Semua Bab Pernikahan Paksa Pewaris Arogan: Bab 11 - Bab 20
364 Bab
11. Pikiran yang bercabang.
Afgan berdiri di depan pintu Melinda, bingung dan hampa. Matanya menatap kosong daun pintu di hadapannya.Hatinya terombang-ambing antara kesenangan akan makan malam romantis dengan Melinda dan kebingungan mengenai perasaannya terhadap Adelia. Dia ingin mengetuk pintu, tetapi keraguan menghantuinya. Di dalam dirinya, Afgan merasa tak nyaman dengan sikapnya kepada Adelia di rumah sebelumnya. Meski begitu, nama Adelia terus saja terpaku dalam pikirannya.Bunga mawar yang dia bawa tadi terasa berat di tangannya, sebagai simbol kebingungannya sendiri. Mengapa dia merasa terikat pada Adelia, tetapi juga merasa harus hadir untuk Melinda?Dalam kehampaannya, Afgan memutuskan untuk mengetuk pintu. Namun, sebelum dia bisa melakukannya, pintu rumah sudah terbuka dari dalam. Melinda muncul dengan senyum bahagia di wajahnya, matanya bersinar melihat bunga mawar yang dibawa Afgan."Afgan," sapa Melinda dengan senyuman di wajahnya."Bunga ini untukku?" tanya Melinda, lalu tanpa ragu, dia memeluk Af
Baca selengkapnya
12. Mabuk lagi.
Saat mereka memasuki ruang pesta, mata Melinda hampir terbelalak melihat kemewahan sekelilingnya. Sebuah ruangan yang dihiasi dengan cahaya gemerlap, tumpukan bunga segar yang harum, dan orkestra yang memainkan musik klasik. Ini adalah pertama kalinya baginya berada di pesta orang-orang kaya. Melihat para tamu yang mengenakan gaun dan jas desainer, tampak sekali mereka bukan kalangan sembarangan, dia tidak dapat menyembunyikan kekagumannya.Sementara Melinda memperhatikan sekeliling dengan takjub, Afgan meninggalkannya sejenak untuk berbicara dengan koleganya. Melinda merasa canggung di tengah kerumunan orang-orang yang tampak begitu percaya diri dan elegan. Dia merasa seakan terdampar di dunia yang sama sekali baru baginya.Di dalam hatinya, Melinda menggumamkan, "Di sini penuh orang kaya, konglomerat! Sungguh luar biasa!" Dia mencoba mengendalikan kecanggungan, tetapi perasaannya campur aduk. Namun, dia memutuskan untuk tetap bersikap percaya diri dan bersik
Baca selengkapnya
13. Terlalu panik.
Adelia sedang berada di kamarnya, tengah sibuk meneliti pekerjaan yang dibawanya ke rumah, ketika tiba-tiba dia mendengar suara bising yang datang dari lantai bawah. Dengan cepat, dia melangkah keluar dari kamar untuk melihat apa yang terjadi.Hatinya hampir berhenti ketika dia melihat petugas sekuriti menggotong tubuh Afgan menuju kamar utama. Matanya membesar dalam kekagetan, dan dia segera berlari mendekati mereka. "Apa yang terjadi? Kenapa Afgan seperti ini?" serunya, suaranya penuh dengan kecemasan dan kekhawatiran.Petugas sekuriti, seorang pria tinggi dengan wajah serius, menoleh ke arah Adelia. "Maafkan kami, Nyonya. Tadi malam, di pesta kalangan elit, Afgan terlihat sangat tidak stabil setelah minum minuman beralkohol. Dia hampir pingsan dan tidak bisa menjaga keseimbangannya. Mr. David meminta kami membawanya kembali ke kamarnya untuk beristirahat."Adelia merasa hatinya berdebar kencang. Dia tidak tahu apa yang harus dia pikirkan atau lakukan. Sejak d
Baca selengkapnya
14. Melinda atau Adelia?
Wajah mereka hanya berselisih beberapa sentimeter, dan meskipun Afgan masih tertidur dalam keadaan mabuk, ekspresi wajahnya terlihat tenang tanpa rasa bersalah sama sekali.Mata Adelia membesar dalam kejutan. Dia merasakan detakan jantungnya melonjak. Pernafasannya terhenti sejenak, terkejut dengan kontak yang tak terduga ini. Wajahnya memerah, dan dia merasa kehangatan merayap dari bibirnya ke seluruh tubuhnya.Adelia teringat dengan sentuhan dari pria misterius di malam naas sebelum hari pernikahannya.Dalam keheningan yang penuh ketegangan, mereka hanya terdiam sejenak, bibir mereka masih bertemu dalam sentuhan yang ringan. Adelia merasa waktu berhenti sejenak, dan dia merasakan getaran aneh dalam dirinya. Mereka berdua tetap berada dalam jarak yang sangat dekat, seolah-olah dunia di sekitar mereka menghilang.Namun, ketika Afgan merintih pelan dalam tidurnya, Adelia segera  melepaskan pegangan tangannya dan menyentuh bibirnya yang sekarang merasa
Baca selengkapnya
15. Tamparan keras untuk Afgan
Dalam hening malam yang gelap, Afgan terdampar di lorong-lorong ingatannya yang gelap. Dia merasakan kebingungan yang melanda pikirannya, seakan-akan rohnya tersesat di antara kenangan buruk yang terus menghantuinya. Desiran angin malam menerpa wajahnya, menciptakan atmosfer yang mencekam dan menakutkan.Afgan tiba-tiba menemukan dirinya berdiri di depan rumahnya yang terbakar. Kobaran api yang mengamuk melalap segala sesuatu di sekitarnya. Dia merasa nyeri di dada, luka emosional yang dalam kembali menghantamnya. Dalam kegelapan, bayangan-bayangan api menciptakan siluet-siluet menyeramkan, menciptakan tarian kekacauan yang menari di dinding-dinding rumah yang hangus.Dia tidak menyadari bahwa dia sedang berada di alam mimpi. Kondisinya di alam nyata sedang berkeringat dan terlihat kepanikan dalam tidurnya."Mengapa aku ditinggalkan sendiri?" bisik Afgan kepada dirinya sendiri, suaranya gemetar oleh kebingungan dan ketakutan. Namun, tidak ada jawaban yang datang, kecuali suara gemuruh
Baca selengkapnya
16. Edward Ofel, tamu istimewa hotel
Melinda merasa bingung dan mematung di tempatnya berdiri."Melinda?" Afgan segera mendekati Melinda sambil memegang pipinya yang terasa nyeri.Melinda masih berusah merakit potongan misteri mengenai hubungan yang ada di antara Adelia dengan Afgan."Aku tidak salah dengan? Kalian ... Kalian suami istri?" tanya Melinda dengan bingung.Afgan meraih tangan Melinda, tetapi wanita itu segera menepisnya dengan kasar. Seolah-olah dia merasa ditipu oleh kedua orang yang menatapnya dengan pemikiran masing-masing."Melinda, dengarkan aku dulu," ucap Afgan dengan lembut, sementara Adelia merasa api cemburu semakin membakar dirinya."Iya, kamu tidak salah dengar! Kami adalah suami istri dan kami baru saja menikah!" seru Adelia dengan mata menantang Melinda."Pria ganteng yang ingin kamu kejar itu adalah suami sahku. Maka kamu adalah pelakor!" seru Adelia sambil keluar dari meja resepsionis. Dia merasa harus memperjuangkan pernikahan ini daripada h
Baca selengkapnya
17. Mohon menjaga batas!
Adelia kembali ke meja resepsionis untuk menjawab panggilan. [Apa katamu? Edward Ofel?] [Iya, Mrs. Smule. Apakah ada yang salah?] [Cepat kamu tunjukkan jalan ke kamar presidensial suite. Dia adalah pemilik saham perkapalan terbesar dari Ofel group. Jangan sampai dia kecewa. Lupakan pencatatan administrasi apa pun!] [Ba-baik, Mrs. Smule] Adelia hendak menutup panggilan, tetapi masih terdengar suara dari seberang. [Layani dia dengan baik, atau bila dia kecewa, maka aku harus memecatmu] [Ba-baik,] Adelia menelan salivanya dengan cepat lalu segera berlari kembali ke lobby untuk membungkuk hormat kepada Edward Ofel yang masih memandangnya dengan wajah hangat. "Maaf, Tuan Edward. Kamar Anda sudah tersedia. Sa-saya akan mengantarkan Tuan sampai ke kamar Anda," ucap Adelia dengan gusar dan canggung. Pada saat itu juga Melinda mengandeng tangan Afgan masuk ke dalam hotel. Melinda tadi berlari tanpa mengambil tas miliknya sehingga mereka kembali ke hotel setelah berdamai. Afgan meliri
Baca selengkapnya
18. Kamu berhutang secangkir kopi untukku
Bab 18 "Maaf," ucap Edward berusaha sopan. Degh! Tiba-tiba lampu lift menyala kembali, Adelia bernapas dengan lega. "Sudah menyala," ujarnya sambil melihat ke arah Edward. "Wajahmu memerah." Edward berkata sambil tersenyum. Dia merasa Adelia cukup menarik. "Afgan adalah suamimu dan kalian baru menjalani Pernikahan Paksa?" tanya Edward tiba-tiba. Adelia diam dan memilih tidak melihat ke arah Edward. Dia menatap layar tombol lift dengan gusar, dia merasa waktu berjalan sangat lama sekali sampai akhirnya lift itu sampai ke lantai presidensial suite. Ting! Pintu lift terbuka, Adelia merentangkan tangannya dengan sikap professional lalu membungkukkan tubuhnya sambil memegang kartu lift dan menyodorkannya kepada Edward. "Silakan Tuan Edward, ini adalah kartu elektronik untuk pintu lift. Semoga Anda betah dengan pelayanan yang kami sediakan," ucap Adelia dengan bahasa baku yang sopan. Edward masuk sambi
Baca selengkapnya
19. Aku mencintaimu.
"Bagaimana bila aku mentraktirmu makan malam?" ucap Edward memecahkan keheningan di antara mereka.Adelia kembali menghapus air mata yang mengalir dengan buru-buru."Aku ingin pulang ke rumah saja," ucap Adelia dengan lirih.Saat tiba di depan rumah Afgan, Adelia turun dari mobil dengan berat hati. Dia berterima kasih kepada Tuan Edward untuk tumpangan yang diberikan olehnya.Sesaat hendak memutar tubuhnya, Adelia baru menyadari keanehan."Bagaimana kamu bisa tahu alamat dan mengantarku ke sini?"Edward tersenyum dengan hangat, "bukankah tadi sudah sangat jelas, kamu adalah istri yang baru menikah dengan Afgan, pewaris arogan itu."Edward terkekeh dengan ucapannya sendiri."Sudah cukup lama Aku dan Afgan saling mengenal."Adelia mengangguk lalu mulai melangkah masuk ke dalam rumah. Sekuriti membuka pintu gerbang tinggi tersebut dan menyapa dengan sopan."Kamu tidak mengundangku masuk untuk sekedar minum kopi?" tan
Baca selengkapnya
20. Pemilik Hotel yang arogan
Sama seperti pagi sebelumnya, Adelia sampai di hotel tempatnya bekerja dengan langkah lesu. Bagaimana pun dia harus tetap bekerja agar dapat melunasi hutang sang ayah yang masih belum lunas walau sudah menerima mahar yang cukup banyak.Mendengar instruksi dari CEO-nya bawah ada rapat kerja, Adelia langsung menuju ruangan tempat para hotelliers biasanya di-briefing untuk rapat tersebut.Adelia memasuki ruangan rapat dengan langkah ragu. Sudah ada beberapa karyawan di sana dan juga CEO, Mrs. Smule.Tanpa curiga, dia melihat sekeliling ruangan, mencari tempat duduk.  Ketika pandangannya jatuh pada sosok duduk di tengah-tengah kursi rapat, hatinya hampir berhenti berdetak. Ada rasa terkejut yang begitu mendalam menghantamnya ketika menyadari bahwa orang itu adalah Afgan, suami yang membencinya."Afgan!?"Dia memandangnya dengan mata terbelalak, bibirnya terkatup rapat mencoba menahan kejutan dan kecemasan yang melanda hatinya.Pandangan mer
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
37
DMCA.com Protection Status