Semua Bab Istri yang Tak Kau Percaya Ternyata Kaya Raya: Bab 41 - Bab 50
202 Bab
Bab 41. Pagi yang Berwarna
"Ini rumahku. Silakan masuk!" Fabian berjalan lebih dulu diikuti Analea. "Tasnya biar dibawa ART nanti, Non!" cegah sang supir ketika Analea hendak meraih tas besarnya. Analea mengangguk, kemudian bergegas mengikuti Fabian. Dalam hatinya, Analea tak berhenti memuji rumah mewah berlantai dua milik Fabian itu. Setiap Asisten Rumah Tangga yang berpapasan, mengangguk sopan pada Fabian dan juga dirinya. "Fitri, siapkan kamar tamu!" perintah Fabian pada seorang wanita berumur tiga puluhan yang memakai seragam ART. "Sudah, Tuan. Kamar tamu sudah siap," sahut wanita bernama Fitri itu. "Lea, kamu ikut dengan Fitri. Jika perlu sesuatu, bilang Fitri!" "Baik, Pak. Terima kasih!" Analea mengangguk sopan. Kemudian Fabian pergi meninggalkan Analea dengan ART bernama Fitri itu. "Kenalkan saya Fitri, kepala ART di sini. Jika Nona butuh sesuatu, Nona bisa hubungi saya lewat telephon meja yang ada di kamar, nanti." Fitri menangkup kedua tangannya di depan dada dengan sopan. "Saya Analea, Mbak
Baca selengkapnya
Bab 42. Sarapan istimewa
"Pak Fabian ..." lirih Analea. Seketika Fabian tersadar, lalu memanggil salah satu pelayan yang berada di dekatnya. "Ehm ... saya hanya minta gula. Tolong tambahkan sedikit gula pada kopi ini!" Fabian Menyodorkan gelas kopinya pada ART yang berdiri di depannya. Ia sangat ingin melirik pada Analea, namun tentu ia tidak mungkin melakukannya saat ini. Semua yang ada di dapur itu sedang memandang ke arahnya saat ini. Termasuk Analea. "Ini kopinya, Tuan." "Ya, terima kasih!" Fabian meraih gelas kopinya seraya melirik pada Analea. "Lea, saya tunggu di meja makan!" ujarnya singkat, kemudian tanpa menungu jawaban dari Analea, Fabian bergegas keluar dari dapur."Tumben Tuan mau ke dapur." "Apa di dalam sana tidak ada pelayan yang bisa disuruh? Sampai Tuan Bian sendiri yang meminta gula ke dapur?" "Tidak biasanya Tuan Bian ke sini." Analea mendengar celotehan para pelayan yang masih terheran-heran dengan keberadaan Fabian tadi. Tanpa banyak bertanya lagi, ia buru-buru menyelesaikan mas
Baca selengkapnya
Bab 43 Pagi Penuh Drama
"Lea ... lihat saya ..!" Analea gugup dan gemetar. Jantungnya berdetak lebih cepat. Perlahan ia mengangkat wajahnya untuk membalas tatapan Fabian. Namun, sedetik kemudian ia menunduk lagi. "M-mmaaf, Pak! S-sayaa permisi ke kamar dulu!" Anaela sedikit membungkuk, lalu tanpa menunggu jawaban dari Fabian, ia bergegas menuju kamarnya. Fabian memandang punggung ramping itu dengan sedikit mengukir senyum. Ada rasa hangat yang menyelinap di dalam dadanya.Perlahan pria gagah itu bangkit dan melangkah menuju teras. Senyumnya masih terukir di sana. "Rumah ini terasa berwarna sejak ada dia ...," lirih Fabian pelan. " Tidak hanya rumah ini. Tapi, hatikupun merasakan ada yang berbeda." ucap pria itu sembari mengusap cambangnya yang semakin tebal. Keesokan paginya, dapur kembali riuh oleh Analea yang memasak sarapan. Karena hari kerja, ia memasak lebih pagi dengan menu yang sama seperti kemarin, nasi goreng seafood. "Biar kami yang menyiapkan ke meja. Non Ana silakan bersiap-siap saja di
Baca selengkapnya
Bab 44. Rapat Pemegang Saham
"Pagi Pak, Bu. Pak Kaisar ada di ruangannya. Dengan bapak dan ibu siapa?" tanya Analea dengan sopan. "Kamu pasti baru di sini. Kamu nggak tau siapa kami?" Pria paruh baya itu bicara dengan suara sedikit meninggi . "Maas, sudah!" lirih wanita paruh baya di sebelahnya sembari mengusap lengan suaminya. "Maaf, ya ... Mbak. Ini ... Pak Raka. Papa kandung Kaisar. Kalau saya istrinya, Kayla." Wanita bernama Kayla itu menjelaskan pada Analea dengan ramah dan sabar. "Oh, ya. Maaf Bu. Saya memang baru di sini." Analea menangkupkan kedua tangannya di depan dada. "Halaah, memang saya tidak pernah dihargai lagi di sini. Heh, sekretaris baru! Asal kamu tau, Eternal Group ini awalnya saya yang berjuang mengembangkannya sampai jadi sebesar ini. Yang lain itu hanya tinggal menikmati saja!" Raka bicara berapi-api sambil menunjuk-nunjuk Analea. Sedangkan sang istri sibuk menenangkan sambil mengusap punggungnya. "Hey, ada apa ini? Kenapa Mas Raka marah-marah?" Tiba-tiba saja Maira dan Rein muncul
Baca selengkapnya
Bab 45. Jawaban yang dinanti
Tak mau Fabian sampai menunggunya lama di halte, Analea bergegas berjalan menuju ke sana. Namun ketika di perjalanan, ia terkejut saat sebuah tangan kokoh mencengkeram tangannya. "Kamu tidak bisa menghindar lagi dariku, Ana!" Seketika Analea menoleh ke samping. Hamid menyeringai puas menatap dirinya. "Mas Hamid? Lepasin! Lepasin nggak!" Cengkraman tangan Hamid sangat erat hingga Analea sangat sulit melepaskan diri. "Ayo pulang! Kamu ini masih istriku." Hamid menarik tangan Analea dengan kasar. "Nggak! Aku nggak mau tinggal di rumah itu lagi! Lepasin, Maas!" Analea terus berontak. Hingga orang-orang sekitar yang lewat memperhatikan mereka. "Tapi kamu istriku! Seorang istri harus patuh pada suaminya! Bukan malah kabur." tegas Hamid dengan suara tertahan. Ia mulai khawatir melihat orang -- orang mulai mendekat. "Ayoo ...! Hamid terpaksa menarik Analea lebih kuat lagi ke arah yang berbeda, sebelum orang-orang sekitar yang menontonnya lebih banyak lagi. Analea pun mulai tidak nyaman.
Baca selengkapnya
Bab 46. Calon Istri
"Tuan ..., Tuan ..., ada Tuan besar Arthur dan Nyonya Fatma di dalam." Langkah Fabian dan Analea terhenti. "Ya, saya akan segera masuk," sahut Fabian. Setelah pelayan itu pergi, Fabian bicara pelan dan penuh penekanan pada Analea. "Kita baru saja mencapai kesepakatan. Besok pengacaraku akan mulai bergerak cepat untuk mengurus perceraianmu. Tapi ...tugas kamu ternyata harus mulai dari sekarang. Kamu siap?" "S-sekarang?" ulang Analea dengan wajah memucat. "Kamu ... belum siap?" Analea berpikir sejenak. Ia baru saja membuat perjanjian tidak tertulis dengan Fabian. Sangat tidak pantas jika tiba-tiba ia ragu dan mundur. Sekarang atau nanti, akan sama saja. Terdengar helaan napas Analea. ia mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk.. "Saya ... siap, Pak!" "Bagus. Saya suka. Ehmm ... maksudnya, saya suka karena kamu tidak mundur." Fabian juga menghela napas lega. "Tapi ... bagaimana jika ... orang tua Bapak tidak suka dengan saya? Eh ..., maksud saya ... walau ini hanya ... pu
Baca selengkapnya
Bab 47. Surat Gugatan Cerai
" Urus semuanya dengan cepat tanpa melibatkan Analea. Buat bajingan itu menyerah tanpa ampun. Sebelum surat cerai itu terbit, pastikan bajingan itu tidak mengganggu Analea!" Dari balik pintu, Analea mendengar jelas Fabian sedang bicara dengan seseorang lewat ponselnya. Karena tidak mau mengganggu, ia memutuskan untuk melanjutkan langkahnya ke kamar. Fabian benar-benar memenuhi janjinya untuk segera mengurus perceraiannya dengan Hamid. Sampai di kamar, Analea membuka ponselnya, ia akan mencari secara online rumah kost yang berlokasi di dekat kantornya.. Ia akan mengingatkan Fabian akan janjinya bahwa ia boleh meninggalkan rumah itu setelah menjawab tawarannya. Setelah membersihkan diri, Analea mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya, lalu terdengar suara Fitri dari luar. "Non Ana, ditunggu Tuan di meja makan!" "Ya, Mbak Fitri. Sebentar lagi saya ke sana." Analea bergegas bersiap-siap, lalu dengan langkah sedikit lebih cepat ia menuju ruang makan. Seperti yang sudah-sudah,
Baca selengkapnya
Bab 48. Pria dingin yang mendadak cerewet
"Paket apa itu, Mid?" Hamid nyaris terlonjak mendengar suara Nandita yang ternyata sudah berdiri di belakangnya "Ini ... ini ..." "Ck, lama!" Tak sabar akhirnya Nandita merebut amplop itu dari tangan Hamid. Kemudian ia mengeluarkan isi dari amplop yang sudah terbuka itu. Senyum terbit dari wajah Nandita saat membaca surat gugatan cerai dari Analea. "Bagus, dong! Artinya kita bisa lebih cepat menikah.Ya, kan, Mid?" "Iyy--yaaa, tentu, dong, Sayang. Aku juga sudah nggak sabar." Hamid segera meraih surat gugatan cerai itu dari tangan Nandita kemudian menyimpannya di kamar. Lalu ia kembali dan mengajak Nandita melanjutkan sarapan mereka.Pagi itu Hamid sama sekali tidak konsentrasi. Saat dilapangan beberapa kali Nandita memarahinya karena ia salah memberikan keterangan pada klien. Hingga di kantor pun semua pekerjaan tidak ada yang beres olehnya. Hamid rasanya ingin sekali segera pulang dan membawa motornya terbang ke Eternal Group. Pagi tadi Analea telah meminta izin pada Kasar ba
Baca selengkapnya
Bab 49. Pelukan Hangat
"Masuk!" Jantung Analea berdetak lebih cepat saat mendengar sahutan dari dalam. Suara bariton yang terkesan tegas dan dingin itu membuatnya sedikit gemetar. "Permisi Pak Rein. Ini berkas yang Bapak minta." Analea masuk dan menghampiri meja Rein. Pria itu masih fokus pada laptopnya. Sedetik kemudian Rein menoleh pada Analea. Netra tegas dan tajam itu memberikan tatapan dingin hingga Analea menunduk seketika. "Duduk ...!". "Iy-iyya ..., Pak." Analea mendadak bingung. Kenapa ia diminta duduk? Bukankah tadi Risa hanya memintanya untuk mengantar berkas?" Rein kembali fokus pada laptopnya. Sementara Analea masih menunggu hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk bicara. "Maaf, Pak Rein. Ada yang bisa saya kerjakan?" "Tunggu sebentar!" jawab Rein tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. Analea kembali diam, hingga beberapa menit kemudian Rein menutup laptopnya, lalu menggeser posisi tubuhnya menjadi berhadapan dengan Analea.. Rein menarik napas panjang. "Saya tidak tau, kenapa
Baca selengkapnya
Bab 50. Alasan Maira
"Hey, Analea! Apa yang kamu kerjakan di sini?" "Rein? Ya. Aku baru saja datang." Maira mengurai pelukan pada Analea. "Analea di sini karena aku yang memintanya datang ke ruanganku." Maira bicara masih dengan senyum mengembang pada Rein. Berbeda dengan Rein. Pria itu masih bersikap dingin. Tak ada senyum sedikitpun di wajah tampan itu. "Bu Maira, Pak Rein, saya permisi kembali ke meja kerja saya!" "Ya. Ana. Bagaimana? Sudah lebih tenang?" Maira kembali mengusap lengan Analea. "S-sudah, Bu. Terimakasih. Permisi, Bu, Pak!" Setelah mengangguk sopan, Analea bergegas keluar dari ruangan itu. Maira memandang Analea hingga menghilang di balik pintu. "Ada apa sebenarnya dengan karyawan magang itu, Maira?" Maira mengerutkan keningnya. "Analea. Namanya Analea, Sayang. Anak itu baik. Aku ... prihatin dengan kehidupannya." Maira menjatuhkan tubuhnya di sofa, tepat.di sebelah Rein. "Kehidupannya? Kamu tau tentang kehidupannya? Sudah sedekat itukah kalian?"Rein menggeser tubuhnya hing
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
21
DMCA.com Protection Status