All Chapters of Terjebak Sandiwara Bos Besar: Chapter 31 - Chapter 40
114 Chapters
31. Sebuah janji
Tepat pukul lima sore Lita keluar dari ruangannya seolah memang sudah menunggu waktu pulang sejak tadi. Ia menyapa rekan kerjanya sejenak kemudian langsung melangkah cepat tanpa memperdulikan tatapan sinis dari beberapa pekerja dari divisi lain. Lita tidak peduli lagi dan mencoba berdamai dengan keadaan yang ada. Ia berusaha mengabaikan hal lain dan fokus memikirkan Alen saja. “Pak Ardan sudah menunggu,” ucap Zan yang melihat Lita sudah berada di lobby gedung tersebut. Lita mengangguk lalu melangkah diikuti Zan di belakangnya. Ia tidak bertanya apa pun karena sedang menghemat energi setelah seharian ini hanya minum air putih saja. Ardan masih terlihat sibuk dengan tablet di tangan saat Lita memasuki mobil hitam tersebut. “Kamu masih ada pekerjaan? Seharusnya tidak usah memaksakan diri untuk pergi bersama.” “Aku hanya tidak suka tidak melakukan apa pun saat sedang menunggu,” balas Ardan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
Read more
32. Pertemuan tak terduga
“Mama kenapa?” tanya Alen yang merasa bingung saat melihat ekspresi Lita. “Ehmm, tidak apa-apa kok… .” “Lita ya?” sapa seorang pria dengan rambut bergelombang pendek berwarna coklat. Perempuan itu menoleh ke arah sumber suara setelah berkali-kali mengumpat dalam hati. “Oh Ezza?” “Bener ternyata kamu, aku dari jauh bisa ngenalin kamu loh…,” ucap Ezza sambil tersenyum. Pandangan mata pria itu beralih ke bocah kecil di sebelah Lita. Dahinya sempat mengernyit selama beberapa waktu tapi ia tidak menanyakan apa pun. “Kamu datang sendiri?” tanya Lita mencoba berbasa basi. “Tidak sih, aku datang dengan –“ Belum sempat melanjutkan perkataannya, seorang pria muncul memanggilnya. “Za, aku mau ke toilet dulu, kamu ngap–“ Ucapan pria itu terhenti saat melihat seorang perempuan yang dikenalinya. Ekspresi terkejut terlihat selama beberapa detik sebelum kemudian ia tersenyum ramah. Mata Lita fokus memandang pria yang pe
Read more
33. Malam dan anggur
Suara dingin dan berat itu membuyarkan lamunan Lita. Ia menoleh dan mendapati Ardan sedang berdiri tidak jauh darinya dengan menyilangkan tangan. “Oh kamu melihatnya?” tanya Lita sambil tersenyum. Pandangan perempuan itu mengarah ke Ardan yang mendekat ke arahnya lalu duduk di kursi samping meja. ‘Kalau dilihat baik-baik, dia terlihat tampan ya…’ gumam Lita dalam hati. Ia tertawa kecil saat menyadari dirinya baru saja memuji pria yang dibencinya. “Ya, aku melihatnya.” “Dia tampan kan? Hanya saja sekarang lebih kurus, dulu dia tidak sekurus itu…,” gumam Lita pelan. Ardan melirik ke botol di atas meja lalu menghela nafas. “Kalau kadar konsumsi alk***l mu rendah, jangan minum yang ini.” Pria itu bermaksud meraih botol tersebut tapi Lita menahan dan memegang tangannya. “Minuman mu kan banyak, aku hanya minta satu…” ‘Bukankah dia sangat tidak suka jika harus bersentuhan dengan ku?’ “Besok kamu harus bekerja, Lita. Ka
Read more
34. Perhatian kecil
Rapat pagi itu berjalan dengan lancar meski fokus Lita terganggu beberapa kali. Ia sedang mengkhawatirkan kondisi Alen.Perempuan itu ingin menelepon Ardan, tapi ia mengurungkan niatnya karena tidak yakin apa pria itu sedang bekerja atau masih menemani anaknya./tok…tok…/“Masuk.”“Tara, ini catatan dari hasil rapat tadi.”“Terimakasih, Nia.”Nia menatap Lita dalam waktu lama. “Boleh aku bertanya?”Pandangan Lita beralih ke Nia yang masih berdiri di hadapannya. “Ya?”“Aku tau mungkin tidak sopan, tapi aku tidak mau hanya mendengar rumor yang beredar,” ucap Nia ragu.“Tanyakan saja kalau memang ingin bertanya, itu lebih baik.”Wanita berpotongan klasik bob itu menghela nafas panjang. “Kamu beneran istrinya pak Ardan?”Lita mengamati ekspresi serius Nia yang sedang menunggu jawaban darinya. “Sepertinya ini akan jadi pembicaraan panjang, ayo duduk.”Ia bangkit dari kursinya lalu berpindah ke sofa dekat pintu. Perempuan itu masih mempertahankan ekspresi tenangnya meskipun pikirannya lagi-
Read more
35. Peringatan
“Papa datang berkunjung, dia ingin melihat mu.” “Apa ada sesuatu yang perlu ku khawatirkan?” “Entahlah…” Lita bangkit dari tempat duduknya setelah menghela nafas panjang. Ia selalu merasa kesal karena tidak tahu harus bersikap seperti apa pada setiap keadaan. Kedua orang itu berjalan berdampingan menuju ruangan Ardan. Beberapa orang menyapa tapi ada juga yang berbisik-bisik. “Kamu merasa terganggu dengan sikap mereka?” tanya Ardan tiba-tiba. ‘Kalau ku jawab iya memangnya kamu mau apa?’ “Tidak juga, mungkin bergosip jadi hiburan yang menyenangkan setelah bekerja keras?” jawab Lita santai. Percakapan itu tidak berlanjut dan keduanya hanya terdiam dalam elevator itu. Lita lebih memilih memeriksa ponselnya dibandingkan menatap pantulan wajah Ardan di dinding tempat itu. /ting…/ Ardan melangkah lebih dulu diikuti Lita yang segera menyesuaikan langkahnya agar bisa berada di samping pria tersebut. Jerry
Read more
36. Pesta dan pengakuan
Hari pesta yang dinantikan semua orang tiba. Pesta tersebut di selenggarakan di T-Hotel pada kawasan elit Jakarta yang sudah berdiri lebih dari 50 tahun. Lita telah mendapat penjelasan dari Zan bahwa hotel mewah tersebut adalah peninggalan mendiang ibu kandung Ardan, Devita J. Tanoro. Jerry memang selalu menyelenggarakan pesta hari jadi H&U Group di tempat itu sejak pertama kali peringatan hingga saat ini. Bahkan meski sang istri sudah meninggal 25 tahun yang lalu, Jerry tetap tidak mengubah tempat acara satu kalipun. Pernikahan antara Jerry dan Devita disebut sebagai pernikahan bisnis antara keluarga Tanoro dan Harsato. Banyak rumor yang beredar menyebutkan itulah sebab Jerry menikah lagi dengan perempuan lain yaitu Isana. ‘Tapi kalau memang Jerry tidak mencintai mendiang istrinya, kenapa dia justru terlihat sangat mencintainya? Apa itu hanya untuk melawan rumor?’ “Anda hanya akan ada disana selama satu jam,” ucap Zan membuyarkan lamunan Lita. “Ya? kenapa begitu?” “Pak Ardan
Read more
37. Pesta yang menyesakkan
“Terimakasih tante,” ucap Lisa dengan senyum manisnya. Lita berdiri lalu tersenyum di samping Isana. “Terimakasih sudah datang ke pesta ini, nona Lisa.” Pandangan mata Lisa mengarah ke Lita lalu kembali kepada Isana. “Dia siapa tante?” Isana berdehem pelan. “Ah apa kamu datang terlambat? Dia istrinya Ardan, Litara.” Perempuan itu mengangguk sambil memandangi Lita dari ujung kaki hingga rambutnya. “Selamat malam nona Litara, senang bisa melihat mu. Saya sangat menantikan pesta ini karena saya dengar Ardan membawa istrinya…” Lisa tersenyum ramah, tapi kilatan kesedihan terlihat jelas di mata perempuan manis itu. Beberapa orang tampak berbisik-bisik saat mengamati Lita dan Lisa yang sedang bercakap-cakap. “Aku merasa tersanjung karena ada yang begitu menantikan kemunculan ku.” “Saya harap kita bisa berteman baik nona Litara. Kalau begitu saya permisi dulu,” ucap Lisa yang kemudian langsung berbalik pergi. I
Read more
38. Duka cinta
Ia melepas jas Ardan lalu meletakkannya di sofa. Langkah kakinya membawa ia menuju bar kecil di halaman belakang. Tangannya menyentuh botol demi botol yang berjajar rapi di rak kayu. Ia tersenyum lalu mengambil satu botol bening yang dikenalinya. Tatapan matanya yang sayu beralih ke arah lemari pendingin. Ia membukanya lalu mengambil beberapa es batu dan meletakkannya di gelas. Senandung kecil digumamkan bibirnya yang tertutup rapat. ‘Tidak ada siapa pun, lalu Ardan sepertinya juga tidak akan pulang… Dia tidak ada alasan untuk pulang karena putranya tidak disini.’ Perempuan itu melangkah pelan menuju lantai atas. Ia meletakkan botol dan gelas itu di meja lalu duduk di sofa dekat beranda. Selama beberapa saat ia hanya diam memandangi langit yang terlihat melalui pintu kaca yang menjadi pembatas. Ia sengaja tidak menyalakan lampu pada ruang tengah lantai atas itu. Namun cahaya bulan yang masuk melalui pintu kaca membuat ruangan tersebut
Read more
39. Rasa bersalah
“Hentikan, jangan melakukan sesuatu yang akan membuat mu menyesal besok pagi.” Tawa Lita yang keras menggema di ruangan yang hening itu. Ia menarik tangannya lalu ikut duduk di samping pria tersebut. “Kamu terlalu nyata, tatapan mu, ekspresi mu, suara mu,… tapi tidak mungkin kan? Ardan tidak seramah kamu.” Aroma parfum bercampur wine yang membasahi gaun Lita membuat Ardan merasa terganggu. Ia menghela nafas lalu bangkit dari tempat duduknya. “Istirahatlah…” Tangan Lita langsung meraih pergelangan pria yang sudah akan melangkah pergi tersebut. “Tunggu, bukannya kamu bilang mau menemani ku minum?” “Aku sudah menemani mu, ini saatnya kamu istirahat.” “Jangan pergi, rumah ini terlalu hening.” ‘Kalau dia dalam keadaan sadar pasti dia justru mengatakan hal yang sebaliknya…’ “Tentu saja hening, ini sudah larut…” “Begitu ya? Hmmm, hei bayangan Ardan, antar aku ke kamar ku, kaki ku terlalu lelah untuk melangkah.”
Read more
40. Bukan mimpi
Lita yang sedang minum langsung tersedak begitu mendengar pertanyaan Alen. “Uhuk… ugh…” Ardan langsung menyodorkan tissue. Ia menepuk pelan punggung Lita. “Kami tidak bertengkar Alen, mama mu hanya sedang kelelahan.” “Lelah?” “Ya, pesta kemarin kan melelahkan.” “Maaf tidak menemani mama kemarin,” ucap Alen dengan wajah sedih. “Tidak apa-apa kok, mama sekarang baik-baik saja,” balas Lita dengan senyum palsunya. “Lalu itu kenapa?” tanya Alen sambil menunjuk plester luka di dahi Lita. “Mama terjatuh lalu membentur sesuatu…” “Mama seharusnya lebih hati-hati dan menjaga diri. Papa juga seharusnya menjaga mama dengan baik.” “Ya, maafkan papa,” balas Ardan lalu mengecup pipi bocah yang sedang cemberut itu. Obrolan mereka terhenti saat makanan yang dipesan sudah datang dan baru berlanjut setelah pelayan resto pergi. Usai menyelesaikan hidangan utama, keluarga kecil itu masih duduk untuk menikmati buah dan minuman yang masih ada. “Ardan?” Lita menoleh ke arah sumber suara. Seoran
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status