All Chapters of Ayah Untuk Anakku: Chapter 51 - Chapter 60
123 Chapters
51. Pasar malam
Mereka bertiga pergi ke pasar malam dengan menggunakan mobil Raihan. Vano yang dipangku oleh Rania sangat heboh bercerita tentang keasikannya pertama kali mandi bersama handanya. Bahkan, Vano belum pernah mandi bersama handa Enan, lantaran handa Enannya jarang menginap di apartemen Rania. Jadinya, ini pengalaman pertama Vano, makanya dia antusias menceritakan pada Buna. "Ano becok ingin becal kaya handa, Bun," ucapnya pada Buna yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil. Mendengar itu, Rania menarik dua sudut bibirnya ke atas. Anak itu ingin sekali ya menjadi seperti ayahnya. "Iya, Vano besok akan tumbuh besar seperti handa, kok," jawab Rania seadanya. Raihan yang ada di sebelahnya hanya berani melirik dari ujung ekor mata. Akibat kejadian tadi sore, ada rasa canggung dan malu yang menyelimuti hati laki-laki itu. Padahal mungkin, Rania sudah melupakannya. "Apa Ano akan tapan cepelti handa?" Lagi, anak kecil itu gemar menanyai ibunya dengan
Read more
52. Bianglala
"Jangan melewatkan makan malammu atau kau akan membuat aku mati berdiri oleh ayahmu?" "Katakan padanya, aku sudah berusaha Tapi dia belum sepenuhnya mencintaiku." Gadis itu menarik selimutnya sampai ke atas kepala, dia tidak ingin melihat laki-laki yang seperti mayat hidup dan kaku tersebut tengah berdiri di dekat ranjangnya. "Aku harus apa?" Kembali pria itu memasang raut wajah dinginnya dan bertanya dia harus apa jika sudah begini. "Aku mencintai dua orang laki-laki di saat bersamaan. Tapi, sekarang aku pikir ... mencintai satu saja sudah cukup. Aku ja-" "Kau mencintai Raihan, selamanya akan begitu," potong Yogi dengan cepat. Dia malas mendengar perkataan selanjutnya dari gadis itu. Hatinya sedang lelah untuk memikirkan kisah asmara yang tak kunjung usai. Jihan membuka selimutnya dan menatap Yogi dengan tajam. "Bawa aku pergi, Mas! Aku ingin dinikahi olehmu saja! Aku tidak ingin mencintai mas Raihan terlalu jauh dan pada akhirnya a
Read more
53. Rania dibawa kabur Raihan?
"Cepatlah, sebelum bianglalanya bertambah kecepatan." Raihan menarik lengan Rania untuk dudu di sampingnya. Dia berjanji, akan membuat ibunya Vano merasa aman. Mau tidak mau Rania berpindah menjadi duduk di sebelah Raihan. Bunanya Vano sekarang sudah masuk ke dalam dekapan lengan Handa Vano. Lega, itulah yang dirasakan wanita dengan lesung pipi yang manis setelah lengan laki-laki kekar itu mengapit tubuhnya, pertanda sedang dilindungi. Ada rasa aman dan tentu dia sangat berterima kasih pada Raihan nantinya. Tiba-tiba, Raihan sedikit menundukkan kepalanya untuk berbicara pada Rania. "Jangan takut, Handa akan melindungi Buna dan Vano," janjinya dengan sebuah usapan lembut di bahu wanita itu. Rania hanya mengangguk pasrah dan menerbitkan senyum manisnya yang kelewat teduh jika diperhatikan. "Terima kasih, Mas." Setelah selesai dengan asiknya bianglala, mereka melanjutkan lagi menjelajahi permainan dan mencoba tantangan baru dari wahana lain. Vano juga membeli banyak mainan dan jajana
Read more
53. Rania dibawa kabur Raihan?
"Cepatlah, sebelum bianglalanya bertambah kecepatan." Raihan menarik lengan Rania untuk dudu di sampingnya. Dia berjanji, akan membuat ibunya Vano merasa aman. Mau tidak mau Rania berpindah menjadi duduk di sebelah Raihan. Bunanya Vano sekarang sudah masuk ke dalam dekapan lengan Handa Vano. Lega, itulah yang dirasakan wanita dengan lesung pipi yang manis setelah lengan laki-laki kekar itu mengapit tubuhnya, pertanda sedang dilindungi. Ada rasa aman dan tentu dia sangat berterima kasih pada Raihan nantinya. Tiba-tiba, Raihan sedikit menundukkan kepalanya untuk berbicara pada Rania. "Jangan takut, Handa akan melindungi Buna dan Vano," janjinya dengan sebuah usapan lembut di bahu wanita itu. Rania hanya mengangguk pasrah dan menerbitkan senyum manisnya yang kelewat teduh jika diperhatikan. "Terima kasih, Mas." Setelah selesai dengan asiknya bianglala, mereka melanjutkan lagi menjelajahi permainan dan mencoba tantangan baru dari wahana lain. Vano juga membeli banyak mainan dan jajana
Read more
54. Ambisi Renan
Renan • - Besok aku pulang ke Jakarta, aku harap kau tidak melupakan janjimu, Rania. Aku mencintaimu, kau harus tahu itu - Rania meremat ponselnya saat membaca pesan yang berasal dari Renan. Dia tidak siap bertemu dengan pria itu dalam waktu dekat ini. Jika mereka bertemu, itu akan membuat hati Rania semakin labil dan tidak teguh pada pendiriannya. Dia berniat ingin menjauh saja dari kehidupan Renan mulai saat ini. Niatnya, tidak ingin merepotkan laki-laki itu. Rania • - Terserah. Jangan menemuiku lagi, Ren. Aku rasa kita tidak perlu melanjutkan apa yang baru kita mulai, cukup sampai disini saja. Kau, carilah kebahagianmu dan wanita yang tentu jauh lebih sempurna dariku - Renan • - Apa yang kau katakan? Jangan mengacaukanku lagi, Rania. Aku tidak ingin mengetahui omong kosongmu itu. Aku tetap akan kembali menemuimu - Setelahnya, Rania tidak menjawab pesan dari Renan lagi, memilih mendiamkan saja. Dia fokus pada pekerjaannya sekarang, tangannya lihai memasak makanan untuk tamu pe
Read more
55. Penuh emosional
Aku ingin menemui wanitaku, jangan katakan pada siapapun, ini rahasia. Kau temanku dan kau harus janji. Oke?" "Hem," jawab Nindi seadanya, membuat Renan menjadi gemas sendiri. Laki-laki itu mencubit ujung hidung Nindi, membuat si gadis menjadi memanyunkan bibirnya, memamerkan sisi keimutan yang tiada duanya. "Aku berangkat! Jangan mencariku. Nanti, ku hubungi jika aku menemukan sesuatu yang menarik untuk kau lihat." Renan segera masuk ke dalam mobil bmw-nya dan melaju begitu saja meninggalkan wanita mungil itu sendirian. Iya, dia harus segera sampai ke Jakarta sebelum hari semakin sore dan warna langit menjadi kehitaman. Perlahan, Nindi mengeluarkan ponselnya dan langsung menelpon Haru Atmadja. Sambungan telepon terhubung dengan sempurna dari seberang sana. "Paman, putramu Renan tiba-tiba kembali ke Jakarta. Dia ingin menemui wanita sialan itu," ucapnya membongkar apa yang terjadi barusan. Jelas, adanya Nindi adalah maksud tersirat dari rencana Haru.
Read more
56. Semakin menggebu
Rania meneteskan air matanya begitu saja. Lagi? Lagi, dia selalu mendapat hinaan dari seorang lelaki yang coba ia cintai dengan tulus. Ada apa? Apa memang dia semurah itu sehingga tidak ada nilainya lagi di mata laki-laki? "A-apa kau bilang begitu karena aku merebut Jihan dari mas Raihan? Lalu, bagaimana dengan perempuan yang mencoba merebut kebahagianku juga? Kenapa dia juga tidak disebut murahan?" Dengan mata yang terus dibanjiri genangan air, Rania meluapkan energi terakhirnya untuk membela diri. Renan menarik rambutnya ke belakang dengan kasar. "Gila," gumamnya saat menghadapi permasalahan yang cukup rumit ini. "JAWAB AKU! APA HANYA AKU YANG BERHAK MENDAPAT HINAAN MURAHAN KARENA AKU BERASAL DARI KELUARGA BERKASTA RENDAH? APA SEBUTAN MURAHAN TIDAK BOLEH UNTUK DISEMATKAN PADA GADIS BERKASTA TINGGI? APA AKU SEMURAH ITU? APA AKU SEPELACUR ITU JIKA AKU EGOIS SEDIKIT?" Rania memukul dada Renan dan menarik kasar kerah baju laki-laki itu. Dia lantang berter
Read more
57. Semakin dekat
"Aku belum memutuskan apapun, aku juga harus memikirkan kedepannya, Ren," tutur Rania diiringi dengan lirihan di akhir suaranya. Berat untuk memutuskan sesuatu dengan keadaan yang seperti ini. "Tidak aku izinkan, Sayang." Renan mencium bahu mulus Rania dengan bibir basahnya. Dia tidak jadi memakai bajunya dan membiarkan jari-jari Rania bermain dengan otot perutnya. Laki-laki itu memeluk wanitanya sambil terus berbaring. Dia memang benar-benar memperlakukan Rania bak ratu yang harus di jaga dengan benar dan dengan pengawasan yang ketat. "Aku harus apa? Ayahmu tidak ingin jika kita bersama, Ren. Aku tidak ingin membebani pikiranmu lagi." Rania memberhentikan aktivitas jarinya yang mengelus otot perut Renan. Pandangannya masih sama, memandangi kulit sedikit kecoklatan dengan bentuk-bentuk perut yang menggoda kaum hawa. "Kau cukup diam dan aku yang akan menyelesaikannya." Renan menarik jari-jari Rania ke atas untuk dituntun mengusap dadanya. Laki-laki itu suka dan tentu paling menikmat
Read more
58. Menggoda
"Pernah. Bersama pacarku," jawab Renan dengan sejujurnya. "Kapan?" "Pacarku waktu SMA. Kami melakukannya dengan nekat, aku masih berumur 16 tahun waktu itu." "Dia melepaskan perawannya untukmu?" tanya Rania lagi dengan ragu-ragu. Ia tahu, raut wajah Renan yang sedikit berubah. Apa terlalu berlebihan untuk tahu tentang itu? Apa Renan akan marah? Dia hanya ingin tahu. Bukankah kejujuran sangat penting dalam memulai sebuah hubungan? Bukannya kalian akan saling menerima apa adanya? Renan meletakkan telapak tangan Rania di atas pipinya dan laki-laki itu pun mencium urat nadi Rania dan digigiti kecil-kecil. Dia tahu, Rania pasti ingin tahu tentang masa lalunya. Renan anggap, keingintahuan wanita itu karena ingin berusaha membuka hatinya lebih luas untuk cintanya. Setelahnya, Renan menggelengkan kepalanya. "Dia juga tidak perawan, aku bukan laki-laki pertama baginya." Rania sempat menaikkan kedua alisnya sedikit sebagai responnya yang sedikit kaget. "Kapan terakhir kau melakukan hubung
Read more
59. Plan kencan
Melihat ekspresi anaknya yang seperti itu, Rania hanya menggeleng pasrah. "Game lagi, lagi, dan lagi. Akhirnya Buna yang dikacangin." "Bukan begitu Bunaaa. Buna kan sudah ada handa Enan, jangan marah ya, Bun," bujuk David yang sedikit memajukan tubuhnya ke depan. Dia menyembulkan kepalanya dari samping bahu Buna. Ekspresinya memohon pada sang Buna untuk tidak merajuk padanya. "Hm. Duduk yang benar David," titah Rania karena mobil sedang melaju. David pun menuruti dan kembali pada posisi semulanya. Renan menyentuh punggung tangan Rania dalam keadaan menyetir. Sesekali kepalanya menoleh ke wanita yang ada di sampingnya itu. "Biarkan saja, Bun. Nanti kita belikan dia mcd sebentar. Baru meninggalkannya di mobil, setidaknya dia punya makanan untuk mengisi perutnya itu." Rania menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, Buna menurut saja apa kata Handa," tukas Rania, pandangannya masih berfokus pada luar jendela. Dia tidak marah, hanya David terlalu sibuk dengan game-nya. Renan terse
Read more
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status