All Chapters of Istri Dadakan Paman Nathen: Chapter 51 - Chapter 60
150 Chapters
51 - Ocehan Dadakan
"Paman!" Felicia menyeru dengan intonasi suara yang meninggi beberapa oktaf, terdengar begitu lantang dan langsung menggema ke seluruh penjuru ruang kerja milik Nathen.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, wanita cantik itu sekonyong-konyongnya menerobos masuk begitu saja, bahkan sampai membuat kebisingan terdengar tatkala permukaan daun pintu dari ruang kerja sang suami yang didatanginya tersebut, berbenturan dengan permukaan dinding.Berjalan lurus, tanpa memperdulikan keadaan sekitar, tujuan Felicia hanya satu, yaitu langsung menghadap Nathen yang kebetulan sedang berdiri di dekat meja kerjanya."Paman, aku ingin bicara!"Nathen yang saat itu sebenarnya baru beranjak dari kursi kerjanya sampai stagnan, seketika menghentikan segala pergerakan, memokuskan seluruh atensi yang dimiliki ke arah Feli, melongo menatap istri cantiknya itu, kaget. Berdiri dengan jarak hanya sekitar satu meter saja jauhnya dari satu sama lain, Feli menatap Nat
Read more
52 - Perkara Kado
Malu sekali rasanya, sampai Feli ingin menggali lubang sedalam mungkin, lalu mengubur dirinya sendiri agar bisa menghilang dari hadapan Nathen, terutama Hayden dan Bastian.Tadi Feli terlalu fokus pada keinginannya untuk mengocehkan segala keluh kesah yang ia miliki terhadap Nathen, sampai-sampai keberadaan Hayden dan Bastian di ruang kerja milik sang suami saja ... tidak bisa ia sadari.Kini, dengan rasa malu juga gugup yang dalam satu waktu begitu mengungkung dalam relung, Feli duduk di salah satu sofa panjang yang ada di ruangan kerja milik Nathen, berdampingan dengan suami tampannya itu.Sengaja sekali mencoba menyembunyikan diri, Feli duduk berdempetan dengan Nathen, menghalangi wajahnya menggunakan lengan sang suami.Takut-takut, sesekali Feli memberanikan diri untuk mengintip, mencuri-curi pandang ke arah Bastian yang duduk di sofa tunggal, juga ke arah Hayden yang duduk di sofa panjang lainnya.Atensi Hayden dan Bastian tertuju ke
Read more
53 - Keputusan
Beringsut membangkitkan diri dari duduknya, Feli mengedarkan pandangan sambil tersenyum, tapi saat lagi-lagi manik matanya tidak sengaja bersitatap dengan mata Bastian, senyum itu dengan instan langsung memudar.Bastian memutar bola matanya malas, sengaja sekali menunjukan gelagat ketus terhadap Feli yang tak gagal membuat adik cantiknya itu mencebikan bibir karena sedih."Aku tidak langsung pulang selepas pertemuan tadi, karena ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, Nathen" Bastian bertutur sambil memokuskan seluruh atensi yang dimiliki ke arah Nathen.Nathen menatap nanar kakak iparnya itu, lalu menoleh ke arah Feli. Meraih pergelangan tangan sang istri, digenggamnya pelan sebelum kemudian ditariknya dengan lembut.Pribadi tampan itu membuat Feli kembali mendudukan diri di sampingnya. Tanpa melepaskan genggaman dari pergelangan tangan sang istri, ia menoleh ke arah Bastian lagi."Baiklah. Apa yang ingin kau bicarakan denganku?"
Read more
54 - Pelunasan Hutang
Hal selanjutnya yang Feli tahu, permukaan bibir lembut Nathen yang sedikit basah juga bersuhu lebih dingin mendarat dengan sempurna di permukaan bibirnya yang tipis berwarna merah jambu.Menyesap permukaan bibir ranum sang istri dengan pergerakan lembut, manik mata jelaga indah Nathen bersitatap dengan mata Feli yang seketika membola, sedang pelupuknya mengerjap dengan pergerakan cepat untuk beberapa saat, sebelum kemudian berhenti bekerja.Ada kepuasan juga kesenangan tersendiri yang seketika menyeruak dalam relung Nathen, mendapati efeksi dari segala tindakan yang dilakukannya terhadap Feli, memang seberpengaruh itu, sampai mampu membuat otak Feli nge-blank.Tersenyum seringai di sela pagutan bibir yang diawali, Nathen lantas memejam sembari mulai memberi permukaan bibir Feli lumatan lembut, tapi sedikit menuntut.Bibir Nathen bergerak begitu apik, memastikan, tidak meninggalkan barang seinci pun dari bibir Feli, tidak terjamah oleh bibirnya.
Read more
55 - Sisi Lain Nathen
"Paman mau apa?!"Feli panik sendiri saat ia mendapati Nathen beringsut bangkit dari duduknya, lantas mengambil langkah besar untuk mendekat padanya, mengikis segala jarak yang sebenarnya tidak seberapa jauhnya."Paman, ih!"Sekonyong-konyongnya Nathen meraih pergelangan tangan sebelah kiri Feli, dicengkramnya cukup erat, kemudian ditariknya.Pribadi tampan itu menyeret Feli untuk berjalan bersamanya menuju pintu yang menjadi akses utama ke luar masuk dari ruangannya tersebut."Paman! Paman mau membawaku ke mana?" Feli bertanya sembari menggeliatkan tangan, berusaha melepaskan diri dari cengkraman Nathen."Mau membawamu ke suatu tempat.""Ke mana? Mau apa? Paman jangan aneh-aneh, ya?""Tidak aneh. Hanya ingin melanjutkan apa yang tadi sedang kita lakukan."Feli sebenarnya berusaha untuk menekan kedua tungkainya, agar tidak bisa diseret begitu saja oleh Nathen untuk berjalan.Akan tetapi, sudah
Read more
56 - Suami Posesif
"Mau nambah lagi tidak makannya?" Nathen bertanya dengan nada suara lembutnya sembari menatap hangat ke arah Feli yang duduk di kursi yang letaknya saling bersebrangan dengan kursi miliknya.Nathen dan Feli kini tengah berada di sebuah restauran yang ada di pusat kota, yang kebetulan letaknya tidak begitu jauh dari gedung di mana kantor Nathen berada.Feli baru selesai melahap suapan terakhir dari makanan yang dipesannya dan langsung diberi pertanyaan tersebut oleh Nathen.Tentu kepala Feli spontan menggeleng. "Tidak, Paman. Aku sudah kenyang."Meletakan peralatan makan yang kala itu masih ia genggam, Feli lantas mengulurkan tangan untuk mengambil segelas air mineral yang ada di hadapan."Kalau Paman mau pesan lagi, boleh saja. Toh, Paman ini kan yang akan membayar bill'nya," tutur Feli sebelum menenggak segelas air yang diraihnya tadi tanpa mengalihkan pandangan, membiarkan manik mata bak mata rusanya menatap Nathen dengan tatapan lugu.
Read more
57 - Enigma
Embusan napas kasar mencelos melalui celah antara bingkai birai tipis milik Anna yang sedikit berjarak begitu wanita cantik itu menjatuhkan diri ke permukaan sofa panjang yang ada di ruang keluarga di kediamannya.Membiarkan tengkuknya bersandar di sandaran sofa, kepala dan pandangan Anna menengadah. Manik matanya yang gemetar, ia biarkan menatap lekat permukaan langit-langit dari ruangan yang menaunginya tersebut.Sejatinya, saat ini Anna tidak hanya sedang didera rasa lelah secara fisik, tapi juga secara mental, sebab ada cukup banyak sekelumit pemikiran yang tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya dalam benak.Entah itu berbentuk sebuah kehawatiran, atau gambaran dari terkaan-terkaan atas segala jenis kemungkinan yang ia pikir mungkin akan terjadi dalam waktu dekat.Terutama tentang bagaimana kecewanya Bastian, maupun Nathen nanti, jika kedua pria itu mengetahui, ada sebuah fakta pahit yang sampai saat ini belum mereka ketahui terkait kepasrah
Read more
58 - Semakin Posesif
Suara ketukan pelan yang berasal dari beradunya bantalan jemari Nathen yang menari dengan permukaan meja, menjadi satu-satunya suara yang berhasil memecah keheningan di ruang kerja milik pribadi tampan berusia seperempat abad itu.Pandangan Nathen tertuju lurus ke depan, menatap malas tumpukan berkas yang menjadi alasannya tertahan di sana, padahal keinginan untuk beranjak, sudah begitu berkecamuk dengan begitu hebatnya.Membuang napas kasar, Nathen melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, lantas meraih ponsel yang ia simpan di dekat monitor.Sejenak mengalihkan atensi dan titik fokus dari pekerjaan yang masih menumpuk, Nathen berselancar di menu kontak yang ada di ponselnya, untuk mencari kontak milik Feli, sebelum akhirnya ia hubungi melalui sambungan panggilan video.Menunggu dengan sedikit was-was, Nathen sedikit menjauhkan benda pipih yang digenggamnya itu dari wajah sembari agak merapikan penampilannya.Berdehem pelan
Read more
59 - Hadiah dari Hayden
"Suasana hatimu sepertinya sedang cukup baik sekarang," terka Andrea sembari menatap penuh selidik pada tekstur wajah cantik Feli yang memetakan keceriaan.Andrea dan Feli saat ini tengah duduk saling berdampingan di sofa berukuran sedang yang tertata mengitari meja persegi dalam sebuah kafe yang berada di pusat kota.Selagi menunggu datangnya Liam dan Nick, Andrea dan Feli yang ternyata tiba lebih awal dari waktu yang telah mereka sepakati bersama, memilih untuk pelan-pelan mengerjakan tugas yang mereka miliki.Mengetik segala materi di laptop yang diletakan di meja di hadapan, sesekali bingkai birai Feli tampak merenggang, memetakan senyum senang yang tak gagal membuat Andrea keheranan.Sempat ikut tersenyum juga, Andrea yang diam-diam menilik segala tingkah yang Feli tunjukan, akhirnya memberanikan diri untuk angkat suara, memaparkan terkaan yang saat itu seketika muncul di kepala.Feli terkekeh sambil memberi Andrea lirikan. "Ya, kira
Read more
60 - Menguji Kesabaran Nathen
Sebuah kekehan renyah menguar dari mulut Hayden saat ia membiarkan manik mata jelaganya menatap gemas permukaan layar ponsel yang menyala dalam genggaman.Duduk di kursi menumpang dalam perjalanan pulang dari kantor, Hayden sempat dikagetkan oleh notifikasi pesan yang ia terima dari Feli."Anak ini memang luar biasa sekali," gumam Hayden sembari memadamkan permukaan layar ponsel, lalu menolehkan kepala, membiarkan manik matanya menatap pemandangan dari sibuknya jalanan perkotaan yang dilalui mobilnya.Terkekeh kecil, Hayden menggelengkan kepala saat benaknya saat itu berhasil memberi sebuah gambaran kelewat jelas, betapa dongkol dan gusarnya wajah Nathen, jika sahabatnya itu membayangkan bahwa istrinya melakukan apa yang Hayden minta saat mereka bertemu di kantornya tadi. "Dia pasti tidak akan memberiku ampun."***Embusan napas kasar yang berasal dari rasa gusar berhasil mencelos melalui celah antara bingkai birai Nathen yang sedikit ber
Read more
PREV
1
...
45678
...
15
DMCA.com Protection Status