?" tanya Andin yang heran karena Lukman pagi itu melewatkan sarapan pagi. Padahal biasanya keduanya akan menghabiskan sarapan berdua terlebih dahulu, tapi tampaknya Lukman terburu-buru hari ini. "Aku nggak
Magbasa pa
Penculikan
Andin melihat Lukman langsung, dia tidak tahu apa lagi yang akan dikatakan mantan adik iparnya itu. "Kamu mau ngomong apa? Kayaknya serius banget," ucap Andin. "Iya, ini penting banget. Sebenarnya aku tidak mau membawa kamu dalam masalah perusahaanku, tapi aku tidsk bisa berbuat apapun lagi." "Apa yang terjadi dengan perusahaanmu?" Andin cukup tertarik dengan informasi yang akan dikatakan Lukman.Selama tinggal bersama Lukman beberapa hari itu, Andin jadi tahu kalau Lukman bukan orang yang akan mengeluh di depan orang lain. Apa lagi menceritakan kesusahan yang dia alami. Andin tidak tahu apakah memang sifat Lukman memang sudah seperti itu sejak dulu, atau sifat tersebut muncul setelah mengalami berbagai kejadian dalam hidupnya. "Perusahaanku sekarang sedang dalam masalah finansial, beberapa proyek yang telah ditanda tangan membatalkan kontraknya. Mereka bahkan tidak membayar uang ganti rugi. Saham perusahaan juga tiap hari makin turun, jika kondisi ini terus berlanjut akan ada ba
Magbasa pa
Melarikan Diri
Andin mencoba membuka pintu ruangan tempat dirinya dan Siska disekap, yang tentu saja terkunci. "Gimana nih, Ndin. Kita tidak bisa keluar dari sini." "Bentar, jangan panik dulu. Kita cari jalan keluar lain. Aku yakin ada." Andin mengalihkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, hingga matanya menemukan jendela yang ukurannya cukup untuk dirinya dan Siska. "Siska, kita bisa keluar dari sana. Masalahnya jendela itu terlalu tinggi, kita tidak bisa menggapainya," ucap Andin. "Kamu benar, Ndin. Kita pakai apa ya?" Keduanya pun mulai mencari cara lagi. Jika pintu terkunci, jalan satu-satunya hanyalah jendela tersebut. Ruangan itu juga sepertinya ruangan terbengkalai, cukup banyak barang perabotan yang sudah tidak digunakan. "Gimana kalau kita naik ke kursi ini? Walau agak rapuh, semoga saja bisa kita gunakan." Siska membawa kursi kayu yang cukup tinggi. "Sepertinya masih belum sampai, Sis. Jendelanya masih lebih tinggi sedikit," ujar Andin. "Kita coba saja, dari pada kita terkurung
Magbasa pa
Amarah
Dewi berdiri tegak di tengah ruangan yang redup, cahaya yang samar-samar menyinari wajahnya yang penuh dengan ekspresi kekecewaan. Di sekelilingnya terdapat empat sosok pria besar yang seharusnya bertanggung jawab atas tugas mereka dengan baik. Namun, alih-alih menunjukkan dedikasi, mereka lalai. Wajah Dewi memancar kemerahan, tidak hanya karena kecewa, tetapi juga karena amarah yang menggebu di dalam dirinya. Matanya berkilat, mengisyaratkan bahwa ia kesulitan untuk meredam emosi yang meluap-luap di dalam dirinya. "Sialan! Kalian semua bodoh!" bentak Dewi, suaranya bergema di dinding-dinding ruangan. "Bagaimana bisa dua wanita itu kabur dari sini!"Para pria itu menghentikan aktivitas mereka dan menundukkan kepala, berusaha menghindari tatapan tajam dari Dewi. Mereka merasakan ketegangan di udara, menyadari betul bahwa kelalaian terhadap tugas membuat keadaan menjadi kacau. Konsekuensinya terbayang jelas di benak mereka. "Kami minta maaf," ucap salah satu dari mereka, suaranya geme
Magbasa pa
Pencarian Andin
Pagi itu Lukman kembali memasuki kantor. Udara segar pagi tidak mampu menghilangkan beban berat yang menumpuk di pundaknya. Perasaan cemas dan gelisah tentang nasib perusahaannya terus mengganggunya, menyulitkan setiap langkah yang dia ambil.Lukman duduk di meja kerjanya yang penuh dengan tumpukan berkas dan laporan keuangan. Dia memandangi layar komputernya dengan pandangan kosong, mencoba mencari solusi dari situasi keuangan yang semakin memburuk. Namun, semakin dia mencoba, semakin tidak ada jawaban yang muncul.Dia meremas-remas rambutnya dengan frustrasi, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya berteriak dalam keputusasaan. Dia tidak bisa membiarkan perusahaannya jatuh ke dalam jurang kebangkrutan."Bagaimana keadaan hari ini, Luk?" Suara rekannya, membuyarkan lamunannya.Lukman mengangkat pandangannya dan menyunggingkan senyum pahit. "Masih sama. Situasi semakin memburuk."Alex mengangguk. "Aku tahu ini sulit, tapi kau harus tetap kuat. Kita akan mencari jalan keluar bers
Magbasa pa
Kamu Di mana?
Lukman merasa rasa khawatir itu semakin membesar memenuhi hatinya saat mobilnya melaju dengan cepat menuju rumah Siska. Pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban. Di manakah Andin dan Siska? Mengapa mereka tidak merespons panggilannya?Saat mobilnya tiba di depan rumah orang tua Siska, Lukman menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari mobil. Dia mengetuk pintu rumah dengan cepat, berharap untuk mendapatkan jawaban yang dia cari.Namun, ketika pintu terbuka, wajah Siska tidak terlihat di balik pintu. Lukman semakin gelisah."Siska ada di rumah?" tanyanya, suaranya dingin seperti biasa.Pembantu rumah tangga di keluarga Siska yang membuka pintu menggeleng. "Maaf, Mbak Siska tidak ada di rumah. Dia pergi bersama Mbak Andin sejak kemarin."Lukman merasa seolah-olah dunia di sekitarnya runtuh. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menunjukkan ekspresi cemas yang terpancar di wajahnya. "Mereka berdua tidak ada di rumah?" ulangnya, suaranya serak.Pembantu
Magbasa pa
Pelarian
Dewi duduk di ruangan yang sunyi, bayang-bayang menari-nari di dinding-dinding yang sepi. Telepon genggamnya terjatuh dengan suara gemuruh karena kabar yang tidak menyenangkan, seperti guntur di tengah hari yang cerah.Saat mendengar berita itu, wajahnya seketika kehilangan warna, ekspresinya membeku. Napasnya terengah-engah, mencoba menenangkan diri di tengah-tengah badai emosi yang melanda pikirannya. Namun, amarah yang berkobar di dalam dirinya terasa semakin sulit untuk diredam.Dengan susah payah, Dewi menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan gelombang amarah yang mengancam untuk meluluhlantakkan segalanya di sekitarnya. "Katakan padaku bahwa kau sedang bercanda." Dewi menggertakkan rahangnya, suaranya bergetar oleh emosi yang melanda."Kami belum berhasil menemukan mereka," jawab suara pria di seberang sana dengan nada yang penuh penyesalan, mengakui kegagalan mereka dalam melindungi yang mereka cintai.Kata-kata itu terasa seperti pukulan di dada Dewi, mengejutkan dirinya. H
Magbasa pa
Keputusan Berat
Langit masih cerah ketika Andin dan Siska berjalan menyusuri jalan setapak yang tak dikenal. Cahaya matahari yang terang memancar dari langit biru, memberi sedikit hawa penghiburan. Namun, keadaan sekitar tetap asing bagi mereka, tanpa tanda-tanda apa pun yang bisa memberikan petunjuk tentang arah atau lokasi mereka.Mereka memandang sekeliling, mencoba mencari petunjuk atau mengarahkan mereka ke tempat yang lebih aman. Namun, pemandangan sekitar terasa begitu asing bagi mereka, tanpa satu pun yang mereka kenal.Dalam keadaan yang semakin membingungkan, Andin dan Siska merasa terombang-ambing, tidak tahu harus ke mana. Mereka terus berjalan, memperhatikan setiap detail sekeliling. "Tidak ada yang familiar," ucap Andin dengan napas yang terengah-engah, suaranya menciut. Matanya memandang sekeliling.Siska mengangguk setuju, merasakan kebingungan yang sama seperti sahabatnya. Hatinya berdebar-debar, tidak tahu harus ke mana mereka harus melangkah."Aku tidak tahu kita berada di mana."
Magbasa pa
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status