All Chapters of Menikah Dengan Sepupu : Chapter 31 - Chapter 40
60 Chapters
Ingin Tahu
Pukul sebelas lewat lima belas menit Salsa sudah pulang. Imam sengaja membawanya ke bengkel tidak langsung ke rumah. Turun dari motor gadis itu langsung ke dalam, disusul Imam. "Aa mau jum'atan dulu sama Wawan, kamu jaga di sini, ya?" "Iya." "Kalo laper atau mau beli sesuatu di sekitar sini, ambil sendiri uangnya di tas Aa." "Uang yang tadi pagi Aa kasih ke aku masih ada kok.""Gak apa-apa kalo masih ada. Kalo kurang ambil di tas Aa di belakang etalase." "Iya, Aa.""Kalo ada yang datang untuk servis atau apapun, suruh tunggu aja."Imam berbalik menghadap Wawan. "Kita jum'atan dulu, Wan." Lelaki itu berdiri menghentikan pekerjaannya. "Jadi gak tutup?""Gak usah." Mereka beres-beres peralatan untuk tidak terlalu berserak. Salsa duduk memperhatikan sambil mengotak-atik ponselnya sendiri. Dia tidak keberatan membantu Imam menunggui bengkel di hari jum'at ini. Dari pada buka-tutup ribet. Toh, hanya sebentar. "Sa, A pulang dulu, ya.""Ya." Imam dan Wawan keluar dari area bengkel. I
Read more
AIB
"Astagfirullah ... kamu bicara apa?" Salsa berdiri. Menatap menantang Imam. "Aku bicara fakta. Kamu sering melakukannya dengan Anita!" Salsa enggan menyebut 'Aa' mengganti dengan kata 'kamu' ketika marah besar. "Melakukan apa?" "Kamu dan Anita pacaran lama dan sangat dekat. Kalian sudah banyak melakukan kontak fisik." Terngiang percakapan di telepon bersama Anita di telinga Salsa. "Kami sering jalan malam. Pelukan dan ciuman adalah hal biasa kami lakukan." Anita juga mengatakan, Imam pernah menggesek-gesekkan kemaluannya pada kemaluan Anita hingga ke luar mani. Salsa langsung mematikan telepon dengan dada yang bergemuruh. "Kamu sudah banyak berzina dengannya." "Demi Allah, aku tidak pernah berzina.""Pegangan tangan, pelukan, ciuman, bersama lawan jenis bukan mahram, apa itu bukan zina? Kamu sering melakukannya dengan Anita." Imam membelalak. Dia langsung mengusap wajah gusar seraya berpaling. Aibnya di masa lalu kini diketahui. "Kamu juga menggesekkan kemaluanmu pada Anita
Read more
Sakit Hati
Salsabila Putri senang ketika pagi-pagi sudah berada di kampus. Artinya dia bisa melupakan persoalan rumah tangganya. Terlepas dari segala tugas, universitas ini bagai rumah kedua. Salsa betah dan menyukai setiap sudut tempat. Dia berjalan menikmati pemandangan sekitar. Melihat gedung fakultas dan taman yang luas. Menghirup udara segar sebelum jam pelajaran mulai. Salsa menyukai pemandangan mahasiswa yang sedang mengobrol seru dan tertawa. Lalu dia akan tersenyum sendiri karna ikut terhibur. Sungguh, seperti tanpa beban.Ada sepasang kaki lain yang tiba-tiba menemani langkahnya. Salsa menoleh. "Hai, Sa."Itu Albyan. "Ada apa Kak Al?" "Gak ada apa-apa." Jika sebelumnya Salsa langsung pamit undur diri saat di dekatinya, kali ini tidak. Terus berjalan, tidak peduli Albyan tetap bersama di sampingnya. Salsa memutuskan duduk di kursi panjang terdekat, Albyan mengikuti. Gadis itu diam. Albyan tersenyum Salsa tidak menjauhinya. Dia ingin sekali mengajak mengobrol. "Liana belum datang?
Read more
Hiburan
Area Time Zone di Plaza cukup ramai pengunjung. Tidak hanya anak-anak, diantaranya ada orang dewasa. Keceriaan dan rasa gemas dipertunjukkan mereka yang tengah bermain. "Kamu udah ijin kan, Sa?" Liana melemparkan bola basket ke ring tapi meleset. Dia melirik Salsa sekilas di samping. Gadis itu pun sama tengah bermain bola basket dan sedang melemparkan ke keranjang. "Udah." Salsa menjawab gemas, bola basketnya sama meleset. Pandangannya terus fokus ke depan. Dia mencobanya lagi memasukkan lebih cepat, Liana juga. Mereka berseru saat bola bisa masuk dan gemas saat meleset. Backsound yang terus mengalun di sekitar mampu membakar semangat dan menciptakan rasa bahagia tersendiri. "Gimana, seru kan, Sa?" Albyan sama sedang menikmati game basket di sisi Salsa satunya. Dia sudah banyak memasukkan bola dan dapat poin banyak. Salsa mengangguk seraya tersenyum lebar pada lelaki itu. Dialah dalang yang sudah mengajak pergi. Salsa dan Liana bisa main sepuasnya gratis. Albyan yang membelikan m
Read more
Tegas
"Pacar kamu?""Iya. Gimana, cantik kan, Ma? Pake hijab juga sama seperti mama." "Iya ... mama suka liatnya." "Maaf tante, saya bukan--" Ucapan Salsa tidak dilanjut, Albyan menarik tangannya hingga dia sedikit mundur. "Tolong, jangan katakan apapun. Mamaku pengen banget aku punya pacar kaya kamu, Sa. Bekerja samalah denganku untuk bersandiwara sementara." Albyan mengatakan itu sangat pelan dan hati-hati. "Tapi--""Sa ... pliis, mamaku lagi sakit. Kamu sudah di sini, jangan buat mamaku sedih." "Kenapa?" Mereka menghadap perempuan sakit itu kembali saat mendengar suaranya. "Gak apa-apa kok, Ma." Albyan menggenggam tangan sang mama. "Siapa namanya tadi?" "Salsa, Ma." "Salsa ... cantik orangnya." Mama Albyan melirik Salsa. Tersenyum padanya, walau kelihatan lesu. "Nyari pasangan itu seperti ini, Alby ... Mama gak suka kamu sama gadis seksi. Mama mau kamu punya istri seperti Salsa." "Ya, Ma. "Mama bisa pergi dengan tenang kamu sudah mau menuruti mama ....""Jangan bilang gitu, Ma
Read more
Serba Salah
Imam sudah berada di atas motor dan sedang memanaskan mesin. Salsa baru keluar dari dalam rumah. Dia memegang helem hendak dipakai. Rasidah sehabis dari warung menenteng plastik hitam berukuran sedang berhenti di dekat motor anaknya. "Sudah sarapan, Mam?" Imam yang sudah menutup kaca helem dibuka lagi melihat Ibunya. "Sudah." Salsa mendekati Ibu Mertuanya hendak cium tangan. "Bu, Salsa berangkat kuliah dulu." Dengan enggan Rasidah mengulurkan tangannya. "Selesai kuliah langsung pulang sama Imam, jangan kelayaban terus!" ketus, Rasidah mengatakan itu. Salsa tersentak. Ibu Mertua sangat jutek. Tidak mau melihat padanya, hanya perhatian pada Imam saja. "Ya, Bu."Perempuan itu pergi. Salsa menepis rasa ketidak nyamanan dan rasa jadi seperti orang asing diabaikan Ibu Mertua. Dia memakai helem dan menaiki motor. Suaminya tahu sikap tidak ramah Ibunya, tapi memilih diam. Sepanjang perjalanan mereka berdiaman hingga sampai di tempat yang dituju. Salsa turun, membuka helem menyerahkan pada
Read more
Demam
Imam terjaga dari tidur mendengar suara rintihan Salsa. Bergegas beranjak dari sofa, melihat istrinya di kamar. Gadis itu menggigil, bibirnya bergetar, wajahnya meringis dan sangat gelisah. Imam menyentuh keningnya. "Astagfirullah ...." Kulit Salsa panas. Gadis itu terus mendesis merasakan hawa tidak enak di sekujur tubuh. "Kamu demam, Sa. Minum obat, ya?" Salsa tidak merespon. Matanya terus memejam meski sebenarnya tidak bisa tidur. Imam menjauh dari ranjang. Melihat jam dinding di ruang depan sudah pukul sebelas malam lewat. Motor di samping sofa dikeluarkan. Lelaki itu pergi untuk mencari obat pereda panas di apotek 24 jam. Imam buru-buru pergi dari apotek setelah mendapat obat. Kembali berkendara di jalan dan sampai rumah. Motor langsung dimasukkan lagi ke dalam lalu mengunci pintu. "Aa udah beliin obat, kamu minum obatnya, ya." Plastik berisi obat itu ditaruh di dekat Salsa. Imam ke dapur sebentar mengambilkan air minum hangat. Dia menyingkirkan sedikit selimut Salsa membant
Read more
Hampir Ternoda
Salsa beranjak dari duduk saat Albyan datang membawakan minum. "Mau ke mana, Sa?" "Aku mau pulang." "Masa baru datang mau pulang? Minum dulu." Albyan menaruh gelas minum itu di meja lalu duduk. "Kemari, Sa, ngobrol sebentar sama aku." "Aku pulang aja, Kak Al." Gadis itu tidak menghiraukan, tetap ingin pergi. "Tunggu, Sa." Albyan beranjak lagi dari sofa mencegah Salsa yang hendak keluar. "Kamu pulang sama siapa?" "Mau naik ojek.""Aku anter aja, ya?""Ngga usah.""Yaudah, aku pesenin ojeknya dulu, kalo gitu." Albyan mengeluarkan ponsel dari saku celana levisnya. "Kamu duduk dulu, tunggu sebentar sampai ojek itu kemari. Gak lama kok."Melihat Albyan yang tampak serius mengotak-atik ponselnya, Salsa duduk kembali. Tidak jadi melangkah. "Minum dulu, Sa." Gadis itu menatap gelas di hadapannya. Albyan melirik sedikit tegang menanti. Dia tersenyum saat akhirnya Salsa menggapai gelas itu. Meneguk pelan air minum, hingga sisa setengah. Jari-jari Albyan memencet asal ponsel. Memesan oj
Read more
Penyesalan
Lelaki itu bingung. Antara sakit hati atas apa yang terjadi dan rasa ingin tahu sang Ibu yang mendesaknya. Haruskah dia membeberkan semua? Menceritakan pernikahan mereka yang masih seperti pacaran. Juga hal yang sudah menimpa Salsa atas kelalayannya. "Kamu bilang Salsa hampir diperkosa. Oleh teman lelakinya itu?" Imam mendongak sedikit melebarkan mata. "Ibu denger semua, Mam. Kamu tinggal jujur sama Ibu." Imam menghela napas berat. Hatinya kembali tersayat-sayat diingatkan apa yang sudah dilihatnya. "Ada apa, Mam? Kenapa dengan Salsa sebenarnya?" "Sebenarnya ...." "Katakan, jangan ragu. Masalahmu sudah bukan hal kecil. Kamu tampak tersiksa, Nak. Ibu bisa lihat itu. Jangan terus dipendam sendiri." Sekali lagi Imam menarik napas dalam, mempersiapkan diri untuk menguak apa yang selama ini diselimuti dalam pernikahannya. Entah apa yang dilakukannya salah atau tidak. Imam merasa semakin ke sini harinya dirasa semakin berat. Ditambah sang Ibu sudah mengetahui, dia hanya tinggal mengko
Read more
Pulang
"Kenapa?""Denger sendiri kan, Ibu Aa benci aku? Aa juga marah sama aku ... aku ini istri yang buruk." Gadis itu menuju kamar, mengemasi baju-baju ke tas. Dia tidak betah hidup dilingkungan mertua tapi dimusuhi. Salsa merasa sendiri, semua orang di sini tidak menyukainya. Termasuk Imam, jadi bersikap dingin. "Sekarang sudah malam." Imam mencegah tangan Salsa yang hendak mengambil baju lagi di lemari. "Aku mau pulang ... Ibu Aa nggak suka sama aku. Dia bahkan nyuruh kita--" Ucapan Salsa tidak tuntas, Imam menaruh telunjuk di bibirnya. "Kamu boleh pulang. Tapi, besok. Jangan sekarang." Salsa terdiam sejenak lalu mengangguk. Imam menghapus air matanya yang masih bercucuran. "Sudah, jangan nangis." Setelahnya dia meninggalkan istrinya itu keluar. Imam tidak sehangat biasanya sejak kemarin dan cenderung menatap datar. Sentuhannya kaku. Bukannya berhenti, tangis sedih Salsa mengalir lagi. "Ibu ...." Dia sebut nama itu. Merindukan sosoknya. Imam duduk di pembatas depan mengeluarkan seba
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status