All Chapters of Wanita Lain Pilihan Ibu Mertua: Chapter 31 - Chapter 40
54 Chapters
Bab 31
Terkejut atas pertanyaan Viola, Dava pun diam, lalu Hanum menyenggol bahunya. "Kenapa diem? Kamu habis ketemu sama Nara di belakang?""Ng-nggak, kok," jawabnya terbata. "Kamu tanya sendiri aja sama orangnya."Tidak perlu ditanyakan pun Nara sudah mendengarnya. "Nggak ko, Num. Aku habis keluar Nerima telepon, nggak tau Pak Dava habis dari mana." Tidak seperti Dava, Nara menjawab pertanyaan Hanum dengan lugas."Iya, kan?" ucap Dava.Walau ada sedikit rasa curiga, Hanum pun memilih percaya dari pada harus berdebat. "Ya udah.""Kita pergi ke sana, yuk! Aku mau nyapa temen sekolah aku. Kamu mau ikut?" ajak Dava."Oke, kita ke sana. Nafas aku terasa sesak ada di sini." Hanum menjawab sambil melihat ke arah Nara dengan tatapan membunuh."Ayo."Hanum melingkarkan tangan pada lengan Dava, mereka berjalan ke sisi lain meninggalkan Nani dengan Nara. Lebih tepatnya menghindar dari mereka berdua.***Satu Minggu berlalu, sore ini Dava pulang ke rumah Nara dan dari sejak kemarin Hanum mempersiapkan
Read more
Bab 32
"Tunggu, Gin!" Hanum meminta Gina jangan dulu membalas pesan Dava.Jari Gina langsung berhenti mengetik, lalu bertanya, "Kenapa?""Nara chat gue, Gin. Lu liat deh dia bilang apa." Hanum menunjukkan pesan dari Nara."Loh, dia kok bilang kayak gitu? Itu artinya mas Dava nggak lagi sama Nara," ucap Gina setelah selesai membaca."Nah iya, kan? Coba deh gue yang chat dia."Hanum mulai mengetik pesan yang akan ia kirim kepada Dava yang berisi,Hanum: Kamu di mana, Mas?Pesan yang Hanum kirim memang berhasil terkirim, bahkan sudah terbaca oleh Dava. Setelah menunggu beberapa menit, Hanum kembali mengirim pesan yang berisi,Hanum: Jawab aku, Mas. Kamu di mana sekarang?Tidak seperti pesan pertama, pesan kedua yang Hanum kirim malah tidak berhasil terkirim."Nggak terkirim, Gin. Coba deh gue telepon."Hanum coba menghubungi nomor suaminya melalui sambungan telepon, tetapi gagal karna ada suara operator yang menjawab. Memberikan keterangan kalau nomer yang dia hubungi sedang di luar jangkauan.
Read more
Bab 33
Setelah berada di kamar, Hanum menangis sejadi-jadinya. Dia menjatuhkan dirinya di balik pintu, bersandar sambil menutup wajah dengan tangannya."Aku nggak kuat, Ya Allah. Aku nggak bisa seperti ini, aku nggak sanggup." Terus menangis meraung meratapi nasib rumah tangganya yang hancur berantakan hanya karena keegoisan mertua.Mendengar suara suara mesin mobil menyala, Hanum berlari ke atas balkon, menyaksikan mobil suaminya berlalu pergi meninggalkan rumah. Air mata yang sudah jatuh sejak tadi, tidak bisa berhenti mengalir. Hanum kembali menjatuhkan tubuhnya, menangis meraung sambil duduk di lantai balkon.Tidak lama setelah itu seseorang mengetuk pintu kamar, lalu pintu tersebut terbuka. Tanpa dipersilahkan, orang itu masuk ke dalam kamar, lalu menghampiri Hanum."Hanum," panggil Gina sambil berjalan masuk."Gina?"Kondisi Hanum saat ini sangat kacau. Gina berlari menghampiri Hanum, lalu membawa ia ke dalam pelukannya."Gina. Sakit banget, Gin. Hati gue sakit banget." Terus Hanum men
Read more
Bab 34
"Aku bisa saja memberikan apa yang kamu inginkan. Tapi, kamu jangan pernah lupa kalau aku melakukannya hanya karena kewajiban, bukan atas dasar cinta."Sambil menautkan kedua tangannya di atas pundak Dava, Nara menjawab, "Aku tau dan aku nggak keberatan, minimal kamu menghargai aku sebagai istri kamu.""Kamu akan merasakan sakit sepuluh kali lipat saat aku menceraikan kamu nanti.""Justru aku akan berterima kasih sumur hidup karna sudah bisa melahirkan anak kamu.""Jangan mencintai aku terlalu dalam, Nara. Aku khawatir kamu ...."Nara mengangkat tangannya, lalu meletakkan jari pada bibir Dava. "Mungkin kebersamaan kita hanya selama dua tahun, tetapi kamu harus ingat, Mas. Hubungan kita sebagai orang tua akan tetap ada sampai kapan pun. Anak kita yang akan menjadi jembatan penghubung.""Aku akan bahagia hidup bertiga bersama Hanum," balas Dava."Nggak masalah. Karna sampai kapan pun aku adalah ibu kandungnya.""Nara, kamu selalu menyetujui semua peraturan yang aku buat. Baik itu secara
Read more
Bab 35
Tidak ada satu hari pun Dava tidak memikirkan keadaan Hanum. Di setiap kegiatan, di setiap waktu, di setiap detik, di setiap hembusan nafas nama Hanum terus terpatri di dalam pikirannya. Wajahnya selalu muncul di setiap ia memejamkan mata, terkadang hal itu yang membuat Dava sulit tidur. Seperti sekarang ini, dia masih berdiri di depan jendela kamar melihat ke arah luar, apa lagi kalau bukan sedang memikirkan Hanum yang saat ini masih berada di Yogyakarta."Aku merindukan kamu, Sayang." Batin Dava bergumam.Tiba-tiba seseorang memeluk Dava dari belakang, menyandarkan pipinya di belakang punggung Dava. Siapa lagi kalau bukan Nara?"Kenapa kamu belum tidur, Mas?" tanya Nara."Belum ngantuk," jawabnya simple."Kamu pasti lagi mikirin Hanum?""Bohong kalau aku bilang nggak.""Kalau kamu kangen, kenapa nggak coba telepon?""Nggak, aku takut Hanum sedih lagi, aku takut mengganggu konsentrasinya.""Aku rasa nggak. Hanum pasti seneng kamu telepon, takutnya selama ini kamu nggak menghubungi di
Read more
Bab 36
Waktu satu minggu berlalu begitu cepat, tetapi kenapa hanya beberapa menit terasa sangat lama? Dava mempersiapkan diri menyambut kedatangan Hanum dengan menyediakam makan malam romantis di taman belakang rumah. Lampu berwarna kuning juga putih turut menghiasi suasana taman menjadi lebih indah."Pak, ini bunganya mau disimpan di mana?" Marni bertanya sambil berjalan menghampiri sang majikan, membawakan seikat bunga yang baru saja diantar oleh kurir."Sini, Bi." Dava juga berjalan menghampiri Marni, lalu mengambil bunga tersebut."Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" tanya Marni sebelum ia meninggalkan rumah sang majikan."Kayaknya udah semua sih. Bi Marni boleh pulang sekarang.""Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu."Setelah Marni pergi, Dava kembali ke tengah-tengah taman di mana di sana sudah ada meja makan plus dua kursi saling berhadapan, lalu ia meletakkan bunga tersebut di atas meja, di samping piring milik Hanum."Perfect," ucap Dava sambil tersenyum.Tidak lama setelah it
Read more
Bab 37
"Pertama saya ucapkan selamat, karena istri Anda saat ini tengah hamil.""Hamil?" Semua terkejut, terutama Dava."Hamil? Menantu saya, Nara. Hamil?" Nani mengulang kalimat untuk lebih memastikan."Iya, Bu. Anda akan menjadi nenek," jelas dokter tersebut."Alhamdulillah," ucap syukur Nani seraya mengangkat tangannya ke atas, lalu ia pun memeluk Dava. "Akhinya semua berjalan sesuai dengan rencana.""Iya, Bu. Alhamdulillah.""Tapi pak Dava, untuk sementara ini istri Anda belum dibolehkan pulang, kondisinya masih lemah mungkin karna perubahan hormon.""Sejauh ini tidak ada tanda-tanda berbahaya pada kehamilannya kan, Dok?" tanya Dava khawatir."Tidak ada, coba nanti bu bidan yang menjelaskan kepada Anda lebih detailnya."Tidak lama setelah itu bidan pun datang dan langsung menyapa dokter tersebut. "Ada apa, Dok?""Ini keluarga dari pasien bernama Nara, Dok."Bidan itu berdiri di samping dokter, lalu menyapa Dava juga Nani. "Malam, Bu, Pak. Saya bidan yang menangani pasien bernama Nara.""
Read more
Bab 38
"Sorry ya, Gin. Gue nggak bisa ikut sama lu. Gue minta infonya aja deh dealnya mau gimana. Gue bantu bahan meeting aja, ya. Setiap desain udah gue kasih harganya berapa, tapi itu cuma lu yang tau." Saat ini Hanum sedang fokus pada layar laptopnya, mempersiapkan bahan untuk meeting bersama pelanggan butik. Hanum duduk di atas karpet berbulu tebal, begitupun dengan Gina yang saat ini duduk di sebelahnya, memperhatikan arahan Hanum."Kalau pengajuan harga terserah gue, ya. Soalnya lu ngasih harga murah banget. Gue jadi ngerasa rugi sendiri," ucap Gina seraya mengambil gelas berisi kopi cappucino di atas meja, lalu menyeruputnya secara perlahan."Udah biarin aja. Lu bisa ambil untung juga kan kalau lu bisa jual lebih mahal lagi." Hanum bicara, tetapi fokusnya tetap ke depan layar laptop."Iya juga sih."Di tengah-tengah diskusi sedang berlangsung, Hanum mendengar suara mobil milik suaminya. Dia berjalan ke arah jendela, melihatnya dari sana dan benar saja itu mobil milik Dava."Laki lu ud
Read more
Bab 39
Jawaban Dava mengenai perasaannya terhadap Nara, jawabannya tentu saja tidak. Kebersamannya dengan Nara hanya sebatas memenuhi kewajiban, tidak dengan cinta dan Hanum sangat senang mendengarnya.Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tidak terasa usia kandungan Nara menginjak angka sembilan dan beberapa hari lagi Nara akan melahirkan seorang baby boy ke dunia ini. Buah cintanya bersama Dava."Assalamualaikum," ucap salam Dava yang baru saja datang di hari Sabtu."Waalaulaikumsalam," jawab Nara yang saat ini duduk di sofa depan TV sedang dipijat oleh ahli pijat."Kamu kenapa, Ra?" tanya Dava sambil berjalan menghampiri Nara."Kaki aku pegal-pegal, Mas. Rasanya kaku banget.""Tapi ini nggak apa-apa dipijat?" Rasa khawatir tampak jelas di raut wajah Dava. Dia meletakkan tasnya di atas meja, lalu mengecup singkat kening Nara, sebelum akhirnya duduk di sebelahnya."Nggak apa-apa. Lagian kan ini cuma kaki." Untuk lebih meyakinkan sang suami, Nara bertanya kepada orang yang sedang memijat
Read more
Bab 40
Sesuai dengan arahan sang ibu, Dava pun membawa Nara ke rumah sakit bersalin terdekat. Begitu sampai di sana, dia langsung ditangani oleh perawat yang sedang bertugas di UGD, turut temani oleh Dava.Dia menyaksikan langsung bagaimana perawat melakukan pemeriksaan dini dengan memeriksa pembukaan atau jalan lahir dengan memasukkan jari ke dalamnya. Selesai diperiksa, suster itu memberikan pernyataan. "Baru pembukaan tiga.""Ketuban istri saya sudah pecah, Sust.""Nanti akan dilakukan pemeriksaan USG, insyaallah bayi Anda masih sehat," tutur suster yang menanganiTidak lama bidan pun datang melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan Dava menyaksikan itu semua, dengan hasil semua bagus. Detak jantung kuat, air ketuban masih ada, induksi pun sudah diberikan melalui infus. Tinggal menunggu pembukaan sempurna, barulah masuk ke ruangan bersalin."Mas, aku mau melahirkan normal," pinta Nara setelah selesai menjalankan beberapa rangkaian pemeriksaan."Gimana baiknya aja ya, Ra. Kalau dokter menyara
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status