Isi KaryaKarya TulisanSeruni akhirnya benar-benar diikat.Tangan kanan dan kirinya diikat pada sudut ranjang, sementara kedua kakinya diikat menjadi satu. Posisi Seruni duduk bersandar pada kepala ranjang. Matanya tertutup, nafasnya teratur, namun hawa dingin aneh masih menyelimuti kamar itu. Seolah, meskipun tubuhnya terkurung, jiwa di dalamnya masih berkeliaran bebas.Pak Ahmad duduk di sisi tempat tidur, menatap wajah putrinya yang pucat dan dingin. Hatinya perih. “Maafkan Bapak, Nak...” gumamnya lirih, menggenggam ujung kain yang menutupi kaki Seruni.Bu Nyai Ambar berdiri di depan pintu, masih memegang tasbih, sementara Kyai Ibrahim berdzikir dalam hati. Wajahnya tegang, namun tatapannya tetap tenang. Ia tahu, ini belum berakhir. Bahkan mungkin, ini baru permulaan dari badai yang lebih besar.Tiba-tiba, Seruni menggeliat pelan. Matanya masih terpejam, tapi bibirnya mulai bergerak.“Dia datang...” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar. “Dia marah...”Pak Ahmad menegang. “Siapa, N
Terakhir Diperbarui : 2025-09-01 Baca selengkapnya